Ayoo kritiss..!!
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Setiap ada suara-suara kritis yang mengkritik KPK, selalu saja muncul pembelaan-pembelaan naif, seperti: “Mereka ingin melemahkan KPK. Mereka pro koruptor, tidak mendukung pemberantasan korupsi. Mereka tidak mau Indonesia bebas korupsi.” Dan omongan-omongan sejenis.
KPK memang lembaga anti korupsi; tapi isinya kan manusia-manusia juga yang tidak suci dari dosa dan hawa nafsu. Siapa menjamin bahwa sistem KPK dan orang-orangnya suci dan bebas dari dosa?
Satu fakta yang layak diangkat sebagai permulaan. KPK sudah berdiri sejak tahun 2003, di era Megawati. Berarti lembaga ini sudah 10 tahun eksis di negeri ini. Setelah sekian lama, apakah negeri kita jadi bebas korupsi? Apakah kehidupan kita jadi makmur, jadi sejahtera, jadi adil dan penuh sentosa? Ya tahu sendirilah.
Kalau memang KPK sangat sukses dalam pemberantasan korupsi, harusnya kehidupan kita semua ini berubah drastis; dari kemiskinan menjadi kemakmuran, dari pungli berubah menjadi administrasi yang rapi, dari skandal-skandal keuangan menjadi keberhasilan proyek-proyek pembangunan, dari kesemrawutan tatanan sosial menjadi kerapian dan disiplin.
Di China itu tak ada lembaga semodel KPK, tapi mereka serius berantas korupsi, sehingga dampaknya besar bagi kehidupan rakyat China. Di kita ini, banyak omong, tapi hasil cuma secuil.
Cuma orang-orang bodoh yang percaya bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia bergantung eksistensi KPK. Cuma orang bodoh yang mau percaya hal itu. Ketahuilah, KPK itu hanya SEMACAM AKUARIUM, sekedar untuk memberitahu bangsa Indonesia bahwa di negeri ini sudah berlangsung pemberantasan korupsi.
Padahal hasilnya sangat jauh dari harapan. Kalau KPK benar-benar gentle, harusnya bisa memberantas pengerukan kekayaan nasional oleh tangan-tangan asing.
Lembaga KPK ini kan sangat didukung oleh Amerika, agar menjadi semacam AKUARIUM tadi. Biar rakyat Indonesia tahu kalau di negeri ini ada pemberantasan korupsi. Biar tahu saja. Adapun soal keseriusan memberantas korupsi dan hasil nyatanya, itu masalah lain. Kita ini jadi semacam dikasih AKUARIUM DOANG, biar tidak bertanya-tanya soal lautan dan samudra.
Omong kosong klaim yang mengatakan bahwa KPK bisa memberantas korupsi di Indonesia. Itu hanya seperti logika, memindahkan pasir di truk dengan sendok. Apa bisa pasir di truk dipindahkan pakai sendok?
Bukan berarti saya anti pemberantasan korupsi, tap SAYA ANTI DENGAN SANDIWARA DENGAN BERLEBEL HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI..!!. Kalau serius berantas korupsi, jangan berlagak seperti selebritis atau pemandu sorak acara-acara infotainment. Harus sungguh-sungguh, massif, dan konsisten. Kalau orientasinya “asal jadi berita media” ya akhirnya jadi KORUPSITAINMENT, bukan kesungguhan memberantas korupsi itu sendiri.
Berikut adalah sebagian fakta kelicikan KPK:
[1]. Mereka tidak serius untuk membela posisi hukum mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Kita tahu, bahwa di balik kasus Antasari Azhar itu terdapat banyak kecurangan hukum yang menimpa Antasari. Keluarga Nasaruddin yang semula membenci Antasari akhirnya sadar bahwa Antasari bukan pelaku pembunuhan keluarga mereka.
Mengapa KPK harus ikut bertanggung-jawab terhadap masalah ini? Karena Antasari Azhar ditetapkan sebagai tersangka ketika sedang menjabat Ketua KPK. Artinya, lembaga KPK ikut bertanggung-jawab atas nasibnya. Antasari tidak boleh dilupakan.
Mungkin orang akan berdalih: “Itu kan bukan masalah korupsi. Kami tidak berhak masuk kesana.” Ini alasan naif. Yang terjadi pada kasus Antasari adalah korupsi hukum; itu lebih hebat ketimbang korupsi uang (kekayaan).
Selama ini tidak ada komitmen dari Ketua KPK yang mana saja terhadap nasib Antasari; padahal dia dijebloskan ke penjara saat menjabat Ketua KPK.
