PEDULI FAKTA

Twitter @PeduliFakta

Tampilkan postingan dengan label Presiden SBY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Presiden SBY. Tampilkan semua postingan

Mengapa SBY Mendapat Penghargaan Dari Rabbi Arthur Schneier?




NEW YORK (voa-islam.com) - Sungguh sangat luar biasa Presiden SBY mendaptkan penghargaan dari sebuah lembaga yang didirikan oleh Rabbi Schneier. Di mana, pada 30 Mei 2013 Appeal of Conscience (ACF) New York, AS, memberikan Penghargaan Negarawan Dunia (World Stateman Award/WSA) kepada Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI.

Alasan penganugrahan penghargaan ini ialah “Sebagai Presiden yang pertama kali dipilih secara langsung di negara penduduk muslim terbanyak di dunia. Ia juga terkenal dengan upaya-upayanya menciptakan perdamaian dan menolong Indonesia berkembang menjadi masyarakat demokratis dan menjadi dan membatasi gerak kaum ekkstrimis.

ini merupakan pengakuan atas prestasinya di kancah internasional dalam menciptakan perdamaian dan sebagai motivasi untuk memajukan HAM, kebebasan beragama, dan kerjasama antar agama, yang menjadi tujuan utama ACF di seluruh dunia”.

Negarawan lain pernah mendapatkan penghargaan ACF ialah Stephen Harper, Perdana Menteri Kanada (2012), Lee Myung-bak, Presiden Republik Korea (2011), Gordon Brown, Perdana Menteri Inggris (2008), dan Nicolas Sarkozy, Presiden Perancis (2008).

ACF didirikan Rabbi Arthur Schneier pada 1965, bergerak dalam bidang HAM, kebebasan dan kerukunan antarumat beragama, menggagas kerjasama antarpimpinan umat beragama, penguasa, dan pengusaha di dalam mempromosikan perdamaian, toleransi, dan resolusi berbagai konflik yang terjadi di berbagai belahan bumi.

ACF dalam misinya meyakinkan bahwa kebebasan, demokrasi, dan HAM adalah nilai-nilai dasar yang mengilhami berbagai bangsa dan negara untuk mencapai kehidupan yang damai, sejahtera, dan bermartabat. Menurut ACF, ‘tindakan kriminal atas nama agama merupakan bentuk kejahatan paling bertentangan dengan agama’ (a crime committed in the name of religion is the greatest crime against religion).

Perjuangan hak asasi manusia dan toleransi sesuatu yang harus diperjuangkan terus menerus dan itu dapat dilakukan melalui usaha dialog terbuka dan pengertian saling mendalam antara satu sama lain. Pasca-kejadian 11 September, ACF mengunggulkan sejumlah tokoh yang dinilai berjasa meredam kekerasan dan terorisme dan menggalang toleransi dan perdamaian.

ACF mengutus delegasinya kepada tidak kurang dari 30 negara, berjumpa dengan tokoh-tokoh agama dan pemerintah setempat. Di antara negara-negara tersebut ialah Albania, Argentina, Armenia, Bulgaria, RRC, Cuba, Republim Czech, El Salvador, Jerman, Hungaria, India, Indonesia, Irlandia, Jepang, Marocco, Panama, Polandia, Romania, Rusia, Republik Slovakia, Switzerland, Spanyol, Turki, Ukraina, Inggris, dan negara-negara bekas Yugoslavia. Tentu saja kunjungan delegasi ACF dengan standard kerja professional yang mereka miliki.

Rabbi Arthur Schneier, pendiri dan sekaligus Presiden ACF mempunyai reputasi internasional dan dikenal luas sebagai tokoh kawakan interfaith dialog. Ia banyak terlibat langsung memperjuangkan kebebasan beragama dan HAM khususnya di Cina, Rusia, Eropa tengah dan negara-negara Balkan.

Ia dilahirkan di Vienna, Austria, 20 Maret 1930, pernah hidup di bawah pendudukan Nazi Budapest selama Perang Dunia II, kemudian ia hijrah ke AS pada 1947. Tahun lalu sebuah Polling memasukkan namanya salah seorang di antara 100 tokoh berpengaruh di AS. Posisi Rabbi Arthur Schneier lebih tinggi pengaruhnya daripada Presiden Obama di polling itu.

Ia pernah ditunjuk Presiden Clinton menjadi satu di antara tokoh agama yang menjadi penasehatnya, terutama menjadi counter part dialog interfaith dengan Presiden RRC dan pemimpin Cina lainnya. Ia yang menggagas sebuah resolusi tentang perlindungan agama-agama di PBB (Resolution for the Protection of Religious Sites) dan diterima pada 2001.

Ia termasuk tokoh Yahudi yang moderat, karena itu ia diminta menjadi anggota Delegasi AS di dalam The Stockholm International Forum for the Prevention of Genocide, Swedia (200). Ia berkali-kali dimintai jasanya menjadi delegasi PBB dalam urusan perdamaian dunia. Reputasi intelektualnya juga tidak diragukan, karena ia telah mendapatkan penghargaan dan Doktor Honoris Causa dari beberapa Universitas besar.

Pendiri dan sekaligus Presiden ACF beranggotakan tidak kurang dari 40 orang tokoh dari berbagai agama yang dikenal luas dalam dunia internasional, antara lain Muhtar Kent dan Imam Yahya Hendi yang sehari-hari sebagai Professor Islamic Studies di Georgetown University, yang Desember 2012 datang ke Indonesia bersama lima Rabbi, empat pendeta, dua pastor, dua muslim termasuk dirinya.

Nama-nama besar lainnya seperti Cardinal Theodore E. McCarrick, Wakil Presiden ACF, di AS pernah menjadi Uskup Agung di Washington, Pastor Joseph A. O'Hare, S.J, juga Wakil Presiden ACF, mantan Presiden Jesuit Fordham University, Cardinal Dr. Christoph Schnborn (Uskup Agung Wina dan pernah diunggulkan menjadi Paus dan juga pernah mengunjungi Indonesia, dan Pastor Daniel L. Flaherty, S.J, yang memimpin America Magazine, majalah Rpmoromo Yesuit Amerika yang disegani para pejabat public di AS.

Nama-nama besar berikut reputasi internasional mereka tidak mungkin dipertaruhkan dengan memberikan penghargaan kepada orang-orang yang tidak tepat.ACF juga bukan lembaga baru kemarin tetapi sudah berkipra secara profesional selama 48 tahun.

Perlu diketahui bahwa biasanya hadiah atau penghargaan Internasional, seperti halnya Hadiah Nobel dan lain-lain, bukan semata-mata karena pribadi atau institusi tetapi boleh jadi kombinasi antara keduanya. ACF tidak hanya melihat adanya tokoh berpengaruh di balik penurunan drastis sebuah bencana kemanusiaan tetapi juga merupakan motivasi dan insentif untuk lebih aktif terus meningkatkan perbaikan kualitas dan taraf hidup kemanusiaan di masa depan.

