Sebagaimana terpantau pada pemberitaan online, hari ini (27/5) banyak
dijumpai gelaran atau agenda politik khususnya dalam rangka persiapan
menjelang Pilpres 2014. Hari libur Isro Mi’roj ini memberikan sedikit
keleluasaan untuk juga mengikuti pemberitaan di televisi. Sudah menjadi
rahasia umum bagi siapapun di republik ini tentang cerita “keberpihakan”
dua media televisi yang notabene adalah sama-sama televisi berita.
Sebut saja, Metro tv dan tvOne, dua-duanya bisa dikatakan 11-12, setali
tiga uang, sama saja.
Kali
ini fokus perhatian adalah pada Metro tv yang kebetulan kualitas
gambarnya di area saya tinggal dapat ditangkap lebih bagus ketimbang
tvOne. Kebetulan lainnya adalah Metro tv memulai “pertarungan
berita”-nya lebih awal hari ini (sekira pukul 11) yaitu dengan tayangan
live “Rakernas Partai Nasdem” yang dihadiri tokoh-tokoh partai koalisi
(baca: kerjasama/gotong royong), beserta Capres-Cawapres yang juga turut
hadir. Itulah yang membuat mata ini tertuju pada pemberitaan di Metro
tv dan enggan beranjak untuk beberapa saat lamanya.
“Memperkosa
berita” sebagaimana judul dari tulisan ini bukanlah pemberitaan pada
saat Rakernas Partai Nasdem tersebut melainkan sekira beberapa saat
setelah acara tersebut berakhir, yaitu manakala pemberitaan beralih pada
“dukungan artis”, kurang lebih begitu judul berita tersebut. Beruntung
pemberitaan ini bersifat live sehingga dapat lebih dinikmati suasana
liputannya. Sekiranya liputan akan menayangkan rencana kedatangan
“capres tertentu yang diusung” ke Gang POTLOT yang merupakan salah satu
markas artis atau musisi itu. Membaca judul pemberitaan yang disertakan
tersebut, opini publik termasuk saya sudah barang tentu menanti-nantikan
bentuk dukungan seperti apa yang dimaksud, apakah dalam bentuk
deklarasi atau bagaimana. Belakangan diketahui bahwa bentuk “dukungan”
tersebut adalah dengan penyerahan manifesto serta kesediaan tampil dalam
keadaan mendesak (baca: terancam kalah).
Yang
menarik adalah, sebelum acara inti tersebut disuguhkan, dalam liputan
live pula, Prita Laura menampilkan wawancara dengan para Slankers (fans
dari Slank) yang sedang nongkrong di Gang Potlot yang merupakan markas
kebanggaan mereka tersebut. Sebagai pengantarnya, Prita sempat bercerita
sedikit seputar group musik Slank yang didukung oleh komunitas Slankers
di seluruh Indonesia. Prita mengatakan pula bahwa Slank beserta
komunitas Slankers ini memiliki sisi potensial untuk menjadi sebuah
partai politik, begitu kelakarnya. Dikelilingi oleh sekira lima orang
Slankers, Prita Laura kemudian menanyakan seputar dukungan Slank dan
juga menggali apakah para Slankers akan mengikuti group musik Slank yang
mereka idolakan itu.
Disinilah awal mula munculnya jawaban yang tidak sesuai dengan harapan (baca: nyeleneh) dari para Slankers. Mereka mengatakan bahwa belum tentu dukungan politik mereka akan sama dengan para personel Slank. Menanggapi jawaban yang sepertinya diluar harapan (unexpected answer)
tersebut, dengan mimik yang sedikit berubah, Prita mencoba lagi
mengulang pertanyaan yang kurang lebih sama ke Slankers lainnya hingga 2
atau 3 kali berganti mic. Namun, lagi-lagi jawabannya mirip-mirip, kali
ini lebih tegas lagi, mereka para Slankers mengatakan bahwa
komunitasnya merupakan komunitas yang sudah demokratis
dan saling menghormati pilihan satu sama lainnya. Yang menjadi lucu
adalah, opini bahwa Slankers akan mengikuti Slank ini justru dimunculkan
berulang-ulang oleh Prita Laura dan dibawa dalam sesi selanjutnya yaitu
dalam diskusi dengan pengamat, meski sudah dibantah sendiri oleh para
Slankers pada sesi wawancara sebelumnya.
