PEDULI FAKTA

Twitter @PeduliFakta

Tampilkan postingan dengan label Anti Komunisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anti Komunisme. Tampilkan semua postingan
Dialog Netizen VS Dobolers (menjawab logika bodoh)

Dialog Netizen VS Dobolers (menjawab logika bodoh)

Dobolers : Kalian belum bisa move on ya?

Netizen : Kamu lah yang belum move on, karena segala sesuatunya masih dihubungkan dengan Pilpres..

Dobolers : Kalian barisan sakit hati !

Netizen : Masa? Saya gak pernah sakit hati tuh.. Justru saya bangga tidak salah pilih, tidak di-PHP, dan yang terpenting tidak ada beban moral atas penderitaan rakyat saat ini.. Kamu sendiri gimana rasanya di-PHP? Sakitnya tuh "disini" ya?

Dobolers : Kalian gak ikut milih kok ikut kritik ?

Netizen : Andai saja kenaikan BBM, utang negara, listrik, sembako, elpiji, KHUSUS UNTUK PENDUKUNG JOKOWI, maka saya jamin 100% tidak akan ada kritikan. Kenapa saya sekarang kritik, karena saya gak ikut milih dia tapi kena imbasnya !!!

Dobolers : Kalau gak suka, pindah negara saja !!

Netizen : Memangnya negara ini punya MBAHMU? Mana sertifikat tanahnya? Enak aja main usir segala.

Dobolers : Memangnya apa yang sudah kamu lakukan untuk negara ini ?

Netizen : Saya sudah bayar pajak penghasilan tiap bulan, pajak kendaraan bermotor tiap tahun, pajak bumi dan bangunan tiap tahun, pajak pertambahan nilai tiap kali belanja, dan pajak lainnya. Itulah sumber devisa negara, termasuk untuk menggaji presiden. Lalu apa yang sudah pemerintah lakukan pada rakyatnya? Pernah gak mikirin rakyat? Pernah gak mikirin efek domino kenaikan BBM, elpiji, listrik? Pernah gak mikirin susahnya cari pekerjaan karena ekonomi kita yang semakin lemah dan rupiah semakin terpuruk? Apakah kartu-kartu ajaibnya itu bisa bikin rakyat sejahtera? Mikir !!! Tandatangan KEPRES aja gak dibaca dulu, apalagi mikirin perut rakyat.

Dobolers : Kalian minta subsidi terus !!

Netizen : Dalam UUD 45 Pasal 33 dijelaskan bahwa kekayaan negara harus dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Subsidi bukanlah hal yang haram. Justru kewajiban pemerintah yang harus membantu rakyatnya, terutama rakyat miskin. Sekarang kayaknya sudah kebalik, bukan pemerintah yang mensubsidi rakyat, tapi rakyat yang mensubsidi pemerintah.

Dobolers : Emangnya jadi presiden gampang ?? Susah tau !!

Netizen : Ya kalo ga sanggup, tinggal ngundurin diri aja. Gitu aja kok repot.

Dobolers : Kalian cuma bisa mengkritik tanpa memberikan solusi !!

Netizen : Bukankah presiden dan bawahannya digaji oleh rakyat untuk bekerja. Buat apa ada presiden dan menteri kalau tidak mampu memberikan solusi? Apakah harus menuntut rakyat melulu untuk memberikan solusi? Sudah digaji, masih minta solusi. Kalau begitu untuk apa ada presiden jika semua masalah dikembalikan ke rakyatnya sendiri?

Dobolers : Tapi kan baru beberapa tahun masa dikritik, tunggu 5 tahun dulu lah..

Netizen : Misalnya kamu punya mobil mogok, trus masuk bengkel, diurus sama montir, si montir kerja nya gak beres, eh bukannya tambah baik malah tambah rusak, Apakah kamu harus menunggu MOBILMU HANCUR DULU, baru boleh komplen?

Dobolers : Achhh.. kalau Prabowo jadi presiden juga paling sama juga ancurnya.. atau bisa jadi lebih parah...

Netizen : Itulah bedanya kami dengan kalian.. Bagi kami, siapapun yang jadi presiden, tetap harus dikritisi jika kerjaannya tidak benar.. tidak peduli siapa orangnya.. tidak seperti kalian yang "Cinta Buta".. Tapi syukurlah.... kamu sudah mulai sedikit sadar atas kondisi negara saat ini..

Dobolers : Sadar apanya?

Netizen : itu kamu bilang "sama juga hancurnya.. atau lebih parah".. berarti saat ini kamu mengakui kehancuran itu.. Selamat datang di kehancuran Brow...

Apa beda sosialisme dan komunisme?

Apa beda sosialisme dan komunisme?

Pada dasarnya sosialisme dan komunisme itu dua hal berbeda, sosialisme ini teori ekonomi tentang subsidi antara yg lebih kepada yg kurang, sedangkan komunisme adalah ideologi yg menekankan penghilangan subsidi (karena tidak ada kaya miskin dalam komunisme) dan tidak mengakomodir ideologi lain.

Salah satu bentuk sosialisme adalah koperasi dimana di miliki oleh org banyak dengan distribusi tanggung jawab dan hak sedangkan komunisme tidak ada distribusi tanggung jawab dan hak yang ada hanya distribusi tanggung jawab (buruh hanya sebagai buruh, tentara hanya sebagai tentara, petani hanya sebagai petani) dan haknya di samakan semua, karena perhitungan pendapatan dalam komunisme adalah teori surplus value S/V yaitu kalori yg di keluarkan harus mendapatkan kelebihan dalam bentuk gaji dan ini tidak boleh berlebih.

Pada sosialisme surplus value ala marx dk katakan sebagai upah besi kenapa demikian?? karena marx yg menitik beratkan pada kalori (energi primer), teori upah besi adalah upah yg di berikan utk buruh hanya untuk bertahan hidup tanpa memanusikan buruh itu dalam hal kebutuhan sekunder dan tertier, gagasan upah besi ini di gagas oleh David Ricardo.

Komunisme tidak bisa di gunakan dengan ideologi lain, sedangkan sosialisme bisa karena sosialisme hanya ilmu distribusi ekonomi sedangkan komunisme adalah ilmu pemusatan ekonomi dan ideologi, socialisme bisa di gabung dengan ideoloi kanan (liberal) dimana menjadi social demokrat yg dipraktekan oleh belanda pada jaman PM coljin dan juga inggris sekarang di bawah partai buruh sedangkan komunisme tidak bisa.

Komunisme dia berbicara tentang ideologi sehingga pada negara komunisme tidak ada boleh ada ideologi pasar lain yg berkembang termaksud agama sedangkan di socialisme ideologi lain bisa berkembang.

Socialisme yg tadinya ilmu distribusi ekonomi mempunyai beberapa variant turunan salah satunya adalah komunisme, karena komunisme adalah (marx+energi bebad), ideologi yg lain adalah Anarchisme (Massa Goverment dan keadaan tanpa ada alat pemaksa), sindikalisme yaitu gabungan antara anarchisme dan socialisme seperti di praktekan di brazil.

Jadi intinya apa?? komunisme itu non sense alias agama baru berdasarkan teori sociologi dan ekonomi yg statis dan kuno, sedangkan socialist adalah ilmu ekonomi yg berkembang terus sesuai keadaan pasar yg menitik beratkan pada distribusi welfare dan pajak. jadi kalo ada buruh ngaku komunis maka dia gk boleh demo, karena komunisme dalam teori surplus value hanya menghitung kalori dan tidak menghitung rice cooker, perfume, kredit motor dsb 😂

API KARTINI ,TAUFIK ISMAIL DAN PRAMODYA

API KARTINI ,TAUFIK ISMAIL DAN PRAMODYA

API KARTINI

Beberapa hari lalu kita dibuat kaget dengan berita Taufiq Ismail yang dituduh sebagai provokator. Puisi Taufiq Ismail dituduh "memfitnah" PKI dalam sebuah seminar. Kita jadi bengong, Kok PeDe banget panitia dan peserta seminar Komunisme itu membalikan fakta ?! Sepertinya posisi mereka semakin menguat sehingga berani unjuk gigi :-(

Taufiq Ismail yang dulu aktif menyerang Pramudya yang aktif di Lekra tentu tak rela jika Ilham Aidit mengaku sebagai pihak terdzalimi. Udah nyata-nyata PKI membantai ribuan warga Indonesia, Eeee ngakunya pihak terdzalimi

Tau nggak sih, Dulu Lekra mati-matian mengusung penokohan Kartini. Bahkan Pramudya membentuk tim riset khusus "API KARTINI" utk kepentingan tersebut. Tim riset ini bolak-balik Jakarta - Jepara - Rembang - Solo - Semarang - Blora. Jauh sebelum Soekarno mentahbiskan Kartini sebagai pahlawan di tahun 1964, Gerwani sudah membuat majalah Kartini

Majalah tersebut menjadikan Kartini role model wanita Indonesia. Berhubung masa itu PKI beserta anteknya menguasai Indonesia, Maka mudah saja bagi PKI mngusulkan nama tersebut menjadi pahlawan

Bukan, Bukan saya menuduh Kartini komunis. Sama sekali bukan. Saya hanya ingin menunjukan betapa Lekra, Gerwani dan PKI begitu getol mengusung dan mentahbiskan Kartini. Hasil riset tim API KARTINI itu menghasilkan buku "Panggil Aku Kartini Saja" ditulis oleh Pramudya Ananta Toer. Buku ini merupakan pandangan kaum kiri terhadap Kartini

Bukan, Bukan saya mengecilkan API KARTINI. Saya cuma kurang puas saja... Karena begitu banyaaaaaakkkkk perempuan pejuang Indonesia lainnya yang lebih riil perjuangannya dari Kartini. Ada Rohana Kudus, Malahayati, Ratu Kalinyamat, Siti Aisyah We Tenriolle, Dll. Perjuangan mereka riil, Bukan sebatas wacana saja... Tapi mereka terlupakan...