Penganugrahan ACF Award kepada Pak SBY, baik sebagai pribadi maupun sebagai Presuden, sebaiknya kita mengambil beberapa hikmahnya.Pertama, kita dapat mengapresiasi secara positif penghargaan ini sebagai prestasi kolektif anak bangsa Indonesia. Karena prestasi sosial itu biasanya tidak berdiri sendiri melainkan akumulasi prestasi yang melibatkan banyak unsur di dalamnnya, termasuk keringat Romo Magnis Suzeno yang juga kita kenal sebagai salah satu icon interfaith dialog di Indonesia.

Kedua, kalaulah itu mungkin Award itu kurang atau tidak layak diterima, mengingat masih adanya bengkalai problem yang belum sempat terselesaikan semuanya, seperti yang diakui sendiri oleh Pak SBY selaku pemerintah, masih ada sejumlah titik krusial sebagaimana ditunjukkan Romo Magnis dalam suratnya, justru penerimaan Award ini diharapkan menjadi motivasi dan mrndorong keberanian untuk menuntaskan bengkalai problem tersebut.

Kita bisa membenarkan sejumlah alasan kelompok yang bersikap kritis terhadap Award ini tetapi kita juga harus obyektif melihat bahwa Pak SBY sendiri tidak penah mengharapkan Award ini, bahkan memimpikan pun juga mungkin tidak. Lagi pula, Award ini tidak akan memberikan banyak efek pada dirinya karena sekarang sudah berada pada masa akhir dalam periodenya yang kedua. Tentu Pak SBY tidak hanya melihat berapa usulan yang menolak tetapi juga harus adil melihat berapa komponen masyarakat yang merasa punya hak untuk menyetujui usulan itu.

Soal dugaan adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas yang diukur melalui kesulitan membangun rumah ibadah, justru boleh jadi menunjukkan kebalikannya. Menurut data dari Litbang Kementerian Agama, jumlah masjid/mushalah yang terhalang pembangunannya di NTT, Papua,Bali, dan DKI Jakarta jauh lebih banyak jumlahnya dari pada gereja atau rumah ibadah lainnya.

Dasar penolakan tersebut sesungguhnya bukan dipicu konflik antar umat beragama tetapi karena IMB dari Pemda setempat. Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah masjid/mushallah dari tahun ketahun jauh lebih kecil di banding rumah-rumah ibadah lain. Data Litbang Kemenag menunjukkan pertumbuhan rumah ibadah selama 27 tahun terakhir yang didata: Mesjid/mushalah (64,22%), Gereja Kristen (131,30%), Gereja Katolik 152,00%), Wihara Budha (268,09%), dan Pura Hindu (475,25%).

Sekecil apapun populasi sebuah agama, seperti Kong Hu Cu, tetap mendapatkan hari libur nasional dan Kepala Negara selalu hadir di dalam acara-acara besarnya. Ini mungkin yang tidak bisa ditemukan di negara manapun.

Memang tidak salah Rabbi Scheier memberikan penghargaan kepada Presiden SBY, dan sama halnya para Rabbi di Amerika memberikan penghargaan Presiden Abdurrahman Wahid yaitu 'Medal of Velor', atas jasa-jasanya membangun prularisme di Indonesia. SBY memberikan gelar kepada Abdurrahman Wahid sebagai 'Bapak Pluralisme'. Jadi SBY  dan Abdurrahman Wahid itu, 11 -12. (jj/dbs/voa-islam.com)

SBY Dibilang Begini, Gus Dur Dibilang Begitu… Ternyata Sama Saja…





Penghargaan gelar Ksatria Salib Agung berupa selempang dan bintang dari Kerajaan Inggris diterima Presiden SBY seusai jamuan santap siang di Blue Drawing Room, Istana Buckingham, London, Inggris, Rabu (31/10/2012) lalu, pukul 14.30 waktu setempat.

Ini ada yang menyebutnya barter gelar Ksatria Salib Agung dengan proyek gas Tangguh Train 3 kepada pemodal Inggris. Di dua tahun sisa kekuasaannya, Yudhoyono kembali membuktikan diri memperuntukkan amanat rakyat untuk kepentingan para tuan pemodal asing yang selama ini jelas-jelas merampok kekayaan bangsa dan negara ini.

Demikian disampaikan Sekjen Eksekutif Nasional LMND, Agus Priyanto, menanggapi barter gelar ksatria ‘Knight Grand Cross in the Order of Bath’ dari Ratu Inggris Elizabeth II kepada SBY dengan pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 oleh pemerintah RI kepada British Petroleum./ salam-online

    Kedua sosok ini (SBY dan Gus Dur) dikait-kaitkan dengan ‘kongkalikong’ bisnis minyak. SBY diberi gelar Ksatria Salib Agung karena dinilai berjasa telah ‘menjual’ LNG Tangguh kepada British Petroleum, perusahaan migas asal Inggris. Sementara itu pada bulan Juni 2000, terkuak keterlibatan Gus Dur dalam permainan pengambilalihan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) oleh Pemda Riau. Melalui Petra Oil, Gus Dur dikabarkan turut mengelola sumur minyak yang saat itu ditaksir mampu menghasilkan sekitar 50.000 barel per hari.
 
    Pernyataan Sutan Bhatoegana (pendukung SBY) –mengenai Gus Dur kenapa dilengserkan dari kursi kepresidenan–  dalam mengimbangi lontaran  Adhie Massardi yang menuding SBY sesungguhnya bukanlah fitnah. Sebagaimana juga tudingan Adhie Massardi (pendukung SBY) terhadap SBY berkaitan dengan tema ‘menjual’ LNG Tangguh kepada British Petroleum.
    Dalam hal mendapat gelar kehormatan dari pihak Kristen dan Yahudi, kesamaannya, selain direspon negatif oleh rakyat Indonesia, kedua sosok ini juga pendukung aliran sesat seperti Ahmadiyah dan sebagainya.

    Ahmadiyah adalah aliran sesat yang berdusta atas nama Allah. Nabi palsunya yakni Mirza Ghulam Ahmad mengaku mendapatkan wahyu dari Allah, dan dikumpulkan kemudian disebut Kitab Tadzkirah dianggap wahyu muqaddas, wahyu suci. Itu puncak kedustaan dan kezaliman. Karena Allah Ta’ala berfirman.

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ (٣٢)

32. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? (QS Az-Zumar/ 39: 32).

Membela aliran sesat Ahmadiyah berarti membela pendusta tingkat tertinggi yang telah difatwakan murtadnya oleh MUI 2005, dan secara internasional diharamkan masuk ke Kota Suci Makkah. Maka pembelaannya itu merupakan tingkah amat dusta dan amat zalim pula. Sedangkan bila yang berdusta itu pemimpin maka ada ancaman Allah Ta’ala yang mengerikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ – قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ – وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ ». صحيح مسلم

“Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang berumur tua yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim).