[2]. Masih ingat kasus Bibit Samad dan Chandra Hamzah soal “Kriminalisasi Ketua KPK”? Waktu itu kedua Ketua KPK itu mengungkapkan bukti rekaman percakapan antara terdakwa korupsi dengan aparat hukum, yang intinya ada kesengajaan untuk menjebloskan kedua Ketua KPK ke tuduhan kriminal.
Rekaman disebar di media dan online. Tapi masalahnya, secara prosedur kasus kedua Ketua KPK sudah masuk tahap penyidangan (P21). Tuduhan aparat melakukan kriminalisasi dijawab begini: “Mari kita buktikan, ada tidaknya kriminalisasi lewat mekanisme hukum!
” Ternyata kedua ketua tersebut tidak mau. Keduanya memilih memainkan pengaruh media untuk melawan proses hukum. Akhirya SBY menurunkan tim pencari fakta untuk menengahi masalah; sampai akhirnya kedua Ketua KPK dinyatakan bebas lewat mekanisme Deponering. Ini kan sangat aneh, ketua lembaga hukum tidak mau menjalani proses hukum.
[3]. Dari berbagai kasus yang ditangani KPK banyak pelaku korupsi yang ditetapkan sebagai tersangka, setelah ditemukan bukti rekaman percakapan yang mengindikasikan tindak korupsi. Persoalannya, semua orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu kan rata-rata orang di luar tubuh KPK.
Pernahkah ada rekaman percakapan antara pejabat-pejabat KPK dengan orang lain, lalu rekaman itu bisa dilihat oleh pihak lain. Jadi bukan hanya pihak KPK saja yang bisa memantau data dari mesin perekam tersebut.
Tetapi kan aksesnya sampai saat ini tidak ada. Kalau KPK intens mengawasi orang lain; diperlukan juga KPK diawasi oleh pihak lain yang independen, agar lembaga ini tidak dipakai sebagai “alat pemukul politik”.
[4]. Ketika baru menjabat sebagai Ketua KPK, Abraham Samad berjanji, kasus Skandal Century akan diselesaikan dalam waktu SATU TAHUN.
Tanggal 16 Desember 2011 dia dilantik di Istana Presiden, saat ini sudah dua tahun lebih, tetapi kasus Skandal Century belum kelar-kelar juga. Padahal bukti-bukti dan fakta sangat banyak. Dokumen-dokumen seputar Skandal Century itu sangat banyak sehingga harus diangkut memakai troli.
[5]. Dalam kasus beredarnya Sprindik soal penetapan Anas sebagai tersangka kasus Hambalang, pada 9 Februari 2013. Akibat kecerobohan itu Ketua KPK Abraham Samad diajukan ke sidang kode etik internal KPK.
Singkat kata, dia dipersalahkan dengan sanksi sangat ringan. Harusnya kalau ketua lembaga anti korupsi mulai bermain-main cara kotor, Abdullah Hehamahua Cs jangan memberi sanksi ringan, tapi harus tegas. Kalau perlu dipecat, atau dijebloskan ke kasus pidana.
Mengapa demikian? Kalau tidak tegas, nanti jabatan Ketua KPK itu bisa dipakai untuk “segala keperluan” di luar pemberantasan korupsi. Tapi yang sangat memalukan dan licik adalah: Abraham Samad saat itu menolak pesawat Blackberry-nya disita lalu dibongkar isinya! Nah, itu dia masalahnya. Sangat licik.
[6]. Dalam melaksanakan fungsinya KPK sering memakai cara-cara kotor, yaitu pembunuhan karakter terhadap calon-calon korbannya. Seharusnya, kalau menegakkan hukum ya hukum saja; harus dingin, presisi, tanpa emosi, tanpa membangun opini yang menyudutkan privasi para tersangka. Dalam kasus Al Amin Nasution, KPK menyebarkan rekaman percakapan Al Amin yang tertarik dengan cewek “berbaju putih”.
Padahal soal cewek baju putih itu tak ada kaitannya dengan proses hukum. Itu masalah privasi Al Amin Nasution. Begitu juga dalam kasus Luthfi Hasan, KPK sengaja mem-blejeti Luthfi lewat seorang cewek muda yang bernama Darin Mumtazah.
Lebih parah lagi tentang Ahmad Fathonah, KPK seperti mengaduk-aduk rumah-tangga orang itu. Bayangkan saja, dalam pengakuan KPK, mereka sudah mengikuti gerak-gerik Ahmad Fathonah, termasuk ketika yang bersangkutan masuk hotel.