Tim riset Undip beserta Pemda Jepara pernah mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan... Tapi usul ini belum disetujui. Padahal Ratu Kalinyamat sangat berjasa menghadang penjajahan Portugis di Indonesia. Ratu Kalinyamat dengan gagah berani menyerang Portugis di Selat Malaka hingga dua kali. Sebanyak 7000 prajurit Jawa syahid dalam penyerbuan ini. Makam mereka memenuhi selat malaka. Tak terhitung yang terkubur di laut...

Atau Siti Aisyah We Tenriolle, Ratu Cendekia dari Sulawesi. Ia sudah membuat sekolah utk perempuan jauuuuuhhhh sebelum Kartini lahir. Ia juga menulis epos "LaGaligo" yang merupakan epos terpanjang di dunia melebihi Mahabharata.
Apa kita orang Jawa pernah mendengar nama We Tenriolle ? Tidak kan...

Atau Rahmah El-Yunusiyyah yang mendapat gelar Syaikhah (profesor) dari Univ Al-Azhar Kairo. Kurikulum buatan Rahmah di Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang dicontoh oleh Al-Azhar... Masya Allah... Luar biasa sekali

Dan masih banyaaaaakkkk sederetan nama-nama perempuan Indonesia lainnya yang pantas mendapat gelar pahlawan. Untuk lebih jelasnya silakan baca buku saya yang berjudul "Perempuan Pejuang, Jejak Perjuangan Perempuan Islam Nusantara dari Masa ke Masa"

Buku ini saya susun sebagai bentuk penghargaan terhadap para perempuan pejuang Indonesia yang terlupakan..."

Ditulis oleh ibu Widi Astuti

Dokter di Siberia mengobati pasien ketagihan seks, narkoba, dan miras dengan cambuk rotan (hudud)?

Dokter di Siberia mengobati pasien ketagihan seks, narkoba, dan miras dengan cambuk rotan (hudud)?

The Siberian Times, Januari 2013.

Tak seperti kebanyakan klinik rehabilitasi biasa, di klinik Dr. German Pilipenko dan Professor Marina Chukhrova, para penderita ketagihan seks dan ketagihan bekerja akan diberi konseling dan disebat dengan rotan sebanyak 60 kali sebagai terapinya.

Dokter di Siberia sembuhkan pasien ketagihan seks, narkoba, dan miras dengan cambuk rotan (hudud)? 

Terapi sebat rotan itu mungkin terlihat kejam, tetapi kedua pakar itu menegaskan, perwatan ini bukan hukuman untuk mempermalukan mereka. Berikut hasil wawancara The Siberian Times pada Januari 2013 mengenai teknik hudud (dalam hal ini sebat rotan, red.) dalam penyembuhan pasien pecandu seks, narkoba, dan miras.

Dr. German Pilipenko: “Kami menemukan analogi verbal untuk setiap rasa, dan menciptakan kata-kata pendukung dari dalam diri pasien untuk dirinya sendiri. Kami membantu menciptakan semacam dialog internal sehingga setiap stress dapat dipahami secara jelas bagaimana rasanya, siapa saja penyebabnya, bagaimana cara menanggulanginya, dan bagaimana mereka akan melewati situasi tersebut.”

Perlakuan ini, klaimnya, “merupakan sebuah metode kuno yang disebut ‘wortel dan tongkat’, yang bekerja dalam dua cara. Kami memberi tanda berupa 1 rasa sakit untuk 1 kesalahan (yang dilakukan pasien) di tubuh pasien, dan merangsang tindakan koreksi di kemudian hari dari pasien tersebut, sehingga pasien dapat melakukan sesuatu yang lebih baik di masa depan, memenuhi impian-impian mereka.”

“Rasa sakit yang ditimbulkan berperan sebagai peringatan sehingga individu pasien tidak akan membiarkan rasa tersinggung, terganggu, marah, malas, merasa diisolasi atau putus asa menghalangi jalannya menuju prestasi-prestasi selanjutnya.”

“Kami menolong dengan cara berbicara dengan mereka melalui pengalaman menyakitkannya, meyakinkan mereka bahwa tak akan ada lagi kebingungan atau rasa takut dari merasa sakit, melainkan mereka akan beroleh kejelasan dalam memahami bagaimana mereka harus mengatasi sakit ini dalam keadaan pikiran yang jernih dan mengamati reaksi diri sendiri terhadap kesalahan dan akibatnya.”

“Metode kami seperti kejadian sekali seumur-hidup yang akan diingat pasien selamanya. Ini menolongnya untuk melihat diri dan sumber daya pribadinya, yang akan membuatnya lebih sehat dan lebih bahagia.”

“Ini seperti cara kerja vaksinasi yang membuat sistem imunitas menjadi semakin kuat. Jadi kami membuat ‘pukulan anti-stress’ ke sistem syaraf pasien. Metode kami membantu pasien memperpendek reaksi emosional terhadap penyebab stress, dan membuat pasien menyadarinya, sekaligus dapat mengendalikannya.”

“Sejumlah besar penyakit psikosomatis dapat ditangani dengan metode cepat dan dinamis ini. Kami mendapati banyak pasien merasa terganggu dengan dirinya sendiri dan dengan dunianya, merasa tak berdaya, apatis, rentan, dan lelah. Kami bantu mereka mengubah cara mereka merespon stress, dan menolong mereka mengatasi segala situasi mengawatirkan lainnya di masa yang akan datang.”

Maasyaa Allah, ternyata teknik sebat yang merupakan syariat hudud dalam Islam begitu sarat akan hikmah dan manfaat pengobatan. Namun barangkali, akibat keterbatasan akal kebanyakan manusia belum semua orang dapat menalarnya. Maka sebagai Mukmin, kita harus yakin bahwa Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya tidak akan memutuskan suatu hal, kecuali kebaikannya jauh lebih besar, daripada keburukannya. 

Perintah Allah Al-Hakim atas hudud ini tentu bersumber dari pengetahuan-Nya Yang Maha Luas. Selain itu, sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa Allah Ta’ala sangat menyayangi makhluknya melebihi sayangnya ibu kepada anaknya (HR. Bukhari: 5999 dan Muslim: 2754). (adibahasan/arrahmah.com)

- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2015/08/26/dokter-di-siberia-sembuhkan-pasien-ketagihan-seks-narkoba-dan-miras-dengan-hudud.html#sthash.yURooNUQ.dpuf
SEJARAH & KEBIADABAN PKI DARI MASA KE MASA..!!

SEJARAH & KEBIADABAN PKI DARI MASA KE MASA..!!

BELAJAR DARI SEJARAH
(PKI Thn. 1960 s/d Sekarang).

Untuk kewaspadaan nasional jangan lupa dengan sejarah agar dijadikan pelajaran jangan melakukan kesalahan yang sama.

1. Tahun 1960 : Soekarno meluncurkan slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.

2. Tanggal 17 Agustus 1960 : Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustuts 1960 tentang PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.

3. Pertengahan Tahun 1960 : Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 (dua) juta orang.

4. Bulan Maret 1962 : PKI resmi masuk dalam pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.

5. Bulan April 1962 : Kongres PKI.

6. Tahun 1963 : PKI memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”mempersenjatai rakyat untuk bela negara” melawan Malaysia.

7. Tanggal 10 Juli 1963 : Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.

8. Tahun 1963 : Atas desakan dan tekanan PKI terjadi Penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain : KH. Buya Hamka, KH.Yunan Helmi Nasution, KH. Isa Anshari, KH. Mukhtar Ghazali, KH. EZ. Muttaqien, KH. Soleh Iskandar, KH. Ghazali Sahlan dan KH. Dalari Umar.

9. Bulan Desember 1964 : Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.

10. Tanggal 6 Januari 1965 : Atas desakan dan tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1 / KOTI / 1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah memfitnah PKI

11. Tanggal 13 Januari 1965 : Dua sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) menyerang dan menyiksa peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan pelajar wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mush-haf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.

12. Awal Tahun 1965 : PKI dengan 3 juta anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).

13. Tanggal 14 Mei 1965 : Tiga sayap organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut perkebunan negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dengan menangkap dan menyiksa serta membunuh Pelda Sodjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.

14. Bulan Juli 1965 : PKI menggelar pelatihan militer untuk 2000 anggotanya di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”mempersenjatai rakyat untuk bela negara”, dan dibantu oleh unsur TNI Angkatan Udara.

15. Tanggal 21 September 1965 : Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.

16. Tanggal 30 September 1965 Pagi : Ormas PKI Pemuda Rakjat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.

17. Tanggal 30 September 1965 Malam : Terjadi Gerakan G30S / PKI atau disebut juga GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) :

a. PKI menculik dan membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA – Halim, mereka adalah : Jenderal Ahmad Yani, Letjen R.Suprapto, Letjen MT Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen Panjaitan dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.

b. PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution.

c. PKI pun membunuh AIP KS Tubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga rumah kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal AH Nasution.

d. PKI juga menembak putri bungsu Jenderal AH Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yang berusaha menjadi perisai ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.

e. G30S / PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu : Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.

f. Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah perwira ABRI / TNI dari berbagai angkatan, antara lain :

- Angkatan Darat : Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, Brigjen TNI Soepardjo dan Kolonel Infantri A. Latief

- Angkatan Laut : Mayor KKO Pramuko Sudarno, Letkol Laut Ranu Sunardi dan Komodor Laut Soenardi

- Angakatan Udara : Men / Pangau Laksyda Udara Omar Dhani, Letkol Udara Heru Atmodjo dan Mayor Udara Sujono

- Kepolisian : Brigjen Pol. Soetarto, Kombes Pol. Imam Supoyo dan AKBP Anwas Tanuamidjaja.

http://voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2015/08/19/38667/sebarkan-ini-dia-kebiadaban-pki/#sthash.VaGchOaT.sPsPVbj3.dpuf

18. Tanggal 1 Oktober 1965 : PKI di Yogyakarta juga membunuh Brigjen Katamso Darmokusumo dan Kolonel Sugiono. Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil alih kekuasaan.