Ancaman lain pun ada.

Bahkan untuk para pendukung sang durjana.

Camkanlah hadits ini.

Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ ، مَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ يَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ ، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ ، وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ ، وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
(النسائى في كتاب الإمارة).

 “Akan ada setelah (wafat)ku (nanti) umaro’ –para amir/pemimpin—(yang bohong). Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan membantu/mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi telaga (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (umaro’ bohong) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telaga (di hari kiamat). (HR An-Nasaa’i dalam kitab Al-Imaroh dishahihkan oleh Al-Albani).

***

Berikut ini uraian tentang dua sosok yang para pendukungnya saling tuding hingga ramai secara nasional belakangan ini.

***
SBY dan Gus Dur

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan satu-satunya presiden RI yang mendapat gelar kehormatan dari negara-bangsa lain, namun tidak direspon positif oleh rakyatnya. Sosok presiden sebelumnya, adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga pernah menjabat presiden pada 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001.

Pada akhir 31 Oktober 2012 waktu setempat, SBY menerima gelar kehormatan Honorary Knights Grand Cross of the Order of the Bath yang disematkan langsung oleh Ratu Inggris di Istana Buckingham. Gelar kehormatan itu kemudian disederhanakan penyebutannya dalam bahasa Indonesia menjadi Kesatria Salib Agung. Kosa kata “salib” tentu saja sangat sensitif, karena berkaitan dengan akidah dan simbol agama kristen-katolik yang bernuansa kemusyrikan.

Sedangkan Gus Dur pernah menerima Medal of Valor dari Yayasan Simon Wiesenthal. Penghargaan diberikan di Beverly Wilshire Hotel, Beverly Hills, Amerika Serikat pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2008 malam. Medal of Valor dalam pemahaman bahasa Indonesia artinya medali keberanian. Yayasan Simon Wiesenthal diduga membawa misi Yahudi. Sedangkan Yahudi diposisikan sebagai pihak yang memusuhi (akidah) Islam.

Bedanya, ketika SBY menerima gelar kehormatan Honorary Knights Grand Cross of the Order of the Bath tersebut, ia sedang menjabat sebagai presiden RI yang insya Allah akan berakhir tahun 2014. Berbeda dengan itu, saat menerima medali keberanian dari lembaga Yahudi, GD sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Kesamaannya, selain direspon negatif oleh rakyat Indonesia, kedua sosok ini juga pendukung aliran sesat seperti Ahmadiyah dan sebagainya.

Ada juga kesamaan lainnya, yaitu kedua sosok ini dikait-kaitkan dengan ‘kongkalikong’ bisnis minyak.

Adhie Massardi yang ketika GD jadi presiden menjalankan peran sebagai jubir, menuding bahwa pemberian gelar kehormatan Honorary Knights Grand Cross of the Order of the Bath kepada SBY tersebut, karena SBY dinilai berjasa telah ‘menjual’ LNG Tangguh kepada British Petroleum, perusahaan migas asal Inggris.

Sementara itu, ketika GD dulu memecat Jusuf Kalla (April 2000) dan menggantikannya dengan Luhut Panjaitan sebagai Menperindag, tak berapa lama (Juni 2000), terkuak keterlibatan Gus Dur dalam permainan pengambilalihan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) oleh Pemda Riau. Melalui Petra Oil, Gus Dur dikabarkan turut mengelola sumur minyak yang saat itu ditaksir mampu menghasilkan sekitar 50.000 barel per hari.

Petra Oil semula dimiliki oleh Bob Hassan dan Tommy Soeharto (Hutomo Mandala Putra), kemudian diakuisisi oleh seorang pengusaha. Proses akuisisi itu melibatkan Alwi Shihab (tokoh NU yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri), Rozy Munir (juga tokoh NU yang saat itu menjabat sebagai Menneg Investasi/Pembinaan BUMN), dan seorang pejabat di lingkungan kementerian Investasi. Petra Oil kemudian dijadikan semacam tradinghouse perdagangan minyak di wilayah Timur Tengah khususnya Iran dan Irak.

Ketika SBY dituding Adhie Massardi, muncul reaksi dari salah seorang elite Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, yang mengatakan bahwa GD saat jadi presiden juga nggak bersih-bersih amat, bahkan diturunkan karena terlibat Buloggate dan Bruneigate. Pernyataan Sutan Bhatoegana dianggap fitnah. Maka ia dituntut minta maaf, bahkan Said Agil Siradj (Ketua Umum PBNU), meminta Partai Demokrat memberikan sanksi kepada Sutan Bhatoegana.

Padahal, pernyataan Sutan Bhatoegana cuma mengulang fakta yang memang sudah jadi semacam sejarah.

Kasus Bulog-gate dan Brunei-gate

Kasus Bulog-gate dan Brunei-gate merupakan sebuah fenomena bertema “kekuasaan cenderung korup (power tends to corrupt)” yang juga terjadi pada saat GD menduduki tampuk kekuasaan. Padahal selama ini GD dicitrakan sebagai tokoh yang demokratis. Ternyata ia hanyalah seorang penguasa yang korup. Penguasa yang korup, jelaslah bukan penguasa yang demokratis. Karena, untuk bisa memenuhi hajat korupnya, ia harus otoriter, menekan yang bisa ditekan, memaksa yang bisa dipaksa, dengan berbagai cara.

Dari kasus Bulog-gate, muncul sesosok korban bernama Sapuan. Saat itu Sapuan menjabat sebagai Wakil Kepala Bulog (Wakabulog). Kasus ini menyeret Sapuan ke meja hijau. Dalam rangka menjelaskan masalah sebenarnya, Sapuan pernah membuat pengakuan tertulis.

Sejak 1998 Sapuan sudah mengenal Soewondo sebagai pedagang barang antik. Ketika Sapuan menjabat Wakabulog mendampingi Muhammad Jusuf Kalla yang saat itu merangkap jabatan sebagai Kabulog disamping Menperindag, ada yang memberitahukan bahwa Soewondo merupakan sosok yang dekat dengan Presiden Abdurrahman Wahid.

Pada suatu kesempatan, sekitar Januari 2000, Sapuan bertemu dengan Soewondo. Pada kesempatan itu Soewondo menyatakan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid bermaksud menggunakan dana taktis atau dana di luar neraca Bulog untuk membantu penyelesaian masalah Aceh. Ketika itu Sapuan sempat meminta kepada Soewondo untuk mempertemukannya dengan Presiden untuk mengkonfirmasi keinginan tersebut.

Akhirnya, masih di buan Januari 2000, menjelang Hari Raya Idul Fitri, Sapuan bertemu dengan Presiden Abdurahman Wahid. Ia diantar oleh Ir Soleh Sofyan dan Ir Mulyono Makmur. Namun hanya Sapuan yang diperkenankan menghadap Presiden. Pertemuan berlangsung pukul 16.00 wib.