Kalau memang mereka serius menegakkan hukum, bukan mau membuat KORUPSITAINMENT, harusnya dia sudah menangkap Fathonah sebelum masuk hotel. Toh, berdasar data-data yang ada, Fathonah sudah akan disergap. Pertanyaan?
Kenapa petugas KPK mesti menunggu yang bersangkutan “main congklak” dulu di kamar hotel? Ya kan tujuannya jelas, biar kasusnya heboh seheboh-hebohnya; nanti setelah itu Johan Budi akan bisa berpuas-puas nampang di depan media, sebagai “The Prince of KPK”.
[7]. Pejabat-pejabat KPK sangat doyan masuk ke acara Indonesia Lawyers Club (tadinya JLC). Acara itu kan disettiing oleh TVOne dan Karni Ilyas; keduanya tidak mewakili lembaga negara. Mereka itu media swasta yang pasti punya kepentingan dan cara-cara tertentu yang mereka lakukan.
Kalau yang mengadakan acara adalah TVRI, okelah tak masalah. Tapi ini kan TVOne yang notabene pro Golkar (Aburizal Bakrie). Adalah sangat naif, ketua lembaga penegak hukum rajin kongkow di acara begituan. Kalau misalnya ingin memberi keterangan pers, lakukan secara resmi di board KPK, bukan di lapak orang lain.
[8]. Dalam kasus Luthfi Hasan ada hal yang aneh. Luthfi ditetapkan sebagai tersangka, dan langsung ditahan, dengan tuduhan menerima suap. Kata Johan Budi, saat penangkapan KPK sudah punya dua bukti yang cukup.
Tapi belakangan divonis penjara lewat kasus pencucian uang. Cara KPK menjerat Luthfi: aset dan kendaraan Luthfi disita KPK, lalu ditaksir nilainya; kemudian Luthfi disuruh menjelaskan darimana saja uang yang dia pakai sehingga punya aset-aset seperti itu? Inilah yang oleh KPK disebut “pembuktian terbalik”.
Cara KPK ini sangat berbahaya. Ia bisa menyasar banyak orang. Hati-hati kepada siapa saja yang punya banyak kekayaan, tapi pelupa, atau tidak rapi menyimpan kwitansi-kwitansi transaksi. Hati-hati Anda! Nanti bisa kena strategi “pembuktian terbalik” ala KPK. Jadi seolah KPK menerapkan strategi: “Tangkap dulu, urusan belakangan!” Ini cara-cara koboi dalam penegakan hukum.
[9]. Dalam berbagai kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan lainnya didapatkan banyak kesaksian tentang keterlibatan Irfan Baskoro alias Ibas, anak SBY. Banyak saksi-saksi yang mengatakan hal itu.
Tapi mengapa Ibas tidak kunjung diperiksa oleh KPK; padahal kalau dalam kasus lain-lain, kesaksian tersangka korupsi menjadi bahan untuk penyidikan selanjutnya. Seharusnya Ibas dihadirkan dalam persidangan dan ditanya keterlibatannya. Hal itu bisa menjadi jalan untuk masuk menyelidiki keterlibatan keluarga Cikeas secara umum.
[10]. Dalam kasus yang melibatkan Anas Urbaningrum, juga ada hal yang aneh. Terutama masalah kronologi sampai Anas ditetapkan sebagai tersangka. Seperti kata orang, kok bisa SBY mendesak-desak agar kasus Anas segera diselesaikan? Kemudian Anas ditetapkan sebagai tersangka setelah ada desakan-desakan itu.
KPK menolak tudingan ini. Tapi fakta berbicara, KPK seperti “mati nyali” kalau sudah berbicara posisi orang-orang Cikeas. Seperti sosok Bunda Putri yang merupakan kunci membuka proyek-proyek keluarga Cikeas, tidak jelas bagaimana kelanjutannya.
Dalam kasus Anas, dia dituduh terlibat menerima mobil Harrier yang paling harganya berapa lah; tapi KPK membuat masalah ini seolah merupakan hajat hidup bangsa Indonesia.
Kelihatan sekali kalau mereka bekerja “asal tersangka dapat dihukum”. Ini kan preseden yang tidak bagus. Harga mobil Harrier itu tak seberapa dibandingkan kehebohan kasus ini di media dan di mata masyarakat. Ya, inilah metode pemberantasan korupsi ala KPK. [RioCornelianto/hambali/voa-islam.]
Belum ada komentar untuk "Hipokrit Melawan Lupa, Ayo Berpikir Kritis Pada KPK "
Posting Komentar