19. Tanggal 2 Oktober 1965 : Soeharto mnegambil alih kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut pangkalan udara Halim dari PKI.

20. Tanggal 6 Oktober 1965 : Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.

21. Tanggal 13 Oktober 1965 : Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di seluruh Jawa.

22. Tanggal 18 Oktober 1965 : PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah keracunan mereka dibantai oleh PKI dan jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa / Kecamatan Cluring Kabupaten Banyu
wangi. Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi saksi mata peristiwa. Persitiwa tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

23. Tanggal 19 Oktober 1965 : Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.

24. Tanggal 11 November 1965 : PNI dan PKI bentrok di Bali.

25. Tanggal 22 November 1965 : DN Aidit ditangkap dan diadili serta dihukum mati.

26. Bulan Desember 1965 : Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.

27. Tanggal 11 Maret 1966 : Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Soeharto untuk mengambil langkah pengamanan Negara RI.

28. Tanggal 12 Maret 1966 : Soeharto melarang secara resmi PKI.

29. Bulan April 1966 : Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.

30. Tanggal 13 Februari 1966 : Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan : ”Di Indonesia ini tidak ada partai yang pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar PKI…”

31. Tanggal 5 Juli 1966 : Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS – RI Jenderal TNI AH Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

32. Bulan Desember 1966 : Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tapi ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1967.

33. Tahun 1967 : Sejumlah kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea dan Ruslan Widjajasastra, bersembunyi di di wilayah terpencil di Selatan Blitar bersama kaum Tani PKI.

34. Bulan Maret 1968 : Kaum Tani PKI di Selatan Blitar menyerang para pemimpin dan kader NU, sehingga 60 (enam puluh) orang NU tewas dibunuh.

35. Pertengahan 1968 : TNI menyerang Blitar dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.

36. Dari tahun 1968 s/d 1998 : Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasinya dilarang di seluruh Indonesia dengan dasar TAP MPRS No.XXV Tahun 1966.

37. Dari tahun 1998 s/d 2015 : Pasca Reformasi 1998 Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari penjara, beserta keluarga dan simpatisannya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS, justru menjadi pihak paling diuntungkan, sehingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan fakta sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN pejuang kemerdekaan RI. Dan Ideologi Komunis tidak akan pernah mati, selama Syetan masih ada di dunia ini.

38. Di Jogokaryan Kotagede Yogyakarta, PKI bikin ludruk/kesenian rakyat lakonya ; MATINE GUSTI ALLAH = MATINYA TUHAN ALLAH.

==========================================

" JASMERAH "

Pengkhianatan G 30 S-PKI

https://www.youtube.com/watch?v=ddYExsNtX6w

==========================================

" APA YANG KALIAN LAKUKAN SEKARANG AKAN MENENTUKAN APA YANG AKAN TERJADI ESOK "

SMOGA BERMANFAAT & SMOGA CEPET MENYADAR KAN DIRI

Dokumen Rencana Pemberontakan PKI Ditemukan

(Ini berita setahun lalu, dimuat di KBRI Antara News. Tentu sangat layak dipercaya. Antara gitu lho...

Walau berita lama, tapi sepertinya masih relevan hingga hari ini, karena...)

============================

Dokumen rencana pemberontakan PKI ditemukan

Surabaya (ANTARA News) - Dokumen kecil berisi rencana pemberontakan PKI dengan target mendirikan negara komunis di Indonesia ditemukan ahli sejarah Universitas Negeri Surabaya, Prof Dr Aminuddin Kasdi.

"Jadi, pengakuan pihak tertentu ada skenario ABRI melakukan penangkapan orang-orang PKI setelah Oktober atau ada pembantaian terencana oleh NU terhadap PKI, ternyata tidak didukung bukti historis," katanya, kepada ANTARA, di Surabaya, Senin.

Menurut dia, fakta yang sebenarnya justru ada dalam buku kecil atau buku saku tentang ABC Revolusi yang ditulis CC (Comite Central) PKI pada 1957, yang merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan PKI tentang negara komunis di Indonesia.

"Buku yang saya temukan itu justru membuktikan bahwa rencana pemberontakan PKI yang diragukan sejumlah pihak itu ada dokumen historisnya, bahkan dokumen itu merinci tiga tahapan pemberontakan PKI yang semuanya gagal, lalu rumorpun diembuskan untuk mengaburkan fakta," katanya.

Tanpa menyebut asal-usul dokumen yang terlihat lusuh itu, ia mengaku bersyukur dengan temuan dokumen yang tak terbantahkan itu.

"Kalau ada orang NU melakukan pembunuhan, itu bukan direncanakan, tapi reaksi atas sikap PKI sendiri yang menyebabkan chaos itu," katanya.

Ia menjelaskan sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi balik. "PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan, seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum dikhitan, dan banyak lagi," katanya.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan provokasi politik yang didukung media massa untuk "membesarkan" PKI guna mengaburkan sejarah dengan menghalalkan segala cara.

"Kita jangan terpancing dengan sisa-sisa orang PKI di berbagai lini yang berusaha membangkitkan mimpi tentang negara komunis melalui media massa, buku-buku, dan semacamnya yang seolah-olah benar dengan bersumber kesaksian," kata dia.

"Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa," katanya pula.

Ia menambahkan, testimoni berbagai pihak itu mungkin benar, namun testimoni itu bersumber dari individu-individu yang tidak mengetahui skenario besar dari PKI untuk merancang tiga revolusi dengan goal untuk mendirikan negara komunis di Indonesia.

"Saya bukan hanya bersaksi, karena saya juga sempat mengalami sejarah pemberontakan PKI itu dan lebih dari itu, saya mempunyai bukti yang sangat gamblang dari dokumen PKI sendiri," katanya.

Senada dengan itu, guru besar Universitas dr Soetomo Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno, menyatakan, buku Memoir on The Formation of Malaysia, karya Ghazali Shafie terbitan Universiti Kebangsaan Malaysia, menunjukkan kaitan erat Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan PKI.

"Dalam buku itu jelas Bung Karno tidak menghadiri persidangan puncak dengan Tungku Abdul Rachman di Tokyo pada tahun 1963, karena PKI tidak suka dengan pertemuan itu," kata penulis buku Rumpun Melayu, Mitos dan Realitas itu.

Oleh karena itu, konfrontasi Indonesia-Malaysia itu bukan sekadar demo anti-Indonesia atau demo anti-Malaysia, melainkan PKI merancang konfrontasi itu agar rencana besar (negara komunis) tidak "terbaca".

Apalagi Bung Karno melontarkan gagasan nasionalis, agama, dan komunis yang justru "melindungi" gerakan PKI.

"PKI memang selalu memanfaatkan kelengahan pemerintah Indonesia yang sibuk menghadapi Agresi Militer I Belanda pada 1947 dengan aksi terpusat di Madiun pada 1948," katanya.

"Lalu ketika pemerintah sibuk dengan Ganyang Malaysia yang juga mereka sponsori itu, PKI menikam dari belakang dengan Gerakan 30 September 1965," katanya.

Pada Juli ini juga ada beberapa agenda besar nasional, di antara yang terbesar adalah Pemilu Presiden 9 Juli nanti yang menyerap sejumlah besar pengerahan sumber daya nasional. (*)

Sumber berita: http://www.antaranews.com/berita/441693/dokumen-rencana-pemberontakan-pki-ditemukan

Kamu Anti Arab atau Anti Islam?

Oleh: @Jonru

Saya heran sama orang yang anti Arab. Alasannya apa?

Kalau alasannya, "Kita harus cinta dan menjaga budaya asli Indonesia," berarti kita juga harus anti Amerika, anti Korea, anti India, anti Australia, anti China, dan sebagainya.

Kalau alasannya, "Arab menjajah Indonesia dengan tameng penyebarluasan agama," maka sungguh lucu! Karena justru orang-orang Eropa yang TERBUKTI menjajah Indonesia sambil membawa agama Kristen. Sedangkan Islam masuk ke Indonesia lewat perdagangan dan secara damai, bukan lewat penjajahan.

* * *

Kau bilang, "Ini Indonesia, bukan Arab. Tak perlu pakai istilah akh, antum, syukran, jazakallah, abi, umi, dst."

Padahal saat merayu pacarmu, kamu berkata, "I Love you. I miss you." Saat patah hati, kamu berkata, "Gue gagal move on, nih."

Hm.. itu bahasa Indonesia atau bukan, ya?

Kau terlihat sangat anti Arab dengan alasan "Kita harus cinta pada budaya Indonesia." Padahal di saat yang sama kamu membela ajang Miss World, yang jelas-jelas bukan budaya Indonesia.

Orang yang suka lagu nasyid berbahasa Arab kamu cela-cela dengan alasan, "Itu bukan dari Indonesia." Padahal kamu justru memuja-muja para boyband dari Korea, tergila-gila pada film India, dan cinta buta terhadap film dan musik dari Amerika.

Kamu mungkin lupa:

Nama-nama hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu itu berasal dari bahasa Arab.

Istilah musyawarah dan adab juga dari bahasa Arab.

Banyak sekali istilah bahasa Arab yang kini diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan ternyata sering kamu pakai, dan kamu menyukainya!

Bahkan kalau kamu belajar sejarah Bahasa Indonesia, kamu akan KAGET DAN SHOCK, karena ternyata bahasa Arab memiliki pengaruh yang SANGAT KUAT terhadap bahasa Indonesia.

