Info Zaman: Dalang Kerusuhan 1988: Wiranto, Prabowo, atau LB Moerdani?
LB Moerdani adalah mantan Panglima ABRI merangkap Menhankam dan Pangkopkamtib. 3 Jabatan penting dan terkuat dalam militer dan keamanan dia kuasai. Jarang ada jenderal di Indonesia seperti ini.
Karirnya juga sbg perwira Intelijen yang ahli dalam membuat gerakan-gerakan rahasia.
Meski gemilang di militer, pada akhirnya ternyata LB Moerdani diberhentikan oleh Soeharto.
Jadi bisa disebut Barisan Sakit Hati yang punya motif untuk membuat kerusuhan agar Soeharto jatuh. Sementara Wiranto dan Prabowo yang di zaman Soeharto naik daun, justru tidak ada alasan berbuat rusuh.
Soeharto pun begitu. Sejelek-jeleknya diktator, dia tidak akan mau membuat negaranya rusuh karena jika rusuh, dia juga bisa terpental. Dan Prabowo meski pangkatnya cuma Kapten, pernah merencanakan menculik LB Moerdani dengan tuduhan makar (menurut Sintong Panjaitan):
"Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', saat menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis anak-anak Soeharto. Soeharto marah dan mecopot jabatan Moerdani. Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Kapten Prabowo Subianto (menantu Soeharto) pernah merencanakan menculik Moerdani karena tuduhan makar."
CSIS, ABRI Merah, Jenderak Jagal = Indonesia Tak Aman Bagi Islam
Keterlibatan CSIS (think tank Katolik) bisa dicium dari tokohnya Sofyan Wanandi yang sempat disebut terlibat peledakan bom di rusun Tanah Tinggi oleh PRD guna membuat kerusuhan menjelang lengsernya Soeharto:
Sofjan selalu lantang mengkritik ketidakadilan. Hal yang sudah dilakoni Sofjan sejak menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Jakarta Raya, yang turut memotori aksi massa menyuarakan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) tahun 1966 di Jakarta.
Sofjan selalu lantang mengkritik ketidakadilan sejak menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Jakarta Raya, yang turut memotori aksi massa menyuarakan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) tahun 1966 di Jakarta.
Tak pelak, dia pernah merasakan dinginnya sel penjara pada era Orde Lama serta sempat diperiksa tentara dan polisi dengan segala perang urat saraf atas tuduhan membiayai Partai Rakyat Demokratik (PRD) saat ada bom rakitan meledak di sebuah kamar di lantai lima rumah susun Tanah Tinggi, Johar, Jakarta Pusat, akhir Januari 1998. http://nasional.kompas.com/read/2011/03/06/03443345/twitter.com
Di awal reformasi Januari 1998, bom meledak di Rumah Susun Senen, Jakarta. Sejumlah tokoh terkenal seperti Surya Paloh, Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi, diisukan terlibat. http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=522&type=2#.U3F_4IGSwuc
Tapi di balik problem hebat itu, muncul isu baru yang mengagetkan. Tokoh CSIS dan konglomerat beken Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi dan Surya Paloh dituding terlibat dalam peledakan bom Tanahtinggi oleh aktivis PRD.
Menurut kalangan militer, termasuk Pangdam Jaya Mayjen Sjafri S., merujuk pada "bukti" surat elektronik yang ditemukan di tempat kejadian, Sofyan disebut sebagai donatur yang siap mengucurkan dana bagi perjuangan PRD.
Benang merah di antara Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi (CSIS) dan Surya Paloh adalah kedekatan mereka dgn AS yang ditengarai terlibat kerusuhan 1998 melalui CIA.
Sofyan Wanandi pernah dipenjara di zaman ORLA. Di zaman ORBA juga nyaris dipenjara. Sofyan bukan pengusaha biasa. Tapi "Pengusaha Politik"
Dalam Dunia Hukum Kriminal di AS, Means (Alat), Motive (Penyebab), dan Opportunity adalah 3 hal populer yang harus dibuktikan untuk membuktikan si penjahat memang terbukti bersalah.
Soal "Alat" LB Moerdani selaku mantan Panglima ABRI yang merangkap Menhankam dan Pangkopkamtib jelas punya banyak alat dan anak buah. Soal motif juga ada perselisihannya dengan Soeharto dan diberhentikan dari jabatannya sebagai Panglim ABRI oleh Soeharto.
Kesempatan, pada saat kerusuhan 1998 besar sekali.
