Nong Darol Mahmada, dia menyelesaikan kuliah di jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta, 1998. Pernah nyantri selama 6 tahun di ajeungan KH. Ilyas Ru’yat (Roam Am PBNU), Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, sekaligus menempuh pendidikan SMP dan SMA-nya. Mantan Imam Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), kelompok belajar yang bermukim di Ciputat, Jakarta. Pengamat masalah-masalah gender dan Islam. Kini bekerja untuk Jaringan Islam Liberal. Memegang dapur JIL dan salah satu koordinator di divisi pengembangan media dan advokasi, ISAI (Institut Studi Arus Informasi) yang bermarkas di Jl. Utan Kayu 68H, Jakarta.
Nong termasuk aktivis yang giat menyuarakan masalah-masalah gender. Ia menyunting buku berjudul "Kritik Atas Jilbab" yang ditulis oleh Muhammad Sa'id Al-Asymawi dengan penerbit: Jaringan Islam Liberal dan The Asia Foundation, April 2003. Nong menulis, "Pandangan yang mengatakan bahwa jilbab itu tak wajib bisa kita baca di buku ini. Bahkan al-Asymawi dengan lantang berkata bahwa Hadits-hadits yang menjadi rujukan tentang pewajiban jilbab atau hijab itu adalah hadis ahad yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap. Buku ini, secara blak-blakan, mengurai bahwa jilbab itu bukan kewajiban. Bahkan tradisi berjilbab di kalangan Shahabat dan Tabi'in, menurut al-Asymawi, lebih merupakan keharusan budaya daripada keharusan agama."
Dalam artikel yang dimuat di situs Islamlib.com dengan judul yang sama dengan buku suntingannya, ia mengatakan, "Saya ingat ketika kecil. Nenek saya sangat ketat dengan kerudung, meski kerudungnya hanya sehelai kain yang ditutupkan di kepala. Ia muslimah yang taat sampai wafat-nya.
Menurutnya, rambut perempuan yang sudah baligh tak boleh diperlihatkan karena itu aurat. Bila melanggar, tegasnya, pasti rambut kita akan dibakar di neraka. Tentu saja, penggambaran api neraka yang akan membakar rambut selalu terbayang di mata. Apalagi pernyataan itu keluar dari seorang yang saya teladani. Makanya ketika saya menginjak baligh, saya langsung memakai kerudung karena ketakutan itu.
Namun keputusan saya untuk berkerudung tak menghilangkan kekritisan saya untuk terus mencari jawaban kenapa kepala dan rambut perempuan itu aurat sehingga harus ditutupi. Kenapa perempuan itu serba aurat sehingga semuanya harus ditutupi? Kenapa laki-laki tidak, bahkan aurat laki-laki hanya sebatas dari lutut hingga pusar? Akhirnya karena dorongan rasa ingin tahu itu saya mulai banyak membaca tentang jilbab.
Ternyata, tak sesederhana itu masalahnya; tak sekedar aurat dan dibakar api neraka seperti pengalaman saya di atas. Namun lebih rumit dari itu. Apalagi bila kita melihat kenyataan, dalam setiap gerakan penerapan Syari’at Islam, bisa dipastikan, perempuan (jilbab)-lah program awalnya. Jangan jauh-jauh, lihatlah di pelbagai daerah di negeri kita. Pasti, wacana yang berkembang pertama kali untuk membuktikan kalau daerah itu menerapkan Syari’at Islam yaitu dengan mewajibkan perempuan memakai jilbab. Tak lupa, dibuatlah peraturannya dan ada lembaga pengawasnya. Seakan-akan jilbab adalah indikator paling kasat mata dari keberhasilan penerapan Syari’at Islam. Seakan-akan jilbab itu adalah Islam itu sendiri. Pertanyaannya, banarkah jilbab itu adalah Syari’at Islam?
Jawabannya tentu saja sangat panjang dan tidak hitam putih. Meski jilbab hanya salah satu bagian pakaian untuk perempuan tapi konsep ini punya sejarah yang sangat panjang. Sebagai pengantar untuk buku ini, saya akan mengurai kata dan sejarah jilbab. Tak lupa, saya juga akan kaitkan dengan konsep Islam menurut persepsi subyektif tentang jilbab."
Sumber :
Buku "Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU"karya KH. Muh. Najih Maimoen.
Label artikel ANTI LIBERALISME |
Nong Darol Mahmada |
TOKOH
judul Nong Darol Mahmada...By : PEDULI FAKTA
Ditulis oleh:
Unknown - Senin, 24 Maret 2014
Belum ada komentar untuk "Nong Darol Mahmada"
Posting Komentar