Kamu mungkin belum tahu, bahwa struktur bahasa Indonesia dan Arab itu PERSIS SAMA. Saking samanya, kita bisa dengan mudah melakukan penerjemahan kata demi kata. Hal seperti ini tidak bisa dilakukan terhadap bahasa lain.

Coba kamu terjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan sistem terjemahan perkata. Bisa? Dijamin tak bisa. Karena pasti hasil terjemahannya akan sangat ngaco.

Tapi bahasa Arab BISA. Itula salah satu bukti bahwa bahasa Indonesia dan Arab punya hubungan yang sangat erat.

Kalau kamu mencela Islam sebagai agama dari Arab, bukan dari Indonesia, hei... apa kamu lupa bahwa Kristen, Hindu dan Budha pun bukan dari Indonesia. Agama asli Indonesia adalah ANIMISME. Lupa, ya?

Jadi kenapa harus anti Arab?

Jangan-jangan kamu sebenarnya anti Islam, bukan anti Arab.

Ada Dalang G30S/PKI di Belakang Allan Nairn


Saya tidak menyangka bahwa pilpres tahun ini harus banyak memberi pelajaran sejarah kepada tokoh-tokoh kita, bila sebelumnya saya memberi pelajaran sejarah kepada Anggun C. Sasmi dan Glen Fredly, sekarang saya bermaksud mengajari seluruh rakyat Indonesia yang berjodoh dengan artikel ini khususnya Nusron Wahid dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mengingat sejarah mereka sebelum mereka terprovokasi oleh jurnalis yang menurut pengakuannya sendiri telah melanggar etika seorang jurnalis karena membuka wawancara off-the-record bernama Allan Nairn. Saya bingung, masa belum kapok diadu domba dan dijajah bule selama 350 tahun? Masa mental inlander kita tidak hilang sehingga menganggap apapun yang dikatakan Allan Nairn pasti benar karena dia bule? Aya-aya wae..

Karena artikel ini akan cukup panjang maka saya tidak lagi membahas tulisan Allan Nairn, tapi akan langsung ke pembahasan. Kita semua sudah tahu bahwa Allan Nairn adalah jurnalis berkebangsaan amerika yang antara lain meliput perang “restorasi kemerdekaan Timor Leste/Timles,” tapi tahukah anda diserahkan kemana informasi yang dikumpulkan oleh Allan Nairn di Timles? Jawabannya adalah kepada Tapol UK yang berbasis di Inggris dan tidak peduli informasinya valid atau masih mentah, informasi tersebut akan diolah Tapol UK sebagai bahan propaganda penyebar kebencian terhadap Indonesia di dunia internasional melalui apa yang dinamakan Tapol’s Bulletin yang isinya tipikal: Indonesia penjajah Papua, Indonesia penjajah Timles, Indonesia penjajah Aceh, Indonesia pelanggar HAM, Indonesia pembunuh dll. Allan Nairn juga terlibat dalam berbagai kegiatan seperti konferensi yang bertujuan mendiskriditkan Indonesia itu.

Kebijakan Tapol UK mendiskriditkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak berhenti sampai penerbitan buletin Tapol UK saja, tapi mereka juga menggalang dukungan politik di dunia internasional kepada gerakan apapun di semua propinsi di Indonesia yang mau memisahkan diri dan kedua hal tersebut masih tetap dilakukan sampai sekarang, contoh pendirian ETAN di Amerika untuk mendukung kemerdekaan Timles yang sekarang masih terus mendiskriditkan Indonesia adalah pekerjaan Tapol UK; kemudian Ingat pendirian markas OPM di Oxford beberapa tahun silam? Itu kerjaan Tapol UK; Ingat film the Act of Killing? Tapol UK adalah sponsor utamanya; ingat kehadiran pemimpin OPM boneka bernama Benny Wenda di Australia yang didampingi pengacara Australia bernama Jennifer Robinson? Kerjaan Tapol UK dan ketika kuliah di Inggris, Jennifer Robinson menjadi anak didik langsung dari pendiri Tapol UK bernama Carmel Budiardjo, dan masih banyak lagi.

Contoh kerasisan Carmel Budiardjo dalam memfitnah Indonesia dalam tulisannya tahun 1983, yang singkatnya mengatakan bahwa Papua sudah jadi sasaran Indonesia sejak orang Indonesia menginjakan kakinya di Papua pada zaman kuno, di mana orang Indonesia memperbudak rakyat Papua dan mengincar burung-burung langka tapi kemudian sejak tahun 1962 rakyat Indonesia mengincar sumber daya alam di Papua sehingga “pribumi setempat” harus dipaksa pindah apapun caranya, termasuk kekerasan:

“Ever since the Indonesians set foot on Papuan soil, human rights abuses have been the rule of the day. In the antiquity or the dream time, the Indonesian quest had been Papuan slaves and the birds of paradise. Since 1962 however the quest has been for the rich mineral deposits, the vast virgin forest with its timber and the ‘empty’ land. The West Papuans have had to be removed from their land by hook or by crook.”


Tentu saja kalimat Carmel Budiardjo di atas adalah fitnah yang sangat keji sebab nama Indonesia baru muncul pasca kebangkitan nasional tahun 1920an dan mungkin hanya orang dari kerajaan yang berlokasi di Maluku atau Sulawesi dan sekali Majapahit dari Jawa yang pernah singgah di Papua, itupun tidak pernah ada bukti perbudakan orang Papua sebab tidak seperti peradaban bule yang sangat maju dan menjajah dunia dari ujung utara sampai ujung selatan selama ratusan tahun, dan sampai sekarang tidak bisa meninggalkan sikap “bule knows best.” Kemudian alasan Soekarno mengejar Papua adalah karena hukum internasional menyatakan semua daerah yang dikuasai penjajah otomatis menjadi milik negara baru ketika merdeka, dan Indonesia tidak tahu Papua kaya akan sumber daya alam karena yang menemukan dan kemudian merahasiakan temuan tembaga di Eitsberg adalah Freeport. Ketertarikan Indonesia di Papua hanya politik dan tidak ada yang bersifat imperialisme.

Salah satu bukti kerja sama Allan Nairn dengan Carmel Budiardjo:

“The Indonesia Human Rights Network is grassroots-based and U.S. policy-focused, utilizing educational outreach, press work, protest and lobbying. Its advisory board includes such internationally recognized human rights activists as Carmel Budiardjo, Dr. George Aditjondro, Kerry Kennedy Cuomo and journalist Allan Nairn. A national kick-off conference on human rights in Indonesia will be held February 23 - 25, 2001 at George Washington University in Washington, D.C.”


Siapa Carmel Budiardjo dan mengapa dia begitu membenci serta anti Indonesia?

Hari ini Carmel Budiardjo adalah seorang nenek Warga Negara Inggris berusia 90 tahun yang anti Indonesia, akan tetapi 60 tahun lalu dia adalah Carmel Brickman, Warga Negara Inggris penganut komunis yang tinggal di Cekoslovakia yang saat itu bagian dari Uni Soviet, dan bekerja sebagai sekretaris di lembaga kemahasiswaan pada Universitas Cekoslovakia yang menjadi topeng dinas intelijen Cekoslovakia. Saat dia di Cekoslovakia Carmel Brickman bertemu dan menikah dengan Suswondo Budiardjo, anggota Komite Sentral Partai Komunis Indonesia sehingga sejak saat itulah dia mengganti nama menjadi Carmel Budiardjo.

Ketika tahun 50an para petinggi PKI yang mengasingkan diri karena peristiwa Madiun 1948 pulang ke Indonesia, Carmel Budiardjo ikut suaminya dan tinggal di Indonesia dan aktif sebagai anggota PKI. Tahun 1965 ketika PKI berada dalam posisi terkuatnya dan sedang berjalan menuju eksekusi rencana pemberontakan yang dikenal sebagai G30S/PKI, bersama Njoto, ketua Divisi Propaganda dan Agitasi PKI, Carmel Budiardjo adalah penulis naskah pidato Soekarno. Salah satu contoh karya Carmel Budiardjo adalah semua pidato Soekarno terkait perebutan Papua Barat, jadi bisa dibilang Carmel Budiardjo salah satu yang berjasa dalam usaha Indonesia merebut Papua Barat, tapi ironisnya di masa depan dia malah mendiskriditkan Indonesia sebagai penjajah rakyat Papua Barat.

Pasangan suami-istri Budiardjo sangat terlibat dalam persiapan/prolog G30S/PKI terbukti salah satu korban G30S/PKI yaitu DI Panjaitan pernah menangkap Suswondo Budiardjo saat proses menyelundupkan senjata Chung dari Republik Rakyat China di dalam bahan bangunan untuk pendirian gedung CONEFO (sebagian senjata Chung yang terlanjur masuk adalah senjata yang digunakan pasukan G30S/PKI), sedangkan Carmel Budiardjo adalah pemalsu surat Duta Besar Andrew Gilchrist yang menyebut ada “bagian dari angkatan darat Indonesia” (our local army friend) yang bekerja sama dengan Amerika dan Inggris untuk menjatuhkan Soekarno kelak dikenal sebagai “Dokumen Gilchrist,” yang pertama kali disebar oleh Soebandrio kepada wartawan Al Ahram, Mesir pada tanggal 5 Juli 1965.