In US Criminal law, means, motive, and opportunity is a popular cultural summation of the three aspects of a crime that must be established before guilt can be determined in a criminal proceeding. Respectively, they refer to: the ability of the defendant to commit the crime (means), the reason the defendant felt the need to commit the crime (motive), and whether or not the defendant had the chance to commit the crime (opportunity).
http://en.wikipedia.org/wiki/Means,_motive,_and_opportunity
According to a familiar adage, “means, motive, and opportunity” are necessary to prove one’s guilt in a criminal trial. By this logic, a crime would not have occurred had the perpetrator not had (1) the tools necessary to commit a crime (e.g., the weapon), (2) the actionable idea to commit the crime, and (3) an unencumbered chance at following through on intention.
http://en.wikipedia.org/wiki/Means,_motive,_and_opportunity
According to a familiar adage, “means, motive, and opportunity” are necessary to prove one’s guilt in a criminal trial. By this logic, a crime would not have occurred had the perpetrator not had (1) the tools necessary to commit a crime (e.g., the weapon), (2) the actionable idea to commit the crime, and (3) an unencumbered chance at following through on intention.
Inilah Dalang Kerusuhan Mei 1998 : Robert Strong
Obsesi saya selama 16 tahun terakhir adalah menemukan pihak yang menjadi dalang kerusuhan Mei 1998 sebab siapapun pihak yang berada di belakang serangkaian peristiwa di bulan-bulan terakhir Orde Baru yang berujung pada kerusuhan Mei 1998 itu sungguh sangat keji dan tidak berprikemanusiaan, membunuh ribuan manusia tidak berdosa hanya sekedar untuk menjatuhkan seorang presiden yang satu-satu kesalahan paling besar adalah berkuasa terlalu lama.
Sebagaimana kebanyakan rakyat Indonesia maka saya juga menghubungkan Kerusuhan Mei 1998 dengan persaingan antara dua jenderal yaitu Wiranto dan Prabowo. Semua bukti yang dipaparkan media massa selama ini memang mengerucut pada dua nama tersebut, masing-masing melakukan berbagai tindakan yang dapat diartikan sebagai usaha untuk mendukung Kerusuhan Mei 1998, seperti kepergian Wiranto ke Malang pada hari kerusuhan dengan membawa seluruh panglima angkatan perang; atau bercandaan Prabowo kepada Lee Kuan Yew menjelang Pemilu 1997 bahwa dia mungkin akan memberontak.
Namun demikian, hasil penelitian saya selama 16 tahun justru menemukan fakta yang berbeda, bahwa dalang sesungguhnya dari Kerusuhan Mei 1998 bukan Wiranto maupun Prabowo, melainkan para barisan sakit hati Orde Baru, dan berikut ini adalah hasil penelusuran tersebut.
Yang harus kita telusuri pertama kali adalah motivasi Kerusuhan Mei 1998, dan berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 ditemukan fakta bahwa pelaku utama kerusuhan adalah bukan rakyat setempat, melainkan orang-orang berbadan tegap berambut cepak yang secara terkoordinir memprovokasi rakyat dan menyiram gedung-gedung dengan bensin yang sudah mereka bawa kemudian membakar. Setelah rakyat terprovokasi orang-orang ini kemudian menghilang.
Semua petunjuk menunjukan bahwa provokator di lapangan adalah militer, namun pertanyaannya militer di bawah komando siapa?
Semua petunjuk menunjukan bahwa provokator di lapangan adalah militer, namun pertanyaannya militer di bawah komando siapa? Ini adalah pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah terungkap, akan tetapi dari keahlian para provokator itu dapat dipastikan mereka adalah intelijen dan bukan orang lapangan.
Akhirnya selama bertahun-tahun saya hanya bisa menduga-duga pelakunya antara Prabowo atau Wiranto, sampai suatu saat saya menemukan dua buku otobiografi yang melengkapi semua puzzle yang ada, yaitu buku Salim Said, dan Bill Tarrant, mantan kontributor asing the Jakarta Post, keduanya saya beli di Indonesia, yang pertama di Gramedia, yang kedua di Kinokuniya Plaza Senayan.
Benny Moerdani pernah mengatakan kepada dia dan angkatan 66 lain bahwa cara menjatuhkan Pak Harto adalah melalui berbagai kerusuhan untuk mendestabilisasi keadaan yang akan membuat kursi Pak Harto goyah
Banyak informasi penting dalam buku Salim Said, tapi yang paling penting adalah Benny Moerdani pernah mengatakan kepada dia dan angkatan 66 lain bahwa cara menjatuhkan Pak Harto adalah melalui berbagai kerusuhan untuk mendestabilisasi keadaan yang akan membuat kursi Pak Harto goyah dan saat itu Pak Harto akan mudah didongkel. Itu dia, ini jawabannya, dan semua masuk akal, siapa lagi yang bisa mengeksekusi pekerjaan intelijen serapi Kerusuhan Mei 1998 bila bukan raja intelijen, Benny Moerdani?