Sikap yang ditunjukkan Prita seperti ini tidaklah menunjukkan sebuah penggalian berita yang alami (naturalistic inquiry)
yang seharusnya dimiliki oleh para jurnalis profesional seperti
dirinya. Mungkin, apa yang dikatakan oleh ‘bos’ Metro tv sendiri, Surya
Paloh, dalam Rakernas pagi harinya belum betul-betul dipahami oleh para
jurnalisnya. Surya Paloh dengan tegas dan berapi-api mengatakan bahwa “katakan yang benar itu benar dan yang salah itu tetap salah.”
Statemen seperti inilah yang seharusnya dapat diinternalisasikan oleh
seluruh kru pemberitaan Metro tv sehingga berita yang didapat juga
benar-benar berita yang berbobot dan tidak berpihak. Dalam hal ini, mau
tidak mau, sudah seharusnya mereka belajar dari para Slankers yang lebih
mempunyai prinsip dan lebih demokratis dari hanya sekadar menjadi
“boneka” ataupun pem-beo.
Kejadian
lucu hari ini mengenai pemberitaan di Metro tv nampaknya tidak berhenti
disitu saja. Di acara berita utama Metro tv, ada satu lagi berita yang
kebetulan tertangkap mata dan sulit akal ini untuk bisa memahami logika
bahasa yang diberikan. Berita itu diberi judul yang kurang lebihnya
adalah “Sultan menolak tawaran jurkam (kubu tertentu).”
Dari judul ini, harapan saya akan berita yang muncul selanjutnya adalah
sosok Sultan yang mengatakan dengan tegas ataupun eksplisit bahwa saya
menolak tawaran menjadi jurkam, dsb.
Alih-alih
mendapatkan berita seperti itu, justru tidak ada satu katapun yang
dapat menjadi pembenaran untuk judul yang telah diberikan itu. Logikanya
adalah, Sultan sudah mendapat tawaran dan kemudian ditolaknya. Namun,
yang terjadi, Sultan sama sekali belum mendapatkan tawaran, “enggak…
belum…” itulah tanggapan yang dilontarkan Sultan atas pertanyaan para
pemburu berita.
Dengan demikian, sudah selayaknya kata “tawaran”
itu dihilangkan dari judul berita yang digunakan Metro tv sebagai
propaganda penggiringan opini tersebut. Memang, dalam beberapa
pemberitaan online, pemberitaan serupa juga bermunculan seperti dari
Tribunnews dengan judul “Sultan Tolak Jadi Jurkam …”, atau juga Vivanews
dengan judul “Terganjal UU, Sri Sultan Batal Jadi Jurkam …”. Namun,
kedua pemberitaan online tersebut dirasa sudah tepat dengan mengaitkan
statemen Sultan tersebut dengan pernyataan Ketum partai tertentu yang
memang berniat menggandeng Sultan menjadi jurkam. Mereka serta tidak memunculkan kata baru “penawaran”
sebagaimana dilakukan Metro tv. Sekali lagi, itu baru sebatas niatan
(yang bersifat pasif) dan belum diwujudkan dalam bentuk tawaran (yang
cenderung bersifat aktif). Oleh karenanya, kata “tawaran”
menjadi sangat tidak relevan dengan konteks pemberitaan yang dimaksud.
Mungkin ada kalanya, sekali lagi, para pekerja media yang bernaung di
bawah Metro tv agar dapat lebih menghayati atau mencamkan kata-kata yang
dikeluarkan oleh atasan mereka sendiri: “Katakan yang benar itu benar, dan yang salah itu adalah salah”.
(Roko Patria Jati)
(Roko Patria Jati)
Label artikel Bagaimana Media Massa Menggiring Opini Publik? |
Kebusukan Media
judul Memperkosa Berita ala Metro Tv...By : PEDULI FAKTA
Ditulis oleh:
Unknown - Kamis, 29 Mei 2014
Belum ada komentar untuk "Memperkosa Berita ala Metro Tv"
Posting Komentar