Menurut Ladislav Bittman, mantan intelijen Cekoslovakia dalam bukunya The Deception Game terbitan 1973, pembuatan Dokumen Gilchrist adalah salah satu operasi yang dilaksanakan Departemen D Dinas Intelijen Cekoslovakia yang tugasnya membuat operasi kabar bohong yaitu mengecoh musuh dengan memberikan informasi palsu kepadanya dengan asumsi dia akan menggunakan sebagai dasar membuat kesimpulan sesuai harapan pencetus kabar bohong, antara lain melalui mengirim surat palsu, surat kaleng dengan fotokopi dokumen palsu kepada pejabat berbagai negara atau surat kabar seperti New York Times dan Der Spiegel atau pejabat setempat yang sudah “dibeli” baik dengan gratifikasi sex atau uang dengan tujuan merusak kepercayaan kepada pejabat pemerintah dan pemimpin politik barat.

Dokumen Gilchrist adalah bagian dari Operation Palmer yang dicetuskan oleh Jenderal Agayants dari Uni Soviet dan Mayor Louda dari Cekoslovakia menyusul gerakan memboikot film-film Amerika di Indonesia dan kebencian itu dimanfaatkan oleh Departemen D untuk menciptakan propaganda bahwa William Palmer, direktur Association of American Film Importers di Indonesia adalah pemimpin CIA di Indonesia. Untuk melakukan hal tersebut Departemen D mengirim banyak surat kaleng anonim ke surat kabar di Indonesia yang isinya menuding Bill Palmer sebagai agen CIA, dan surat-surat tersebut kemudian menjadi sumber berita di berbagai surat kabar di Indonesia.

Berkat agitasi Departemen D, pada tanggal 1 April 1965 demonstran PKI antara lain Gerwani dan Pemuda Rakyat menyerang villa Palmer di Gunung Mas dan menurut sejarah adalah lokasi penemuan Dokumen Gilchrist. Uni Soviet juga memainkan peranan memanas-manaskan suasana melalui siaran luar negeri Radio Moskow yang isinya menyudutkan Amerika terkait “usaha subversi” di negara-negara asia oleh CIA, dan salah satunya adalah Bill Palmer yang selama belasan tahun melakukan kegiatan subversi di Indonesia, dan lain-lain.

Bukti Carmel Budiardjo pembuat Dokumen Gilchrist sangat mudah yaitu dari sangkalan pihak Inggris yang menyatakan walaupun secara tata bahasa tulisan di Dokumen Gilchrist memang ber-grammar ala Anglo Saxon, tapi mereka bukan pembuatnya. Berdasarkan fakta di atas maka kita menemukan petunjuk tentang siapa pembuat Dokumen Gilchrist:

1. Dia harus bisa grammar Inggris seperti seorang native speaker dan ahli dalam menulis dokumen diplomatik;

2. Dia harus memiliki hubungan dengan intelijen Cekoslovakia yang tinggal di Indonesia yang mana tahun 1965 sangat jarang karena Indonesia lebih dekat ke RRC daripada Uni Soviet; dan

3. Dia harus komunis yang dekat dengan pusat kekuasaan.

Dari tahun 1964-1965 hanya ada satu orang di Indonesia yang memenuhi semua syarat di atas yaitu Carmel Budiardjo sebab dia adalah Warga Negara Inggris yang tinggal di Indonesia dan sebelumnya bekerja untuk lembaga intelijen Cekoslovakia dan di Indonesia pekerjaannya adalah menulis pidato kenegaraan untuk Soekarno, dan yang lebih penting lagi dia adalah komunis sekaligus istri dari petinggi PKI yang menyelundupkan senjata untuk persiapan pelaksanaan G30S/PKI. Dokumen Gilchrist menyebabkan kelahiran rumor Dewan Jenderal dan keduanya adalah penyebab Soekarno memukul “para jenderal” terlebih dulu, sehingga bisa disimpulkan Carmel Budiardjo adalah salah satu orang yang mendalangi G30S/PKI.

Ketika ditangkap dan dipenjara Orde Baru, Carmel Budiardjo belum diketahui sebagai dalang G30S/PKI dan oleh karena itu dia dideportasi ke Inggris ketika pemerintah Inggris meminta Indonesia melepaskan Carmel Budiardjo. Sesampainya di Inggris, Carmel mendirikan Tapol UK yang berfungsi sebagai alat propaganda dan agitasi melawan Indonesia dengan isu HAM, demokrasi, “pembantaian 1965″. Ingat, dia adalah tangan kanan Njoto, Ketua Departemen Propaganda dan Agistasi PKI, sehingga melakukan propaganda memang keahlian Carmel Budiardjo.

Tapol UK bersama ISAInya Goenawan Mohamad dan penerbit Hasta Mitra milik kuartet PKI sangat berjasa mengembalikan minat sebagian rakyat Indonesia kepada komunisme menggunakan HAM, demokrasi dan “PKI korban Orde Baru” sebagai pintu masuk, padahal Ladislav Bittman, mantan dinas intelijen Cekoslovakia saja sudah menyatakan G30S adalah G30S/PKI dan bukan G30S/Soeharto atau G30S/USA. Kemudian, Tapol UK melalui kaki tangannya di Indonesia khususnya Kontras dan Amnesty International asal Inggris yang sedang dalam proses masuk Indonesia adalah provokator yang mendorong para eks tahanan politik/tapol PKI yang tergabung dalam YPKP’65 mempersiapkan suatu People’s Tribunal International di Solo (!!!) Tahun 2013 untuk mengangkat kasus 1965 ke International Tribunal Court yang ditargetkan berjalan tahun 2015 melalui Special Reporter Komisi HAM PBB, UNWEG, dan pengadilan People’s International Tribunal Massacre 1965/1966 di Den Hagg pada Oktober 2015 yang mana salah satu tergugatnya adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Saya cukup yakin pasti banyak yang sudah mau berteriak: “PKI tidak bersalah,” “Soeharto dalangnya bekerja sama dengan CIA untuk mengeruk emas Papua dan menyingkirkan Soekarno,” atau “urusan internal angkatan darat,” bla bla bla..dan saya mau katakan bahwa semuanya salah. Banyak yang bisa dibahas mengenai hal ini tapi saya kuatir akan membuat artikel ini melebar kemana-mana, kendati demikian tetap perlu mendapat porsi pembahasan:

1. Saya sudah membaca lebih dari 1.000 dokumen CIA dan Departemen Luar Negeri Amerika yang berstatus declassified dengan kesimpulan tidak ada selembarpun yang mengatakan CIA terlibat prolog G30S/PKI padahal dari dokumen berjenis declassified kita tahu operasi CIA menggulingkan Mossadeq untuk digantikan oleh Shah Iran. CIA memang terlibat, tapi hanya pada epilog melalui pemberian daftar nama anggota PKI kepada Kostrad dan uang kepada KAP Gestapu pimpinan Jusuf Wanandi oleh Pater Beek, agen CIA di Indonesia.

2. “Soeharto adalah dalang,” dalam disertasi John Rossa sebenarnya memplagiat teori “missing link” Profesor W.F. Weirtheim, sosiolog komunis dari Belanda yang masih memiliki mental “bule knows best” dan diterima mentah-mentah oleh orang Indonesia bermental inlander padahal teori tersebut dibuat tanpa sedikitpun pernah datang melakukan penelitian di Indonesia perihal G30S/PKI. Semua ilmuwan yang pernah meneliti ke Indonesia dan diketahui tidak memiliki ideologi politik ke kiri atau ke kanan selain kepentingan akademik seperti Harold Crouch, Herbert Feith, Antonie Dake, Victor M. Fic, dll menyatakan teori Weirtheim tidak benar dan asal buat sebab tidak ada bukti yang memperlihatkan indikasi Soeharto terlibat. Lagipula logikanya bila Soeharto terlibat tentu dia akan diganyang oleh teman-temannya di angkatan darat, tapi AH Nasution justru ada di garis depan membela Soeharto dari tuduhan Weirtheim.

Tanggapan Profesor Salim Said pada seorang murid Weirtheim yang menyampaikan bahwa menurut Weirtheim “Indonesia harus mengikuti cara Mao di RRC supaya tidak tunduk pada Amerika dan Soviet serta bagaimana Orde Baru didirikan Soeharto dengan bantuan CIA,” bisa menggambarkan bagaimana sosok Weirtheim yang sebenarnya:

“Eh, sampaikan kepada Wertheim, dia boleh berteori dan berpendapat apa saja di Amsterdam, tapi saya yang turun-temurun hidup di Indonesia sudah capek miskin. Dari kakek moyang saya di zaman kolonial sampai saya di zaman Soekarno, semua hidup miskin. Kalau untuk terhindar dari kemiskinan negeri saya terpaksa menerima bantuan dari Amerika, itu jauh lebih baik dibanding tetap miskin dengan mengikuti nasihat Profesormu itu.”

(Salim Said, Dari Gestapu ke Reformasi, Penerbit Mizan halaman 178).

3. “Konflik internal angkatan darat” juga ciptaan ilmuwan komunis dengan sifat “bule knows best,” dari Universitas Cornell dalam tulisan yang dikenal sebagai “Cornell Paper” dari Ruth McVey dan Ben Anderson yang memang memiliki kedekatan dengan PKI sehingga mereka selalu membela PKI. Sudah lama teori-teori dalam Cornell Paper sudah dinyatakan tidak berlaku oleh semua akademisi dan sejarahwan dunia, tapi mengapa masih terus dipakai oleh sejarawan Indonesia? Aneh sekali bukan?

Sumber informasi “kematian 500ribu s.d. 3juta komunis” yang sampai sekarang masih terus diulang adalah Ruth McVey yang ketika mengatakan itu di dalam sebuah seminar pemuda komunis di New York belum pernah menginjakan kaki di Indonesia untuk meneliti prolog sampai epilog G30S/PKI, padahal menurut Richard Cabot Howland, agen CIA di Indonesia yang mengikuti perkembangan amuk massa terhadap PKI mencatat komunis yang menjadi korban hanya 105.000 jauh di bawah jumlah korban komunis internasional selama komunisme berjaya yang mencapai 250juta jiwa.