Pada pertemuan itu, menurut Sapuan, Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan keinginannya menggunakan dana taktis Bulog untuk menyelesaikan masalah Aceh melalui berbagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Ketika itu Sapuan menyampaikan, prosedur penggunaan dana taktis itu bisa diatur melalui keppres sehingga jelas pertanggungjawabannya. Namun, melalui Soewondo, Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tidak setuju menempuh prosedur tersebut.

Sebagai Wakabulog, Sapuan melaporkan pertemuannya dengan Presiden Abdurrahman Wahid kepada atasannya, Muhammad Jusuf Kalla. Ketika itu, Kabulog Muhammad Jusuf Kalla pun melakukan konfirmasi kepada Presiden dan tetap menyarankan agar menempuh prosedur melalui Keppres.

Selanjutnya tidak ada lagi pertemuan antara Presiden Abdurrahman Wahid dengan pejabat Bulog manapun. Namun, setelah liburan Idul Fitri, Soewondo kembali mendatangi Sapuan dan meminta tolong agar dicarikan pinjaman sebesar Rp 35 milyar. Soewondo berjanji, pinjaman itu akan segera dikembalikan dalam jangka waktu satu tahun, yaitu tanggal 14 Januari 2001.

Maka, Sapuan pun membuat surat perjanjian pengakuan hutang yang ditandatangani Sapuan sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Bulog dan Soewondo sebagai pihak yang berhutang dengan menyandang status mentereng sebagai Asisten Pribadi Presiden. Dalam perjanjian itu disepakati bunga pinjaman sebesar 18 persen per tahun, dengan agunan berupa tanah seluas 200 hektar di Cianjur. Dana yang digunakan sepenuhnya dana Yanatera, bukan dana non-neraca. Peruntukannya juga jelas, yaitu pinjaman pemerintah untuk dana Aceh.

Sapuan mengabulkan permintaan pinjaman itu karena menurut Soewondo konon atas permintaan Presiden untuk menangani masalah Aceh. Bagi Sapuan, alasan tersebut masih sejalan dengan semangat pertemuannya dengan Presiden sebelumnya. Apalagi, selama ini Bulog memang selalu diberi tugas dalam menangani masalah khusus, antara lain masalah Aceh.

Sebagaimana diakui Sapuan, dana Rp 35 milyar milik Yanatera itu seluruhnya diserahkan kepada Soewondo. Namun ternyata mengalir kemana-mana. Menurut temuan Gowa (Government Watch), pada tanggal 14 Januari 2000 Leo Purnomo alias Kie Hau (staf dari AW Air) mencairkan check Bukopin sejumlah Rp 5 milyar di BCA Tomang. Pada tanggal 20 Januari 2000, Teti Sunarti (istri Soewondo) mencairkan check Bukopin sebesar Rp 10 milyar di Bank Mandiri Pulomas.

Pada hari yang sama, 20 Januari 2000, Suko Sudarso (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Litbang PDI Perjuangan) mencairkan dana Rp 15 milyar di Citibank Sudirman. Masih ada lagi. Pada tanggal 24 Maret 2000, Siti Farika mencairkan Rp 5 milyar di BCA Sudirman, kemudian pada tanggal 27 Maret 2000 dana tersebut ditransfer ke BCA Semarang.

No. CekBukopin
   


Sebagai tambahan informasi, Siti Farika diduga merupakan salah satu wanita yang akrab dengan Gus Dur selain Aryanti boru Sitepu. Siti Farika dan Suko Sudarso adalah aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia), organisasi kepemudaan onderbouw PDI (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Sedangkan Soewondo termasuk salah satu orang dekat Gus Dur (Asisten Pribadi Presiden) yang merangkap sebagai tukang pijit pribadi sejak Gus Dur belum menjabat sebagai presiden.

Perusahaan penerbangan AW Air (Airwagon Internasional Airline) dimiliki oleh AW (Abdurrahman Wahid), Soewondo dan pihak lainnya. Di perusahaan itu, AW memiliki saham 50 persen sedangkan Soewondo 15 persen. Pendirian perusahan berdasarkan akte notaris Budiono, SH tanggal 28 September 1999 Namun, setelah Gus Dur dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 1999, ia menyatakan mundur dari perseroan tersebut. (Jaknews.com, Rabu, 07/06/2000, 14.55).

Menurut Kapolri saat itu Jenderal Rusdihardjo, sebagaimana diberitakan Sinar Pagi Online, 8 Juni 2000, pihak kepolisian telah mengamankan dana milik Yanatera Bulog senilai Rp 35 miliar yang diselewengkan. Antara lain, sebanyak Rp 10 miliar diamankan dari istri Suwondo, Rp 5 miliar dari Siti Farikha dan Rp 15 miliar berasal dari 132 sertifikat tanah di Cianjur milik Suwondo.

Ketika kasus Bulog-gate terkuak, salah seorang petinggi NU yang juga pendukung setia Gus Dur, Said Agil Siradj mengatakan, bahwa kasus korupsi senilai Rp 35 miliar itu kecil, jadi tidak perlu dipermasalahkan. Padahal, agama (Islam) tidak pernah membenarkan pencurian (korupsi) sekecil apapun. Apalagi dari kasus korupsi ini dilengkapi dengan penzaliman berupa jatuhnya korban  setingkat Wakil Kepala Bulog, yang harus mendekam di dalam penjara meski dalam keadaan sakit.

Sedangkan untuk kasus Brunei-gate, sebagaimana diberitakan detik.com edisi 8 Juni 2000, Presiden Abdurahman Wahid mengakui bantuan dari Sultan Hassanal Bolkiah sebesar USD 2 juta yang ditujukan untuk Aceh mengucur ke kantong bendahara pribadinya H. Masnuh.

Selama ini H. Masnuh merupakan “bendahara” non formal Gus Dur. Tugasnya, mengumpulkan dana kemanusiaan. Masnuh juga dikenal sebagai pengusaha kayu asal Surabaya yang saat itu bermukim di Jl. Irian, Jakarta Pusat.

Gus Dur pernah menjelaskan, sebagian dari dana 2 juta dolar AS itu telah dikirim ke Afdhal Yasin, salah satu anggota DPRD I Aceh dan Fuadi salah seorang mahasiswa di Aceh. Namun pada tahap pertama baru terkirim 600 ribu dolar AS. Dana itu, kata Gus Dur, tak hanya untuk masalah Aceh, tapi juga Ambon dan Papua.

***

Jadi, pernyataan Sutan Bhatoegana sesungguhnya bukanlah fitnah, sebagaimana juga tudingan Adhie Massardi terhadap SBY berkaitan dengan tema ‘menjual’ LNG Tangguh kepada British Petroleum. (lihat: British Petroleum Investasi 12 Miliar Dolar AS, Republika online edisi Minggu, 04 November 2012, 13:02 WIB).