Jalinan cerita dari Salim Said tersebut kemudian menyambung dengan cerita Bill Tarrant bahwa The Jakarta Post yang tadinya diciptakan pendiri CSIS Jusuf Wanandi dan Ali Moertopo sebagai mesin propaganda Orde Baru ke dunia luar sejak tahun 1990 tiba-tiba ikut menyerang Orde Baru dengan isu HAM, demokrasi, bertepatan dengan tersingkirnya CSIS dari Orde Baru. Selain itu The Jakarta Post juga adalah kekuatan di belakang layar yang membangkitkan para LSM yang sudah menjelang mati suri untuk melawan Orde Baru, dan yang lebih penting lagi, The Jakarta Post adalah donatur utama dari gerakan mahasiswa 1997-1998, dan bahkan markas besar mahasiswa saat itu adalah kantor The Jakarta Post!!
The Jakarta Post adalah donatur utama dari gerakan mahasiswa 1997-1998, dan bahkan markas besar mahasiswa saat itu adalah kantor The Jakarta Post!!
Ternyata LB Moerdani Bagian dari CSIS
Siapa menyangka bahwa provokator Kerusuhan Mei 1998 adalah kantor redaksi salah satu koran yang paling dihormati di Indonesia?? Tapi semua masuk akal sebab Benny Moerdani adalah bagian dari CSIS dan mewarisi jaringan opsus yang sudah dibangun oleh Ali Moertopo beserta strategi penggunaannya. Sedangkan CSIS maupun Benny Moerdani, sebagaimana ditulis Jusuf Wanandi dalam The Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru sangat dendam sebab Soeharto menyingkirkan mereka dan melupakan jasa Ali Moertopo maupun Hoemardani, patron CSIS.
Semua bertambah masuk akal bila kita mengingat strategi favorit Ali Moertopo dalam menjatuhkan lawan adalah mendestabilisasi keadaan.
Semua bertambah masuk akal bila kita mengingat strategi favorit Ali Moertopo dalam menjatuhkan lawan adalah mendestabilisasi keadaan. Dengan menggunakan cara ini dia berhasil memaksa Soekarno memberikan supersemar kepada Soeharto; dan dengan menempatkan kuda troya bernama Hariman Siregar, Ali Moertopo berhasil memancing mahasiswa Universitas Indonesia untuk terlibat dalam kerusuhan Malari yang pada akhirnya menjatuhkan saingan Ali Moertopo, Jenderal Soemitro. Adapun keterangan bahwa Hariman Siregar adalah anak buah Ali Moertopo dan mendapat posisi di senat Universitas Indonesia adalah keterangan Jenderal Soemitro di pembelaan dirinya mengenai Malari.
Semua bertambah masuk akal bila kita juga mengingat bahwa Benny Moerdani ada di belakang Megawati ketika kerusuhan 27 Juli 1996 pecah; dan menjelaskan mengapa jenderal-jenderal seperti Agum Gumelar; SBY; Sutiyoso; Hendropriyono berani bersekongkol dengan Megawati mencetuskan Kerusuhan 27 Juli 1996, sebab mereka mendapat dukungan dari Benny Moerdani.
Semua bertambah masuk akal bila kita juga mengingat bahwa Benny Moerdani ada di belakang Megawati ketika kerusuhan 27 Juli 1996 pecah; dan menjelaskan mengapa jenderal-jenderal seperti Agum Gumelar; SBY; Sutiyoso; Hendropriyono berani bersekongkol dengan Megawati mencetuskan Kerusuhan 27 Juli 1996, sebab mereka mendapat dukungan dari Benny Moerdani.
Soeharto sendiri tampaknya sudah tahu bahwa Benny Moerdani ada di belakang kejatuhan dirinya, sebab sesaat setelah dia lengser keprabon, Soeharto segera merajut hubungan kembali dengan Benny, termasuk pertemuan bertiga antara dirinya, Gus Dur dan Benny di luar kota Jakarta.
Berdasarkan semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CSIS dan Benny Moerdani adalah aktor utama Kerusuhan Mei 1998 dan bukan Wiranto maupun Prabowo.
Lalu siapa pengganti LB Moerdani setelah mangkat?
Susilo Bambang Yudhoyono Adalah Penerus LB Moerdani. Jangan remehkan lawan anda karena lawan akan mudah menyerang anda kembali. Begitulah bunyi kata bijak tentang perlunya mawas diri dan mengetahui lawan anda.