Bukti lain bahwa orang-orang Cornell terpengaruh oleh kedekatan mereka dengan PKI adalah ketika George Kahin, Ben Anderson, Ruth McVey mengirim surat-surat penuh kebencian dan memaki dengan kasar Herb Feith di Australia karena artikel yang seolah membenarkan “pembantaian komunis” di Indonesia atas alasan nesesitas atau kepentingan saat itu sebab apabila komunis tidak dihabisi maka non-komunis yang akan dibantai komunis Indonesia. Bayangkan menyerang secara pribadi hanya karena sebuah pendapat, sudah bisa dibayangkan kualitas Indonesianis dari Universitas Cornell kan?


Nah, sekarang kita kembali ke pokok persoalan yaitu hubungan Allan Neirn dengan Carmel Budiardjo istri anggota CC PKI yang merupakan salah satu penyebab terjadinya G30S/PKI. Saya rasa Nusron Wahid dan PBNU belum melupakan kekejaman PKI terhadap NU, dan bila lupa maka dengan penuh kerendahan hati saya menyarankan PBNU dan GP Ansor yang mulai berpihak karena manipulasi ketuanya untuk membaca buku yang diterbitkan NU sendiri berjudul Benturan NU-PKI 1948-1965 tulisan h. Abdul Mun’I'm DZ terbitan Langgar Swadaya yang isinya adalah kompilasi hujatan PKI kepada agama, Tuhan; strategi adu domba PKI dan daftar pembantaian PKI terhadap orang-orang NU.

Pesan kepada kawan-kawan di NU: masih belum kapok diadu domba bule selama 350 tahun? Belum kapok diadu domba komunis dan PKI selama puluhan tahun? Belum kapok ditusuk dan dihianati PKI? Selain itu, Nusron Wahid, berhenti adu domba PBNU, GP Ansor dengan elemen masyarakat demi memuaskan nafsu dan ambisimu!!

Untuk yang mau belajar lebih lanjut, di bawah ini ada beberapa sumber bacaan:

1. Salim Said, Dari Gestapu ke Reformasi, Penerbit Mizan.

2. Victor M. Fic, Anatomy of the Jakarta Coup, October 1, 1965, Penerbit Obor.

3. H. Abdul Mun’I'm DZ, Benturan NU-PKI, 1948-1965, Penerbit Langgar Swadaya.

4. Jemma Purdey, Dari Wina ke Yogyakarta, Kisah Hidup Herb Feith, Penerbit KPG.

5. Peristiwa 1 Oktober, Kesaksian Jenderal Besar Dr. AH Nasution, Penerbit Narasi.

6. Anton Tabah, Jenderal Besar Nasution Bicara Tentang G30S/PKI, Penerbit CV Sahabat Klaten.

7. Ladislav Bittman, The Deception Game. Czechoslovac Intelligence in Soviet Political Warfare. Syracure Reseacrh Corporation.

Revolusi Mental Jokowi itu adalah PKI

PeduliFakta.Blogspot.com -- Revolusi Mental? Itu Cara PKI!
Istilah ‘Revolusi Mental’ ternyata memang bukan isapan jempol belaka. Istilah ini sudah digunakan oleh Karl Marx pada pertengahan abad 19. Dalam pengantar untuk edisi kedua dari bukunya bertajuk ‘The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte’ yang terbit pada tahun 1869, Marx menulis: “…Outside France, this violent breach with the traditional popular belief, this tremendous mental revolution, has been little noticed and still less understood…” (Di luar Perancis, kekerasan ini melabrak kepercayaan umum yang tradisional, revolusi mental yang luar biasa ini, telah sedikit diketahui dan masih kurang dipahami). Begitu kesimpulan Marx dalam kalimat pengantar buku tersebut. Simpulan Marx itu tentu saja menunjukkan salah-satu inti ajaran Marx tentang kebutuhan akan pertarungan kelas.
Buku kondang Marx itu pertama kali terbit memang pada tahun 1852. Selain Marx, ada sohib karibnya, Frederick Engels, yang juga memberikan kata pengantar. Dibanding Marx, kata pengantar Engels tidak begitu menukik. Ia hanya mengurai saja, apa yang terjadi di Prancis pada masa itu. Justru kata pengantar Marx di edisi kedua (1869) yang secara terang-terangan menyebut perlunya ‘revolusi mental’, pendobrak keyakinan lama.

Bagi Marx, ‘revolusi mental’ merupakan keharusan untuk menata masyarakat, dari tatanan lama menuju ke tatanan baru yang komunistis. Marx dan para pendukungnya mendorong terjadinya ‘revolusi mental’, yang membenturkan kelompok satu ke yang lain. Batasnya, siapa yang ikut mentalnya direvolusi, dan siapa yang tidak.

Tak pelak, karya Marx menjadi sumber inspirasi bagi gerakan komunis internasional. Dimulai dari gerakan kelas pekerja pada 1864 kemudian 1889, lalu 1919, nyaris seluruh aktivis gerakan ini bersandar pada ‘revolusi mental’. Mereka memilah siapa kawan siapa lawan, lalu berusaha memengaruhi publik lewat agitasi propaganda. Masuk ke masyarakat, mempengaruhi komunitas buruh, menyelusup ke pasar dan pusat keramaian untuk memprovokasi warga. Ini bagian dari cara ‘revolusi mental’.

Walau tak harus tersurat, tetapi cara itu tersirat dalam hampir semua karya Marx pada kurun berikutnya. Karya-karya yang gampang dicari di berbagai situs internet dewasa ini. Sulit rasanya menepis anggapan, bahwa Marx tak mendorong ‘revolusi mental’ itu.

Khusus untuk mengubah cara berpikir, para konseptor aksi komunis pada periode berikutnya, juga meniru Marx. Dari 1864 sampai 1872, para pengikut Karl Marx, seperti Eugene Pottier (penyair Prancis) dan Wilhelm Liebknecht (revolusioner Jerman), mulai menata diri dalam ‘Internasional Pertama’ yang berbasis di London. Hubungan mereka sangat erat pada kaum pekerja di kota tersebut. Mereka juga menulis selebaran. Disebarkan secara luas, lalu dilihat reaksi masyarakat.

Intinya, para pelopor komunisme sudah terbiasa menyebarkan pandangan-pandangan yang mengadu-domba satu kelompok dengan kelompok lain demi sebuah ‘revolusi mental’. Seperti yang dilakukan Georgi Plekhanov di Rusia. Ia memanas-manasi para penggarap lahan agar bentrok dengan pemilik tanah. Sangat mirip kelak dengan aksi Nyoto tatkala menggerakkan pemuda rakyat di lapangan.

Jika Marx lebih banyak memotret dinamika di Eropa utara (Prancis, Jerman dan Spanyol), maka Vladimir Illich Lenin (VI Lenin) lebih fokus pada negerinya, Rusia. Seperti juga Marx, Lenin banyak menulis selebaran untuk dibagi ke khalayak. Tujuannya, menggerakkan masyarakat Rusia melawan Tsar Rusia kala itu.

Dalam karyanya berjudul ‘State and Revolution’ yang diterbitkan pertama kali pada 1918, Lenin secara tersirat menyebutkan perlunya aksi dramatis menyingkirkan kaum kapitalis dan birokrat. Dalam kitab itu, Lenin lebih tegas menekankan pentingnya ‘jiwa revolusioner’ dibersihkan dari kaum borjuis dan oportunis.

Lenin beranggapan gerakan Internasional Kedua (1889-1914), dikomandani Karl Kautsky, sudah jatuh bangkrut. Sebabnya, tulis Lenin, belum ada revolusi yang bisa menggerakkan kaum proletar (miskin) guna menggusur para kapitalis. Karenanya, Lenin menyodorkan cara menggerakkan massa melalui penjelasan-penjelasan provokatif, membenturkan satu bagian rakyat kepada bagian yang lain. Tak perlu diragukan, itulah cara ‘revolusi mental’ guna memulai benturan antar warga masyarakat.

Namun, harap jangan mencari istilah ‘revolusi mental’ itu ke dalam buku ‘Manifesto Komunis’ yang terbit pada 1848. Percuma. Sebab, istilah itu tak ada dalam buku ‘Manifesto Komunis’. Dalam manifesto, Marx lebih suka menggambarkan pertarungan kelas, contohnya kelas borjuis lawan kelas proletar. Walau terbit lebih awal, manifesto komunis sebenarnya hanya untuk kebutuhan praktis.

Kebangkitan Komunis Indonesia
Sejarah mencatat, kebangkitan kelompok komunis di Hindia Belanda (kini Indonesia) berkat campur tangan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau kondang dipanggil Henk Sneevliet. Pria yang sebelumnya sudah menjadi anggota komunis Belanda itu juga merupakan organisator Komintern (Komunis Internasional). Begitu menginjakkan kaki di Kota Surabaya sekitar tahun 1913, Sneevliet bergabung dengan redaksi koran ‘Soerabajaasch Handelsblad’.

Pada 9 Mei 1914, Sneevliet membentuk ‘Indische Sociaal Democratische Vereniging’ (ISDV, perkumpulan sosial-demokrat Hindia Belanda) di kota yang sama. Melalui perkumpulan ini, Sneevliet melancarkan kampanye hitam pada organisasi lain yang tidak sehaluan. Sebaliknya, ia juga mulai aktif merekrut orang Indonesia untuk menjadi juru penyebar kampanye hitam, seperti Semaun.