Meski begitu, Sutan Bhatoegana tetap memenuhi desakan fans mendiang GD untuk meminta maaf. Apalagi, Sutan mengakui dia juga berasal dari keluarga NU. Jadi, yang selama ini ribut-ribut di ruang publik itu ternyata dari keluarga yang sama toh.

Dalam kasus ini, kalau kita tengok peribahasa ada ungkapan Menang jadi arang, kalah jadi abu: dalam pertengkaran, menang atau kalah sama-sama menderita kerugian.

Apa ruginya?

Jadi terbuka dua-duanya, aib mereka terbongkar kembali.

Bagi orang yang mampu mengambil pelajaran berharga, di situlah indahnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tampak nyata:
(( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ )) متفق عَلَيْهِ .

Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. (Hadits muttafaq ‘alaih).

 Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihien menjelaskan:

 وهذا صَريحٌ في أنَّهُ يَنْبَغي أنْ لا يَتَكَلَّمَ إِلاَّ إِذَا كَانَ الكلامُ خَيراً ، وَهُوَ الَّذِي ظَهَرَتْ مَصْلَحَتُهُ ، ومَتَى شَكَّ في ظُهُورِ المَصْلَحَةِ ، فَلاَ يَتَكَلَّم .

 Ini jelas bahwa seyogyanya seseorang tidak bicara kecuali bila pembicaraan itu baik, yaitu yang nampak maslahat-kebaikannya. Dan kapan ia ragu akan adanya kemaslahatan-kebaikan maka janganlah bicara. (Riyadhus Shalihien bab haramnya ghibah dan perintah menjaga lisan).

 (haji/tede/nahimunkar.com)

Sumber:

http://nahimunkar.com/18846/sby-dibilang-begini-gus-dur-dibilang-begitu-ternyata-sama-saja/
Presiden SBY

Presiden SBY

[1] Selama kepemimpinan tokoh ini, bangsa Indonesia panen bencana. Termasuk bencana-bencana mengerikan seperti Tsunami Aceh, gempa bumi Yogya, lumpur Lapindo, dan lain-lain. Hal itu menjadi burhan, bahwa kepemimpinan orang ini sangat penuh masalah. Tidak diridhai oleh Allah sehingga terjadi begitu banyak bencana. Di jaman Soeharto saja, yang katanya penuh korupsi dan sebagainya itu, tidak ada bencana-bencana mengerikan seperti jaman SBY. Termasuk di dalamnya bencana kemanusiaan, seperti kecelakaan transportasi.

Sebagian orang menolak hujjah ini dengan alasan, “Jangan kaitkan soal bencana alam dengan politik. Itu tidak ada kaitannya.” Atas pernyataan itu, saya jawab, “Apakah Anda percaya bahwa bencana itu datang tanpa sebab apapun? Apakah Anda percaya bahwa bencana tidak ada hubungannya dengan dosa-dosa manusia? Apakah Anda percaya bahwa keshalihan dan ketakwaan, tidak memberi manfaat apapun bagi hidup manusia?” Jika Anda percaya hal itu,  berarti Anda bukan orang beragama, tetapi sekuler, atau bahkan atheis.
Dalam Al Qur’an disebutkan, “Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa (kepada Allah), benar-benar akan Kami bukakan atas mereka barakah-barakah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (agama Allah), sehingga Kami siksa mereka karena perbuatannya.” (Al A’raaf: 96).


Hanya orang sekuler, freemasonries, atau atheis yang tidak percaya hubungan antara dosa-dosa manusia dengan bencana yang terjadi di sekitarnya. Bisa jadi, selama ini kita telah memilih pemimpin yang sangat salah, orang-orang yang zhahirnya tampak “Islami”, tetapi hatinya menyembunyikan permusuhan keras.

[2] Memilih Sri Mulyani dan kawan-kawan sebagai pengatur urusan ekonomi. Adalah suatu bencana mengerikan ketika urusan keuangan negara dan perekonomian diserahkan kepada mantan pejabat IMF, yaitu orang-orang yang cara berpikirnya menganut paham ekonomi IMF. Perlu diketahui, bahwa IMF adalah sumber kehancuran ekonomi Indonesia. IMF telah melakukan kejahatan-kejahatan sistematik yang sulit dimaafkan oleh orang-orang waras di negeri ini.

Di antara kejahatan IMF:

(a) Mereka mendesak Pemerintah melikuidasi 16 bank nasional tahun 1997. Akibatnya industri perbankan nasional hancur, kurs rupiah terjun bebas sampai turun 300 %, bahkan pernah melebihi 400 % (dari patokan Rp. 2.500,- per dollar sampai di atas Rp. 15.000 per dollar).

(b) IMF juga yang memicu munculnya mega skandal BLBI, sehingga negara kehilangan dana lebih dari Rp. 500 triliun. BLBI sebagaimana namanya, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tadinya ditujukan untuk menyelamatkan bank-bank nasional dari rush (kehabisan modal akibat uang masyarakat ditarik secara serentak). Dan semua orang tahu, IMF tidak berbuat apa-apa tentang skandal BLBI yang sukses memiskinkan bangsa Indonesia itu.

(c) IMF sukses menghancurkan kurs rupiah, sehingga yang semula di patokan Rp. 2.500,- per dollar saat ini selama 10 tahun terakhir ada di level Rp. 10.000,- per dollar. Betapa susahnya kurs rupiah itu naik ke atas, menguat terhadap dollar. Bahkan hampir-hampir tidak pernah bisa, sebab kurs kita mengikuti situasi pasar. Padahal sebagai negara merdeka, kita bebas menentukan kebijakan kurs. Andai bangsa ini mau, kurs rupiah bisa dipatok pada kisaran Rp. 5.000,- per dollar. Memang pada mulanya kita akan hidup susah dengan kebijakan ini, tetapi kalau bertahan dalam waktu 3 tahunan, kita akan bisa adaptasi dan siap mencapai kemapanan ekonomi.(Aneh, katanya negara merdeka, tetapi untuk soal kebijakan kurs saja tidak independen. Merdeka apane, Cak?).

(d) IMF menjerumuskan bangsa Indonesia dalam pusaran ekonomi terbuka, kapitalisme yang semakin kuat, dan dominasi bisnis asing yang luar biasa. Dan memang gol dari gerakan IMF memang ke arah ini.
(e) IMF bersama Bank Dunia, ADB, IGGI, CGI, dan lain-lain telah menjerumuskan bangsa Indonesia dalam debt trap (jebakan hutang). Inilah hutang yang menyandera kemerdekaan kita. Hal itu sudah terjadi sejak era Orde Baru, dan semakin menggila setelah ditanda-tangani Letter Of Intends dengan IMF di tahun 1997.
Memilih orang IMF, mantan IMF, atau berpemikiran ekonomi sehaluan dengan IMF sama saja dengan menyerahkan diri kepada orang-orang yang telah menghancurkan kehidupan kita sehancur-hancurnya. Dari sisi ini, haram hukumnya memilih SBY dan wajib hukumnya menolak dia.

