Kadang-kadang, pacaran itu, mirip pelacuran terselubung..
Coba anda
langganan koran kuning (koran berita yang entah bagaimana sukses
memadukan berita kriminal, cerita seks, cerita horor, dan iklan kobra
oil dalam satu halaman) selama satu bulan. Kemudian coba anda survei,
berapa banyak berita tentang kasus seorang wanita muda menuntut pria
yang menidurinya untuk bertanggung jawab?
Coba anda
nongkrong selama sebulan di polres terdekat, di dalam sebuah unit yang
diberi nama gagah: PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Jika anda
berhasil nongkrong sebulan di sana tanpa diusir, diborgol, atau disangka
wartawan koran kuning, coba hitung berapa kasus yang sama (seorang
wanita curcol dadakan ke seorang polwan tentang seorang pria bajingan
yang memakai taktik hit and run) yang dilaporkan ke PPA. Jujur saja,
anda mungkin akan terkejut dengan hasil hitungan anda.
Sering kali, kita lupa bahwa: pacaran itu bukan menikah.
Para wanita, apalagi di zaman materialistik sedang populer, tanpa malu
dan sungkan menganggap sang pacar sebagai suami secara finansial, alias
ATM berjalan. Sudah tidak asing lagi saya mendengar teman-teman pria
saya harus jungkir balik memenuhi permintaan sang pacar: makan di tempat
mewah, beli baju-tas-sepatu, beli BB, beli sepeda motor, bahkan ada
yang entah bagaimana berhasil merayu sang pria malang untuk membelikan
sebuah rumah. “Lho mas, itu kan untuk menguji rasa sayang dia ke saya?
Kalau dia memang sayang, masa dia ga bersedia berkorban untuk saya..
Kalau pas pacaran saja dia sudah pelit, gimana kalau sudah menikah?”.
Hmm.. Begitu ya?
Kalau begitu, para cowok juga sah-sah saja dong berkata: “Saya juga
ingin menguji rasa sayang cewek saya mas. Kalau memang dia sayang, masa
ga mau tidur dengan saya? Lha kalau pas pacaran aja dia sudah ga mau
melayani saya pas lagi horny, gimana pas udah nikah?”
Jadilah: pacaran,
seperti ajang jual beli. Sang wanita berharap materi, sang pria berharap
‘sesuatu dan lain hal’. Dan transaksi tersebut, dilakukan tanpa ikatan hukum yang jelas..
Hubungan antara
dua manusia itu, hampir sama di semua bidang, baik itu bisnis,
pekerjaan, cinta: sebaiknya ada hukum yang jelas dan mengikat. Untuk
bisnis, kita bersedia susah payah menempeli materai ke lembar perjanjian
kerja sama dan mendaftarkannya ke notaris terdekat. Untuk pekerjaan,
kita jauh lebih memilih bekerja dengan ikatan yang jelas secara hukum:
berapa lama jam kerja, berapa gaji yang diterima, apa saja hak dan
kewajiban kita sebagai pekerja, dan sanksi yang diterima kedua pihak
jika ada yang mungkir.
Lantas, kenapa
untuk hubungan cinta, tiba-tiba kita jadi polos dan hanya percaya dengan
kata-kata? Saat sesuatu hampir terjadi, bagaimana mungkin para wanita
kehilangan akal sehat dan percaya dengan kata-kata bullshit yang
dilandasi nafsu “Tenang dek, kalau hamil, abang pasti tanggung jawab
laah.. Udah rileks aja.. Enak enak..” ? Hubungan bisnis telah
membuktikan berkali-kali: sesuatu perjanjian tanpa ikatan hukum yang jelas, sering kali akan menjadi penyesalan besar di belakang hari.
Kenapa seolah-olah kita tidak belajar hal itu, dalam hubungan cinta?
Kenapa kita seolah-olah yakin rasa cinta kita akan bertahan selamanya?
Kebanyakan nonton film remaja nan romantis tentang indahnya cinta?
Jika perasaan
sentimentil nan lugu itu sedang ada di dalam hatimu sekarang sista,
sadarlah: itu cuma film. Dalam film, tanpa perlu menikah, sang pria
terlihat luar biasa gentle, mengabulkan semua keinginan sang wanita,
mengucapkan puisi tiap 5 menit sekali, memukuli segerombolan manusia
serigala yang mengancam, terbang jauh-jauh hanya untuk melihat kamu
selama beberapa menit, berlutut dan bersumpah bahwa hanya kematian yang
akan memisahkan, bahkan bersedia mengorbankan nyawanya untuk
menyelamatkan nyawa kamu. Film-film itu, lupa mencantumkan syarat dan ketentuan yang berlaku*, bagi sebagian pria: tanpa
payung hukum, semua itu kami lakukan asalkan kamu tetap cantik dan
muda, ga melahirkan sesuatu yang butuh pampers dan susu, tidak pernah
haid dan nifas, ga pernah cerewet minta uang belanja di saat kantong
lagi kempes, dan ga punya orang tua yang bisa bikin menantunya mati
berdiri..
Ingatlah sista:
pacaran, adalah suatu hubungan antar dua manusia, tanpa ada payung hukum
yang jelas. Kedua pihak bisa mengucapkan janji apa saja: memberi
kebahagiaan, mencintai seumur hidup, menikahi, pendidikan dan kesehatan
gratis, memberantas korupsi, bebas banjir dan macet: apa saja. Dan hanya
berdasarkan kata-kata itu, kamu tiba-tiba terlentang pasrah menyerahkan
milikmu yang paling berharga. Belajarlah. Sungguh, banyak pria di luar
sana yang bersedia bersumpah demi Tuhan, demi leluhur, dan demi
neneknya, asal kamu bersedia lompat ke kasur bersamanya. So, sebelum
dirimu memilih seorang pacar, yang sering kali hanya berdasarkan
romantisme, penampilan fisik, dan kesediaan sang pria untuk berkorban,
mungkin sebaiknya kamu meluangkan waktumu sebulan untuk nongkrong di
PPA. Yakinlah, cara pandangmu terhadap pacaran, tidak akan pernah sama
lagi…
Dan mungkin, mudah-mudahan, pada akhirnya, kamu akan sadar bahwa satu-satunya solusi untuk hubungan cinta yang sehat adalah: menikah..
(Dian Jatikusuma)
Label artikel Dian Jatikusuma |
Fakta Pacaran
judul Peduli Fakta Pacaran...By : PEDULI FAKTA
Ditulis oleh:
Unknown - Jumat, 04 April 2014
Belum ada komentar untuk "Peduli Fakta Pacaran"
Posting Komentar