Demikian halnya dengan Presiden SBY, ia tidak selemah yang anda kira. Jika Anda adalah salah satu dari sekian banyak rakyat Indonesia yang meremehkan SBY dengan segala stigma yang dilekatkan kepadanya di media-media nasional yang terkait dengan karakter dan kinerjanya selama menjadi presiden, misalnya “Jenderal kok peragu”, atau “Jenderal belakang meja”, atau “SBY lamban seperti kerbau” atau “Jenderal yang hobi curhat”, dan lain sebagainya.
Dari sisi karakter atau sifat, tampaknya SBY termasuk dalam orang-orang yang bersifat plegmatif yang dari luar selalu terkesan peragu, pendiam, lamban dan perlu didorong.
Dari sisi karakter atau sifat, tampaknya SBY termasuk dalam orang-orang yang bersifat plegmatif yang dari luar selalu terkesan peragu, pendiam, lamban dan perlu didorong. Akan tetapi karakter pragmatif yang terlalu sering ditekan dapat membalas dengan lebih keras sekali dia membulatkan tekad bahwa dia telah cukup bersabar dengan para penganggu. Jadi secara teoritis orang plegmatis hanya tampak lemah di luar tetapi sebenarnya mereka berkarakter kuat.
Selain itu, kita juga melupakan bahwa SBY memang bukan jenderal yang ahli pertempuran lapangan sehingga tidak heran secara wibawa dia kalah dan tampak tidak setegas dari purnawirawan jenderal lain, katakanlah Prabowo, namun demikian jenjang karir SBY sebagai intelejen ABRI (sekarang TNI) justru dapat membuatnya jauh lebih misterius dibandingkan purnawirawan jenderal lain.
Secara historis, SBY adalah pelaku reformasi bangsa namun kita memang bangsa yang terlalu lelah dan pelupa pada banyaknya agen spin doctor yang membuat kita lupa dengan kejahatan penguasa negara beserta mafianya.
Ingat, SBY itu intelijen militer yang berperan dalam membangun musuh bersama rakyat dalam melengserkan Suharto.
Kembali ke peran SBY, berkat operasi intelijen yang dilakukannyalah maka “para pseudo reformis” dapat menjatuhkan Pak Harto yang saat itu dikawal dua jenderal paling kuat, Wiranto sebagai mantan ajudan dan Prabowo yang masih menantunya, termasuk dengan penyebaran press release tanpa izin Wiranto bahwa ABRI sudah tidak mendukung Soeharto. Jadi “Bapak Reformasi” yang sebenarnya adalah SBY dan bukan Amien Rais atau yang lain.
Saat itu dengan hanya bergerak di belakang layar, SBY bukan saja mampu mendorong jalannya reformasi, akan tetapi juga mengambil kesempatan dari rivalitas antara Wiranto dan Prabowo untuk kemudian memetik hasilnya sehingga sanggup menjadi presiden Indonesia sebanyak dua periode dan membangun Dinasti Cikeas.
Dari sisi apapun jelas operasi senyap yang dilakukan intelejen lebih efektif dan efisien daripada operasi terbuka. Terbukti mayoritas lawan politik SBY hari ini mulai dibungkam melalui serangkaian operasi intelejen senyap yang mana tanpa mereka duga tiba-tiba mereka ditangkap oleh KPK atau aparat lain.
Bisa di bilang sejauh ini SBY adalah satu-satunya pewaris dinasti intelijen militer Indonesia yang pernah terkenal dan menjadi momok bagi sebagian rakyat Indonesia mulai dari Zulfikli Lubis, Ali Moertopo, sampai Benny Moerdani.
Dinasti intelijen militer Indonesia yang pernah terkenal dan menjadi momok bagi sebagian rakyat Indonesia mulai dari Zulfikli Lubis, Ali Moertopo, sampai Benny Moerdani.
SBY, demi mengejar kekuasaan pribadi dengan menggadaikan SDA negara untuk kekuasaan dan menikam 3 Presiden sebelumnya, yakni Suharto, Gus Dur dan Megawati.
Karena SBY adalah generasi baru dinasti intelijen militer Indonesia pasca matinya LB. Moerdani.
Label artikel LB Moerdani |
WIRANTO
judul Melawan Lupa (5): Peran 'Jenderal Jagal' LB Moerdani Pada Kerusuhan 1998...By : PEDULI FAKTA
Ditulis oleh:
Unknown - Senin, 14 Juli 2014
Belum ada komentar untuk "Melawan Lupa (5): Peran 'Jenderal Jagal' LB Moerdani Pada Kerusuhan 1998"
Posting Komentar