[3] Kebijakan SBY tidak memiliki komitmen moral yang baik. Lihatlah, budaya masyarakat, pergaulan sosial, perilaku birokrasi, kaum elit, perilaku generasi muda, mahasiswa, para seniman, pelaku bisnis, dunia karier, dan lain-lain. Banjir hedonisme ada dimana-mana. Dan negara di bawah SBY tidak memiliki komitmen untuk memperbaiki kondisi ini. Pornografi, tayangan TV, aliran sesat, paham liberal, sekularisme, dan lain-lain marak. Hampir-hampir SBY tidak memiliki desain apapun untuk membangun moral masyarakat. Dia sangat percaya dengan mekanisme demokrasi dan mekanisme pasar. Biarlah masyarakat menentukan sendiri keadaan moralnya.

Sebagai contoh, SBY sangat membanggakan tentang “sekolah gratis”. Seakan-akan ia dianggap sebagai “syurga nyata” dalam kehidupan masyarakat. Tetepi pernahkah dia berpikir, bahwa anggaran puluhan triliun untuk sekolah gratis itu tidak menyelematkan para pelajar kita dari kehancuran moral. Pornografi, seks bebas, pelacuran, aborsi, dan lain-lain menjadi bagian dari kehidupan para pelajar kita saat ini.

Termasuk yang dikeluhkan banyak aktivis Islam, yaitu sikap SBY yang lemah dalam soal Ahmadiyyah. Ketika terjadi Insiden Monas 1 Juni 2008, SBY sangat keras mengecam FPI atau aktivis Islam. Dia sangat marah dan hal itu tersiar ke seluruh penjuru negeri. Tetapi pernahkah dia semarah itu kepada Ahmadiyyah? Mungkin SBY akan berdalil dengan “mekanisme hukum”. Nah, sekarang sudah satu tahun sejak Insiden Monas, mengapa masalah Ahmadiyyah belum juga dibereskan dengan “mekanisme hukum”?

[4] SBY sangat tampak sebagai sosok pemimpin yang American Oriented. Banyak alasan-alasan yang bisa disebutkan, seperti dalam tulisan “Icon Amerika di SBY”. Lihatlah bagaimana ekspressi SBY saat memuji-muji Barack Obama. Padahal presiden yang bersangkutan tetap mempertahankan pasukannya di Irak; menambah kekuatan invasinya di Afghanistan; hanya memberi solusi “bibir” saja untuk kemerdekaan Palestina; serta mendukung Pakistan memerangi Thaliban di Lembah Swat dan lainnya.
Dibandingkan sosok presiden manapun di Indonesia, SBY paling “berbau” Amerika. Dia tidak bisa menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan nasional, melebihi kepentingan asing.

[5] Kedustaan regim SBY dalam soal kebijakan kenaikan harga BBM tahun 2005, 2007. Sebagai contoh, SBY mengklaim pemerintahannya adalah satu-satunya pemerintahan yang pernah menurunkan harga BBM. Hal itu diklaim sebagai “bukti sukses” pemerintahannya. Padahal penurunan harga BBM nasional adalah karena penurunan harga minyak dunia ke level US 40 per barrel. Jadi sama sekali bukan karena Pemerintahan SBY. Bahkan kalau mau fair, seharusnya SBY menurunkan harga BBM ke masa sebelum November 2005 ketika harga bensin masih Rp. 2000,- per liter. Sebab mengikuti harga minyak dunia tahun 2005, ia ada di level US$ 60 per barrel seperti saat ini.

Dampak mengerikan dari kenaikan harga BBM secara ekstrim itu, membuat ekonomi Indonesi kembali terhempas, setelah masyarakat susah-payah bangkit. Seakan negara tidak ada political will untuk memprotek kemampuan ekonomi rakyatnya sendiri. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

[6] SBY adalah sosok pemimpin melankolik, tebar pesona, mendayu-dayu, suka “curhat” di depan umum. Pemimpin seperti ini sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia yang sedang bekerja sangat keras untuk membebaskan diri dari segala keterpurukan. SBY hampir-hampir tidak memiliki suatu determinasi untuk melawan tekanan asing, tekanan konglomerat, tekanan korporasi, dan sebagainya.

Contoh, tentang Indonesia keluar dari IMF. Keputusan ini diambil setelah IMF selesai tertawa terbahak-bahak selama 10 tahun penuh, setelah lembaga itu sukses besar menghancurkan ekonomi Indonesia. Ya, kita keluar dari IMF setelah lembaga itu puas menghina-rendahkan martabat bangsa kita. Bahkan keluarnya Indonesia, hanya sekedar keluar “kulit” saja. Secara pemikiran, madzhab ekonomi, sistem moneter, kebijakan fiskal, dll. masih “ngeplek” ajaran IMF. Lha, wong orang IMF-nya sendiri, Boediono malah didaulat menjadi Gubernur BI.

Langkah menolak SBY bukan karena soal Boediono seperti yang diajarkan oleh politik Amien Rais. Memang SBY sendiri harus ditolak karena kebijakan-kebijakan politiknya. Tidak peduli dia berpasangan dengan siapapun, sekalipun dengan Hidayat Nur Wahid atau Hatta Radjasa, dia harus tetap ditolak. Menolak SBY adalah bagian dari upaya kita untuk membela Islam dan menyelamatkan kehidupan kaum Muslimin, serta generasi muda Islam di masa nanti.

Hanya Allah tempat kita bergantung, dan hanya kepada-Nya kita mengadu. “La yanshurannallaha man yanshuruh” (Allah benar-benar akan menolong siapa yang menolong agama-Nya. Surat Al Hajj). Jangan takut saudaraku untuk menetapi jalan kebenaran, sebab Allah selalu bersama hamba-hamba-Nya yang komitmen membela agama-Nya.

Wallahu A’lam bisshawaab.

Bandung, 19 Juni 2009.

Joko Waskito bin Boeang Al Jawiy.
SBY dan “9 Malapetaka Terorisme”

SBY dan “9 Malapetaka Terorisme”

September 27, 2011 

Bismillahirrahmaanirrahiim. 

1. FAKTA: Hari Minggu, 25 September 2011, sekitar pukul 10.55 WIB, seorang pemuda, diperkirakan usia 31 tahun, melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Kepunton Solo. Akibat aksi ini satu orang tewas -dengan usus terburai- yaitu si pelaku peledakan itu sendiri, dan puluhan jemaat gereja terluka. Menurut kabar, pelaku peledakan itu diperkirakan namanya Ahmad Yosefa.

2. Pagi hari terjadi peledakan bom, sore harinya SBY langsung membuat konferensi pers. Isi konferensi pers: dia menyebut peledakan itu sebagai aksi pengecut, dia menyebut pelaku peledakan itu ialah “jaringan Cirebon”, dan dia kembali memastikan bahwa Indonesia belum aman dari aksi-aksi terorisme. 