Sneevliet juga kemudian bersentuhan secara luas dengan para aktivis Sarekat Islam (SI) yang lain, semisal Alimin Prawirodirjo dan Darsono. Gagasan Sneevliet yang kuat dipengaruhi ajaran Marxisme mulai ditularkan ke para aktivis SI. Mereka terpengaruh, terutama pada ajaran Marxisme yang menyebutkan ‘Agama adalah Candu bagi Rakyat’. Akibatnya, mereka pun mulai membatasi diri dari pergaulan dengan sejawat dalam SI. Kedekatan dengan Sneevliet sudah mengubah diri mereka. Pengaruh gagasan ‘revolusi mental’ ala Marxisme mulai merasuki jiwa dan pikiran sejumlah aktivis SI. Berbagai bahan bacaan yang diperkenalkan Sneevliet dan dialog-dialog bersamanya telah mampu menggoyahkan keyakinan para aktivis SI ‘Merah’.

Dalam bukunya berjudul ‘The Rise of Indonesian Communism’ (1965), peneliti Ruth McVey juga melukiskan hubungan kerja Sneevliet dengan Adolf Baars. Pria yang juga disebut dalam sejarah sebagai salah-satu tokoh pendiri komunisme di Indonesia. Baars banyak menyurahkan waktunya membantu Sneevliet. Selama berbulan-bulan Sneevliet terus memengaruhi para anak-didiknya. Campur-tangan Sneevliet ke dalam aktivitas SI mengakibatkan organisasi yang berdiri tahun 1912 itu pecah. Semaun dan rekan-rekan sehaluan yang sudah tercuci otaknya, lebih memilih bergabung dengan Sneevliet. Mereka begitu terpesona dengan komentar-komentar Sneevliet.

Program cuci otak Sneevliet ternyata mujarab. Setelah membersihkan para aktivis itu dari pikiran-pikiran religius, lalu Sneevliet mengisinya dengan ajaran-ajaran Marxis yang anti-agama. Dalam testimoni tulisannya yang terbit pada tahun 1926 bertajuk ‘The class struggle element in the liberation struggle of the Indonesian people’, Sneevliet mengakui telah menyuntikkan gagasan revolusioner ke dalam SI.

Kata ‘revolusioner’ bagi komunis seperti Sneevliet, tentu saja, bermakna menyerabut seseorang dari lingkungan asal. Taktik serupa juga diungkapkan Lenin pada tahun 1918. Semaun, Alimin dan Darsono merupakan contoh bagaimana kepribadiannya sudah dicerabut dari SI.

Mental mereka telah direvolusi sedemikian rupa, sehingga mudah menjadi boneka komunis. Kelak di kemudian hari, usai Konferensi Batavia pada Januari 1926, para kader komunis yang sudah tercuci otaknya tersebut melakukan kesepakatan untuk aksi sepihak. Mereka tak mau memerhitungkan syarat-syarat keberhasilan suatu aksi. Sebab, bagi Alimin dan kawan-kawannya, yang terpening adalah beraksi frontal. Tak peduli akan jatuh korban banyak.

Komintern sudah sepenuhnya mengendalikan pikiran para petualang politik ini. Mereka tak lagi bebas menentukan sikap. ‘Revolusi mental’ yang digarap kalangan internal PKI dengan dukungan Sarekat Rakyat (SR) kian mendorong aksi pemberontakan Alimin dan pendukungnya di Banten dan Silungkang, Sumatera Barat pada 1926-1927. Pemberontakan ini gagal. Akibatnya, mereka jadi buronan pemerintah Hindia Belanda.
PKI dan Revolusi Mental

Jika ulasan-ulasan DN Aidit atau MH Lukman dibaca, maka segera tersirat keinginan kuat para pentolan PKI itu untuk melakukan ‘revolusi mental’. Memang, secara tersurat sulit menemukan istilah ‘revolusi mental’ dalam karya-karya tulis para tokoh PKI tersebut. Namun, indikasi kuat segera tampak manakala membaca karya mereka.

Seperti penggambaran Departemen Agitasi dan Propaganda (Depagitprop) pada tahap revolusi masyarakat Indonesia. Dalam buku yang diterbitkan tahun 1958 berjudul ‘ABC Politik Indonesia’, secara jelas tertulis desakan PKI agar dilakukan revolusi tanpa perlu menimbang akibat-akibat negatifnya. Brosur PKI yang disebar ke masyarakat itu berusaha menjelaskan alasan mengapa perlu suatu revolusi. Diantaranya, PKI beranggapan penciptaan masyarakat sosialis hanya bisa terwujud melalui revolusi komunis.

PKI menyembunyikan fakta betapa besar korban yang timbul akibat revolusi Rusia. Organisasi komunis ini secara sengaja tidak menyodorkan risiko-risiko akibat revolusi. Bagi para tokoh PKI, program cuci-otak masyarakat perlu dimulai dengan menyebarkan pamflet berisi ajakan revolusi. Memang, di dalam pamflet-pamflet PKI selalu disebut alasan di balik revolusi itu, hanya saja pamflet itu tidak pernah menuliskan dampak revolusi. Sehingga sadar atau tidak, siapapun yang tidak kritis membaca pamflet PKI, maka ia akan mudah tercuci-otaknya.

Pelan namun pasti, program-program cuci-otak ala PKI tersebut menyasar bukan saja ke kalangan kota, melainkan hingga ke desa-desa. Pamflet dan program disebarkan dengan bahasa sederhana, tapi bisa memengaruhi cara berpikir orang awam. Sejak akhir tahun 1958, para pengurus teras PKI membekali juru kampanyenya dengan trik-trik kotor mencuci otak warga. Seperti dengan membuat kampanye hitam pada lawan-lawan politik PKI.


Diantaranya menjuluki Masjumi dan PSI sebagai kepala batu. Dalam Kongres Nasional ke-VI PKI di Jakarta, Wakil Sekjen CC PKI Njoto pada pidato 9 September 1959 menuding parpol yang kritis sebagai ‘kepala batu’. Njoto pula yang aktif turun ke lapangan memengaruhi para kader-kader PKI agar rajin memprovokasi khalayak umum.

Revolusi Mental? Itu Cara PKI!


Istilah ‘Revolusi Mental’ ternyata memang bukan isapan jempol belaka. Istilah ini sudah digunakan oleh Karl Marx pada pertengahan abad 19. Dalam pengantar untuk edisi kedua dari bukunya bertajuk ‘The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte’ yang terbit pada tahun 1869, Marx menulis: “…Outside France, this violent breach with the traditional popular belief, this tremendous mental revolution, has been little noticed and still less understood…” (Di luar Perancis, kekerasan ini melabrak kepercayaan umum yang tradisional, revolusi mental yang luar biasa ini, telah sedikit diketahui dan masih kurang dipahami). Begitu kesimpulan Marx dalam kalimat pengantar buku tersebut. Simpulan Marx itu tentu saja menunjukkan salah-satu inti ajaran Marx tentang kebutuhan akan pertarungan kelas.

Buku kondang Marx itu pertama kali terbit memang pada tahun 1852. Selain Marx, ada sohib karibnya, Frederick Engels, yang juga memberikan kata pengantar. Dibanding Marx, kata pengantar Engels tidak begitu menukik. Ia hanya mengurai saja, apa yang terjadi di Prancis pada masa itu. Justru kata pengantar Marx di edisi kedua (1869) yang secara terang-terangan menyebut perlunya ‘revolusi mental’, pendobrak keyakinan lama.

Bagi Marx, ‘revolusi mental’ merupakan keharusan untuk menata masyarakat, dari tatanan lama menuju ke tatanan baru yang komunistis. Marx dan para pendukungnya mendorong terjadinya ‘revolusi mental’, yang membenturkan kelompok satu ke yang lain. Batasnya, siapa yang ikut mentalnya direvolusi, dan siapa yang tidak.

Tak pelak, karya Marx menjadi sumber inspirasi bagi gerakan komunis internasional. Dimulai dari gerakan kelas pekerja pada 1864 kemudian 1889, lalu 1919, nyaris seluruh aktivis gerakan ini bersandar pada ‘revolusi mental’. Mereka memilah siapa kawan siapa lawan, lalu berusaha memengaruhi publik lewat agitasi propaganda. Masuk ke masyarakat, mempengaruhi komunitas buruh, menyelusup ke pasar dan pusat keramaian untuk memprovokasi warga. Ini bagian dari cara ‘revolusi mental’.

Walau tak harus tersurat, tetapi cara itu tersirat dalam hampir semua karya Marx pada kurun berikutnya. Karya-karya yang gampang dicari di berbagai situs internet dewasa ini. Sulit rasanya menepis anggapan, bahwa Marx tak mendorong ‘revolusi mental’ itu.

Khusus untuk mengubah cara berpikir, para konseptor aksi komunis pada periode berikutnya, juga meniru Marx. Dari 1864 sampai 1872, para pengikut Karl Marx, seperti Eugene Pottier (penyair Prancis) dan Wilhelm Liebknecht (revolusioner Jerman), mulai menata diri dalam ‘Internasional Pertama’ yang berbasis di London. Hubungan mereka sangat erat pada kaum pekerja di kota tersebut. Mereka juga menulis selebaran. Disebarkan secara luas, lalu dilihat reaksi masyarakat.

Intinya, para pelopor komunisme sudah terbiasa menyebarkan pandangan-pandangan yang mengadu-domba satu kelompok dengan kelompok lain demi sebuah ‘revolusi mental’. Seperti yang dilakukan Georgi Plekhanov di Rusia. Ia memanas-manasi para penggarap lahan agar bentrok dengan pemilik tanah. Sangat mirip kelak dengan aksi Nyoto tatkala menggerakkan pemuda rakyat di lapangan.

Jika Marx lebih banyak memotret dinamika di Eropa utara (Prancis, Jerman dan Spanyol), maka Vladimir Illich Lenin (VI Lenin) lebih fokus pada negerinya, Rusia. Seperti juga Marx, Lenin banyak menulis selebaran untuk dibagi ke khalayak. Tujuannya, menggerakkan masyarakat Rusia melawan Tsar Rusia kala itu.

