Bismillah. Sejak Pilpres kemarin terjadi hal-hal menggemparkan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Disadari atau tidak, kenyataan itu sudah terjadi dan massif berkembang di tengah masyarakat.
Perlu dipahami, di Indonesia ada sekitar 70 juta pengguna internet (dengan berbagai varian dan fasilitas). Ini berdasar penelitian sebagian lembaga surve market. Di antara pengguna ini ada yang AKTIF, HOBI, dan masih USIA MUDA. Mereka ini menjadi komunitas kritis yang banyak tahu, banyak baca artikel internet, dan spontan gayanya.
Kemudian di antara pengguna internet itu banyak yang menjadi pelanggan medsos seperti Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp, dan lain-lain. Mereka pengguna aktif dan banyak terlibat diskusi, share, chat, dan sebagainya. Mereka ini boleh dikata sebagai “komunitas medsos” yang sangat berpengaruh di dunia maya.
Nah, sejak Pilpres lalu muncul fenomena menggemparkan seperti di bawah ini:
*) Nama baik media-media mainstream hancur-lebur. Mereka berlebihan dalam mendewa-dewakan kandidat pemimpin, serta sangat agressif menyerang kandidat lain.
*) Citra wartawan dan pers rusak parah, karena sangat partisan & tendensius. PWI, AJI, dan seterusnya seperti tak berdaya.
*) Partai & tokoh-tokoh politik banyak dituduh sebagai antek asing dan aseng. Ya karena sikap mereka sendiri.
*) Para pengamat politik dicaci-maki sebagai jongos konglo-konglo hitam. Sosok seperti Ikrar Nusa Bakti, Asvi Warman Adam, Boy Hargens, Fajroel Rahman, dan seterusnya sudah dianggap partisan dan berkedok pengamat.
*) Lembaga-lembaga surve dibuang ke tempat sampah. Deny JA, Saiful Mujani, dan seterusnya sudah tak dianggap.
*) Lembaga seperti KPK dianggap kacung, tebang pilih, kerja sesuai pesanan. Apalagi kemarin Abraham Samad lantang menuduh Ketua DPR terpilih terkait kasus korupsi. Padahal dia tidak menjadi tersangka, hanya saksi.
*) Reputasi KPU dan Bawaslu dipertanyakan. Bahkan independensi MK juga diragukan.
Inilah sekelumit gempa-gempa sosial yang melanda kehidupan bangsa di masa-masa skarang ini. Selain itu, polarisasi basis massa yang pro liberalisme dan pro kemandirian bangsa, semakin tampak jelas. Hitam putih.
Mungkinkah ini hakikat “the real truth power”? Wallahu a’lam.
(Sang Owl).
Belum ada komentar untuk "Gempa Sosial Dibalik Pilpres 2014"
Posting Komentar