Pernyataan SBY ini setidaknya mengandung dua masalah besar: Pertama, dia begitu cepat memastikan bahwa pelaku peledakan itu adalah ini dan itu. Hanya berselang beberapa jam SBY sudah memastikan, padahal hasil penyelidikan resmi dari Polri belum dikeluarkan. Hal ini mengingatkan kita kepada Tragedi WTC 11 September 2001. Waktu itu media-media Barat sudah memastikan bahwa pelaku peledakan WTC adalah kelompok Usamah, hanya sekitar 3 jam setelah peristiwa peledakan. Seolah, SBY sudah banyak tahu tentang seluk-beluk aksi bom bunuh diri di Kepunton Solo tersebut. Kedua, SBY untuk kesekian kalinya tidak malu-malu mengklaim bahwa kondisi Indonesia masih belum aman dari aksi-aksi terorisme. Kalau seorang pemimpin negara masih berakal sehat, seharusnya dia malu dengan adanya aksi-aksi terorisme itu. Tetapi sangat unik, SBY tampaknya sangat “menikmati” ketika kondisi Indonesia tidak cepat lepas dari aksi-aksi terorisme. 


Bila Masanya Tlah Tiba, Seseorang Akan Dikejar Bencana, Sekalipun Dia Bersembunyi di Pucuk Gunung Atau Liang Semut... 

3. Setiap ada aksi terorisme, dimanapun juga, termasuk di Indonesia, kaidahnya sederhana. Aksi terorisme bisa dibagi menjadi 3 jenis: (a). Aksi yang benar-benar murni dilakukan oleh pelaku terorisme dengan alasan ideologis. Mereka melakukan teror karena kepentingan ideologi, dan menjalankan aksi itu dengan persiapan-persiapan sendiri. Aksi-aksi yang dilakukan oleh IRA di Irlandia, Basque di Spanyol, atau kelompok David Coresh di Amerika termasuk jenis ini; 

(b). Aksi terorisme yang dibuat oleh aparat sendiri dalam rangka mencapai tujuan politik tertentu. Aparat yang merancang dan mereka pula eksekutornya. Contoh monumental aksi demikian ialah peledakan WTC yang dilakukan oleh dinas intelijen Amerika sendiri; (c). Aksi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu (misalnya kelompok Jihadis) yang ditunggangi oleh aparat. Penyusun aksi itu sebenarnya aparat, tetapi eksekutornya diambil dari kalangan Jihadis yang mudah dipengaruhi dan diprovokasi. Aksi peledakan bom itu sangat mudah dibuat oleh mereka yang punya DANA, INFORMASI, dan AKSES SENJATA. Sedangkan sudah dimaklumi, aparat keamanan memiliki itu semua. Mereka bisa membuat aksi peledakan dimanapun, lalu aksi itu diklaim dilakukan oleh pihak ini atau itu. 

4. Malapetaka. Dalam bahasa Inggris disebut “disaster”. Dalam bahasa Arab disebut bala’. Seseorang disebut mendapat malapetaka ketika dia tertimpa keburukan, mushibah, kemalangan, atau penderitaan; karena telah melakukan kedurhakaan atau kezhaliman kelewat batas. Contoh manusia yang mendapatkan malapetaka ialah George Bush. Begitu hinanya manusia itu, sehingga dia dilempar sepatu ketika berbicara di Irak. Tidak pernah ada kepala negara dilempar sepatu sehina itu, selain George Bush. 

SBY dalam hal ini juga bisa dikatakan, telah mendapat “malapetaka terorisme”. Mengapa SBY dikatakan telah mendapat “malapetaka terorisme”? Alasannya, karena: (a). Dia banyak didoakan mendapat malapetaka oleh semua aktivis Islam yang mendapat kezhaliman dan penistaan akibat isu-isu terorisme itu, beserta keluarga dan kerabat mereka. Mereka mendoakan bersama agar SBY mendapat laknat dari Allah Ta’ala; (b). Dia didoakan mendapat malapetaka oleh setiap Muslim yang merasa muak dan benci akibat peristiwa-peristiwa terorisme yang penuh rekayasa, demi menjelek-jelekkan para aktivis Islam itu. Begitu muaknya masyarakat, sampai pernah beredar ajakan agar mematikan TV ketika disana ada SBY sedang pidato; (c). SBY mendapat malapetaka langsung dari Allah akibat segala dosa-dosa dan kezhalimannya kepada kaum Muslimin, kepada bangsa Indonesia, dan alam sekitarnya. 


Setidaknya disini ada “9 Malapetaka Terorisme” yang menimpa SBY sepanjang karier kepemimpinnanya.

5. Malapetaka 1: SBY adalah seorang “Presiden Terorisme”. Maksudnya, dia adalah satu-satunya Presiden RI yang paling banyak berurusan dengan isu teorisme. Bahkan, SBY tidak memiliki prestasi apapun yang bernilai, selain dalam mengurusi isu terorisme itu sendiri. Tidak ada Presiden RI yang begitu gandrung dengan isu terorisme, selain SBY. Tidak ada Presiden/PM di negeri-negeri Muslim yang begitu intensif bergelut dengan isu-isu terorisme, selain SBY. Bahkan tidak ada presiden negara dimanapun, setelah George Bush, yang begitu getol dengan isu terorisme, selain SBY. Singkat kata, SBY bisa disebut sebagai “George Bush-nya Indonesia“. 

6. Malapetaka 2: SBY terbukti merupakan Presiden RI yang sangat sentimen kepada aktivis-aktivis Islam, bahkan sentimen kepada Ummat Islam. Di sisi lain, SBY sangat peduli dengan nasib minoritas non Muslim. Banyak fakta yang membuktikan hal itu. 

Saat terjadi peledakan bom di Kepunton Solo, SBY begitu cepat bereaksi. Dia mengecam tindakan aksi bunuh diri tersebut. Tetapi ketika terjadi kerusuhan di Ambon, sehingga beberapa orang Muslim meninggal, ratusan rumah dibakar; ternyata SBY diam saja. Dia tak bereaksi keras, atau mengecam. 

Ketika seorang jemaat gereja HKBP mengalami penusukan di Cikeuting, SBY langsung bereaksi keras. Padahal jemaat itu hanya luka-luka saja. Bahkan yang terluka juga termasuk aktivis Muslim. Tetapi terhadap puluhan pemuda Islam yang dibunuhi Densus88 di berbagai tempat; terhadap ratusan pemuda Islam yang ditangkap, ditahan, dan disiksa; terhadap ratusan keluarga pemuda-pemuda Muslim yang terlunta-lunta; ternyata SBY hanya diam saja, atau pura-pura tidak tahu. 