Dalam karyanya berjudul ‘State and Revolution’ yang diterbitkan pertama kali pada 1918, Lenin secara tersirat menyebutkan perlunya aksi dramatis menyingkirkan kaum kapitalis dan birokrat. Dalam kitab itu, Lenin lebih tegas menekankan pentingnya ‘jiwa revolusioner’ dibersihkan dari kaum borjuis dan oportunis.

Lenin beranggapan gerakan Internasional Kedua (1889-1914), dikomandani Karl Kautsky, sudah jatuh bangkrut. Sebabnya, tulis Lenin, belum ada revolusi yang bisa menggerakkan kaum proletar (miskin) guna menggusur para kapitalis. Karenanya, Lenin menyodorkan cara menggerakkan massa melalui penjelasan-penjelasan provokatif, membenturkan satu bagian rakyat kepada bagian yang lain. Tak perlu diragukan, itulah cara ‘revolusi mental’ guna memulai benturan antar warga masyarakat.

Namun, harap jangan mencari istilah ‘revolusi mental’ itu ke dalam buku ‘Manifesto Komunis’ yang terbit pada 1848. Percuma. Sebab, istilah itu tak ada dalam buku ‘Manifesto Komunis’. Dalam manifesto, Marx lebih suka menggambarkan pertarungan kelas, contohnya kelas borjuis lawan kelas proletar. Walau terbit lebih awal, manifesto komunis sebenarnya hanya untuk kebutuhan praktis.
Kebangkitan Komunis Indonesia

Sejarah mencatat, kebangkitan kelompok komunis di Hindia Belanda (kini Indonesia) berkat campur tangan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau kondang dipanggil Henk Sneevliet. Pria yang sebelumnya sudah menjadi anggota komunis Belanda itu juga merupakan organisator Komintern (Komunis Internasional). Begitu menginjakkan kaki di Kota Surabaya sekitar tahun 1913, Sneevliet bergabung dengan redaksi koran ‘Soerabajaasch Handelsblad’.

Pada 9 Mei 1914, Sneevliet membentuk ‘Indische Sociaal Democratische Vereniging’ (ISDV, perkumpulan sosial-demokrat Hindia Belanda) di kota yang sama. Melalui perkumpulan ini, Sneevliet melancarkan kampanye hitam pada organisasi lain yang tidak sehaluan. Sebaliknya, ia juga mulai aktif merekrut orang Indonesia untuk menjadi juru penyebar kampanye hitam, seperti Semaun.

Sneevliet juga kemudian bersentuhan secara luas dengan para aktivis Sarekat Islam (SI) yang lain, semisal Alimin Prawirodirjo dan Darsono. Gagasan Sneevliet yang kuat dipengaruhi ajaran Marxisme mulai ditularkan ke para aktivis SI. Mereka terpengaruh, terutama pada ajaran Marxisme yang menyebutkan ‘Agama adalah Candu bagi Rakyat’. Akibatnya, mereka pun mulai membatasi diri dari pergaulan dengan sejawat dalam SI. Kedekatan dengan Sneevliet sudah mengubah diri mereka. Pengaruh gagasan ‘revolusi mental’ ala Marxisme mulai merasuki jiwa dan pikiran sejumlah aktivis SI. Berbagai bahan bacaan yang diperkenalkan Sneevliet dan dialog-dialog bersamanya telah mampu menggoyahkan keyakinan para aktivis SI ‘Merah’.

Dalam bukunya berjudul ‘The Rise of Indonesian Communism’ (1965), peneliti Ruth McVey juga melukiskan hubungan kerja Sneevliet dengan Adolf Baars. Pria yang juga disebut dalam sejarah sebagai salah-satu tokoh pendiri komunisme di Indonesia. Baars banyak menyurahkan waktunya membantu Sneevliet. Selama berbulan-bulan Sneevliet terus memengaruhi para anak-didiknya. Campur-tangan Sneevliet ke dalam aktivitas SI mengakibatkan organisasi yang berdiri tahun 1912 itu pecah. Semaun dan rekan-rekan sehaluan yang sudah tercuci otaknya, lebih memilih bergabung dengan Sneevliet. Mereka begitu terpesona dengan komentar-komentar Sneevliet.

Program cuci otak Sneevliet ternyata mujarab. Setelah membersihkan para aktivis itu dari pikiran-pikiran religius, lalu Sneevliet mengisinya dengan ajaran-ajaran Marxis yang anti-agama. Dalam testimoni tulisannya yang terbit pada tahun 1926 bertajuk ‘The class struggle element in the liberation struggle of the Indonesian people’, Sneevliet mengakui telah menyuntikkan gagasan revolusioner ke dalam SI.

Kata ‘revolusioner’ bagi komunis seperti Sneevliet, tentu saja, bermakna menyerabut seseorang dari lingkungan asal. Taktik serupa juga diungkapkan Lenin pada tahun 1918. Semaun, Alimin dan Darsono merupakan contoh bagaimana kepribadiannya sudah dicerabut dari SI.

Mental mereka telah direvolusi sedemikian rupa, sehingga mudah menjadi boneka komunis. Kelak di kemudian hari, usai Konferensi Batavia pada Januari 1926, para kader komunis yang sudah tercuci otaknya tersebut melakukan kesepakatan untuk aksi sepihak. Mereka tak mau memerhitungkan syarat-syarat keberhasilan suatu aksi. Sebab, bagi Alimin dan kawan-kawannya, yang terpening adalah beraksi frontal. Tak peduli akan jatuh korban banyak.

Komintern sudah sepenuhnya mengendalikan pikiran para petualang politik ini. Mereka tak lagi bebas menentukan sikap. ‘Revolusi mental’ yang digarap kalangan internal PKI dengan dukungan Sarekat Rakyat (SR) kian mendorong aksi pemberontakan Alimin dan pendukungnya di Banten dan Silungkang, Sumatera Barat pada 1926-1927. Pemberontakan ini gagal. Akibatnya, mereka jadi buronan 
pemerintah Hindia Belanda.

PKI dan Revolusi Mental
Jika ulasan-ulasan DN Aidit atau MH Lukman dibaca, maka segera tersirat keinginan kuat para pentolan PKI itu untuk melakukan ‘revolusi mental’. Memang, secara tersurat sulit menemukan istilah ‘revolusi mental’ dalam karya-karya tulis para tokoh PKI tersebut. Namun, indikasi kuat segera tampak manakala membaca karya mereka.

Seperti penggambaran Departemen Agitasi dan Propaganda (Depagitprop) pada tahap revolusi masyarakat Indonesia. Dalam buku yang diterbitkan tahun 1958 berjudul ‘ABC Politik Indonesia’, secara jelas tertulis desakan PKI agar dilakukan revolusi tanpa perlu menimbang akibat-akibat negatifnya. Brosur PKI yang disebar ke masyarakat itu berusaha menjelaskan alasan mengapa perlu suatu revolusi. Diantaranya, PKI beranggapan penciptaan masyarakat sosialis hanya bisa terwujud melalui revolusi komunis.

PKI menyembunyikan fakta betapa besar korban yang timbul akibat revolusi Rusia. Organisasi komunis ini secara sengaja tidak menyodorkan risiko-risiko akibat revolusi. Bagi para tokoh PKI, program cuci-otak masyarakat perlu dimulai dengan menyebarkan pamflet berisi ajakan revolusi. Memang, di dalam pamflet-pamflet PKI selalu disebut alasan di balik revolusi itu, hanya saja pamflet itu tidak pernah menuliskan dampak revolusi. Sehingga sadar atau tidak, siapapun yang tidak kritis membaca pamflet PKI, maka ia akan mudah tercuci-otaknya.

Pelan namun pasti, program-program cuci-otak ala PKI tersebut menyasar bukan saja ke kalangan kota, melainkan hingga ke desa-desa. Pamflet dan program disebarkan dengan bahasa sederhana, tapi bisa memengaruhi cara berpikir orang awam. Sejak akhir tahun 1958, para pengurus teras PKI membekali juru kampanyenya dengan trik-trik kotor mencuci otak warga. Seperti dengan membuat kampanye hitam pada lawan-lawan politik PKI.

Diantaranya menjuluki Masjumi dan PSI sebagai kepala batu. Dalam Kongres Nasional ke-VI PKI di Jakarta, Wakil Sekjen CC PKI Njoto pada pidato 9 September 1959 menuding parpol yang kritis sebagai ‘kepala batu’. Njoto pula yang aktif turun ke lapangan memengaruhi para kader-kader PKI agar rajin memprovokasi khalayak umum.

Aksi Njoto itu merupakan wujud dari langkah-langkah PKI untuk mencuci otak masyarakat. Semua fakta diputar-balik oleh Njoto, demi kepentingan program ‘revolusi mental’ di masyarakat. Langkah serupa juga dilakukan Aidit. Ia bukan saja gemar menjelaskan tahap-tahap pembentukan masyarakat Indonesia ke berbagai kalangan di dalam negeri, bahkan sampai ke luar negeri pun dilakukan Aidit.
Ketika berkunjung ke Sekolah Tinggi Partai Komunis Cina di Peking, RRT, pada 2 September 1963, DN Aidit begitu antusias menjelaskan tahap perkembangan masyarakat Indonesia. Tahap-tahap itu tentu sangat penting bagi PKI. Sebab, dari tahap-tahap inilah kemudian PKI bisa merancang aksi cuci-otak.

Boleh dikata, tahap-tahap perkembangan masyarakat Indonesia yang dibuat PKI itu sesungguhnya merupakan pemetaan terhadap situasi dan kondisi masyarakat. Dari pemetaan tersebut, maka tentu saja mudah untuk membidik berbagai kalangan yang hendak direvolusi mentalnya. Jika bidikan ini berhasil, maka PKI kemudian akan mudah menggerakkan mereka.