Ketika terjadi insiden Monas yang menimpa anggota Jemaat Ahmadiyyah, Juni 2008 di Jakarta, SBY bereaksi keras. Dia mengecam ormas Islam anarkhis. Kata SBY: “Negara tidak boleh kalah oleh kekerasan!” Hebat sekali. Tetapi ketika Ustadz Abu Bakar Ba’asyir berkali-kali diperlakukan kasar, galak, dan penuh tekanan; padahal beliau sudah tua dan sakit-sakitan. Ternyata SBY tak pernah mau peduli. 

Ketika terjadi pelatihan militer oleh sebagian kelompok Islam di Jantho Aceh. Dilakukan di tengah hutan, tanpa ada korban atau aksi kekerasan apapun, ia dianggap sebagai aksi terorisme. Para pelakunya ditahan, sebagian ditembak mati. SBY membiarkan perlakuan keras itu. Tetapi terhadap gerakan OPM di Papua yang jelas-jelas bersenjata dan menyerang aparat berkali-kali, SBY tidak pernah menyebut gerakan OPM sebagai terorisme. 

Ketika para penari Cakalele mengibarkan bendera RMS di depan mata SBY, dia tak bersikap tegas. Padahal itu benar-benar penghinaan di depan mata dia. Tetapi ketika ada sebagian orang membuat aksi demo dengan membawa kerbau yang ditulis “Sibuya”, SBY begitu marah. 

Intinya, SBY sudah terbuksi sangat NYATA dan JELAS, bahwa dia sangat membenci pemuda-pemuda Islam, dan sangat pengasih kepada kalangan minoritas non Muslim; meskipun gerakan mereka membahayakan NKRI. Kaum Muslimin yang banyak jasanya bagi negara dibiarkan dianiaya, sedangkan kaum minoritas selalu mendapat pembelaan penuh. 

7. Malapetaka 3: Dalam masa kepemimpinan SBY sangat banyak bencana-bencana alam, mulai dari Tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, kekeringan, lumpur Lapindo, kecelakaan tragis, dll. 

8. Malapetaka 4: Dalam masa kepemimpinan SBY kondisi perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan hebat. Inflasi tinggi, hutang luar negeri membengkak sampai Rp. 1733 triliun, pengangguran merebak, dominasi asing sangat kuat di segala sektor, beban anggaran negara sangat berat, dll. 

9. Malapetaka 5: Di masa kepemimpinan SBY praktik korupsi merebak, mewabah, merajalela. Pejabat pemerintah seperti Gubernur, Bupati, Walikota banyak ditahan. Anggota DPR, menteri-menteri terlibat korupsi. Bahkan korupsi menyentuh aparat hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman. Tidak terkecuali, para politisi Partai Demokrat juga dirundung banyak masalah korupsi, seperti yang diungkapkan Nazaruddin. Isu korupsi yang menimpa Partai Demokrat sangat berat. 

10. Malapetaka 6: Melalui laporan Wikileaks yang dipublikasikan koran Australia, Sydney Herald Morning dan The Age, SBY dituduh menyalah-gunakan kekuasaan untuk melakukan korupsi dan kejahatan politik. Keluarga SBY dituduh memanfaatkan posisi SBY untuk memperkaya diri. Isteri SBY, Bu Ani Yudhoyono malah disebut sebagai “broker proyek”. Belum pernah ada Ibu Negara di Indonesia mendapat sebutan demikian, selain isteri SBY. Ironinya, yang melaporkan berita-berita itu justru Kedubes Amerika Serikat, yang notabene kawan SBY sendiri; pelapornya, menteri-menteri SBY sendiri; dan publikasi oleh media Australia yang notabene adalah kawan SBY dalam pemberantasan terorisme. 

11. Malapetaka 7: Pernyataan SBY tentang negara Amerika tersebar luas di tengah masyarakat. Pernyataan itu berbunyi, kurang lebih: “America is my second country. I love It, with all of faults.” Pernyataan ini tersebar dimana-mana, yang menjelaskan bahwa SBY tidak memiliki komitmen nasionalis. Dia memiliki sifat KHIANAT terhadap bangsanya sendiri. Tidak heran, kalau dalam pidato-pidatonya, SBY sangat senang memakai bahasa Inggris. Lucunya, saat Obama datang ke Tanah Air, lalu berpidato berdua bersama SBY; SBY harus berkali-kali dibisiki oleh Menlu Marty Natalegawa tentang isi pidato Obama tersebut. Forum yang seharusnya bisa membuat SBY dipandang mulia, malah membuatnya “kasihan deh lo”. 

12. Malapetaka 8: Dapat disimpulkan, bahwa SBY adalah satu-satunya Presiden RI yang tidak memiliki kemampuan apa-apa. Sama sekali tak memiliki kemampuan. Kemampuan satu-satunya SBY ialah membuat PENCITRAAN. Dari sisi kemampuan manajemen tidak ada; wawasan ekonomi, tak ada; ilmu pertanian, nol besar; wawasan bela negara, kosong melompong; kemampuan diplomasi, sami mawon; kemampuan retorika, nilai 4; kemampuan sains, wah tambah parah; dan seterusnya. SBY nyaris tak memiliki kelebihan apapun, selain membuat pencitraan. Sebagian purnawirawan jendral menyebut SBY sebagai “jendral salon”, “jendral kambing”, “terlalu banyak membaca”, dan sebagainya. Ini adalah penilaian yang sangat memprihatinkan. 

13. Mapaletaka 9: …hal ini belum berjalan, dan akan terus berjalan sampai disempurnakan oleh Allah Ta’ala. Bentuknya, kita tidak tahu; bisa apa saja, sesuai kehendak-Nya. Kita hanya bisa menanti. 

Apa yang disebut disini bukanlah fitnah atau cerita dusta. Ia benar-benar ada. Hanya saja, mungkin sebagian orang menyebutnya dengan istilah “kesialan SBY”, “mushibah bersama SBY”, “kelemahan SBY”, “malapetaka bersama SBY”, “kehancuran nama SBY”, dan lain-lain. Dalam tulisan ini, ia disebut “malapetaka”, sesuai dengan makna kata itu sendiri. 

Ya, silakan Pak SBY, lanjutkan hidup Anda; lanjutkan apa saja yang Anda sukai; toh setiap orang berhak berbuat dan memutuskan, sedangkan dosa-dosa dan akibat, akan dia tanggung sendiri. Pak SBY ini sudah “masuk kantong”, karena dia sangat sentimen kepada para aktivis-aktivis Islam, terlalu jauh bermain-main dalam ranah kezhaliman isu terorisme; akibatnya banyak orang menyumpahi dan mendoakan malapetaka baginya. 

“Semakin seseorang terjerumus jauh dalam kezhaliman kepada kaum Muslimin, semakin perih akibat yang tertanggung dalam dirinya, keluarganya, dan kehidupannya.” 

Nas’alullah al ‘afiyah lana wa lakum ajma’in. 

Bandung, 27 September 2011.