PEDULI FAKTA

Twitter @PeduliFakta

Tampilkan postingan dengan label Hanung Bramantyo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hanung Bramantyo. Tampilkan semua postingan
Film Sesat Karya Hanung Bramantyo

Film Sesat Karya Hanung Bramantyo

STOP FILM Perusak Aqidah!

Salah satu film perusak aqidah adalah Film “?” yang disutradarai oleh HANUNG BRAMANTYO dan diproduseri oleh ERICK TOHIR pimpinan MAHAKA PICTURE dan MAHAKA MEDIA yang menerbitkan HARIAN REPUBLIKA. Film “?” diiklankan seperempat halaman berwarna di Republika hari Kamis 7 April 2011 dengan tulisan besar di tengah iklan : “Masih pentingkah kita berbeda ?” Dan dalam deretan sponsor tertera logo tulisan “Republika”. Sehari sebelumnya, dalam Wawancara Eksklusif Republika yang menghabiskan satu halaman penuh, Hanung Bramantyo mempropagandakan film ... Lihat Selengkapnya“?” dan menolak stempel pluralis mau pun liberalis untuk filmnya tersebut, dengan dalih “maksud” yang ada dalam hati dan benaknya tidak seperti yang “dipahami” orang lain. Dalam kesempatan lain, sang sutradara menyebutkan hal- hal positif dalam filmnya untuk “menjustifikasi” hal-hal negatif dalam film tersebut yang disorot dan diprotes keras oleh masyarakat. Sang sutradara lupa atau pura-pura lupa bahwa pokok persoalannya bukan terletak pada hal-hal yang sudah positif, tapi justru terletak pada hal-hal negatif yang diprotes umat Islam. Lagi pula, walau dalam film tersebut ada berjuta kebaikan, namun jika dengan sengaja diselipkan suatu propaganda kesesatan, maka tetap sesat dan tetap akan jadi persoalan. Bahkan berjuta kebaikannya akan dipahami sebagai kamuflase untuk menutupi kesesatannya, sekaligus untuk dijadikan alasan justifikasi atas kesesatan tersebut. Masyarakat awam adalah tingkatan kelompok orang yang lugu dan polos dengan pola pikir yang sangat sederhana. Mereka hanya “memahami” dari apa yang mereka dengar, lihat, tonton dan saksikan dari film tersebut, bukan “menafsirkan” apa yang dimaksud sang sutradara atau produsernya. Film “?” telah menyajikan sejumlah statement dan agenda yang memberi kesan kepada masyarakat awam sebagai berikut :

1. Dalam film “?” ada adegan pendeta ditusuk, gereja dibom, restoran Cina diserang secara anarkis oleh sekelompok masyarakat muslim di Hari Lebaran, dan sekelompok pemuda muslim bersarung dan berpeci mencerca seorang Cina yang dibalas dengan bahasa Jawa yang artinya “Dasar Teroris Anjing”. Kesan untuk masyarakat awam bahwasanya orang Islam itu bengis, biadab dan jahat. Walau pun dalam adegan penusukan pendeta dan pengeboman gereja tidak jelas pelaku dan motifnya, namun dengan rentetan adegan lainnya tersebut mengarahkan kesan kepada umat Islam.

2. Dalam film “?” ada cerita tentang Rika yang semula muslimah, kemudian murtad masuk nashrani karena kecewa suami berpolygami. Rika pun berdalih bahwa kemurtadannya bukan berarti membenci atau pun mengkhianati Tuhan. Sepanjang cerita Rika ditampilkan sebagai sosok yang ideal, toleran, arif dan bijak. Ibu dan anak Rika yang semula menentang kemurtadan Rika, akhirnya bisa menerima. Dalam cerita ini ada narasi : “…semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama; mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.” Kesan untuk masyarakat awam bahwasanya : 
a. Syariat polygami itu buruk karena merusak rumah-tangga dan menyebabkan orang murtad. b. Murtad itu bukan mengkhianati Tuhan, sehingga tidak mengapa orang murtad. c. Rika murtad tapi ideal, toleran, arif dan bijak, sehingga orang murtad pantas untuk diterima secara baik. d. Sikap Ibu dan anak Rika yang menentang kemurtadan Rika adalah sikap “tidak toleran”, sehingga akhirnya dikalahkan oleh sikap “toleran” dengan menerima kemurtadan Rika.e. Semua agama benar dan sama menuju Tuhan yang satu. (-Pluralisme-).

3. Dalam film “?” ada cerita tentang Surya yang bermain drama pada Hari Raya Paskah di gereja dengan peran menjadi Yesus. Sebelum pentas, Surya latihan Yesus disalib di dalam masjid, lalu direstui oleh Ustadz yang mengajar di masjid tersebut. Saat pentas di gereja pun banyak orang berpenampilan muslimin dan muslimat yang ikut berpatisipasi menonton dan membagikan bingkisan Paskah kepada jemaat gereja. Kesan untuk masyarakat awam bahwasanya : a. Orang Islam main drama di gereja dan berperan sebagai Yesus tidak mengapa. b. Latihan drama Yesus disalib dalam masjid juga tidak mengapa. c. Orang Islam ke gereja untuk ikut merayakan Paskah pun tidak mengapa. d. Islam ke gereja , Yesus dan Salib ke Masjid sama saja. (-Pluralisme).

4. Dalam film “?” ada cerita tentang Menuk, seorang wanita muslimah berjilbab, yang kerja di restoran Cina yang menjual dan menyajikan Babi. Saat shalat Menuk melaksanakan shalat di tempat kerjanya, dan saat tugas Menuk menghidangkan Babi dengan nyaman tanpa ada sikap galau atau pun riskan. Kesan untuk masyarakat awam bahwasanya menjadi seorang muslim tidak harus menjadi halangan untuk menjual / memotong / menghidangkan Babi. Bahkan ada kesan untuk mengajak masyarakat untuk menghalalkan Babi. Walau pun pemilik restoran menyatakan dalam film tersebut bahwa alat masak untuk Babi harus dipisah dengan alat masak untuk Udang, Cumi dan Ayam, tapi ia juga menyatakan bahwa Daging Babi itu “lebih gurih”, tidak perlu bumbu apa pun seperti memasak Udang, Cumi dan Ayam.

5. Dalam film “?” ada cerita tentang Tan Kat Sun pemilik restoran Cina penjual Babi, yang toleran terhadap karyawan muslimnya dengan mempersilahkan shalat, namun akhirnya mati pasca penyerangan restoran Cinanya oleh sekelompok orang Islam. Diceritakan juga bahwa restoran Cina penjual Babi tersebut di bulan puasa ramadhan merugi karena sepi pengunjung. Kesan untuk masyarakat awam bahwa orang non muslim sangat toleran terhadap umat Islam, tapi tidak sebaliknya. Dan juga mengesankan bahwa pelanggan restoran Cina penjual Babi tersebut adalah umat Islam, sehingga ketika umat Islam sedang puasa Ramadhan maka restoran menjadi sepi pengunjung. Selain itu semua, masih ada lagi adegan Asmaul Husna dibaca dengan nada sinis dan melecehkan oleh pendeta di dalam gereja. Lalu ibu kost berjilbab yang judes dan bakhil.

========

Berdasarkan itu semua maka mengingatkan segenap umat Islam :
  1. Bahwa agama yang benar adalah Islam, selain Islam tidak benar.
  2. Bahwa Islam sangat menghargai perbedaan agama (Pluralitas), tapi menolak pencampur-adukan agama (Pluralisme).
  3. Bahwa Islam menolak segala bentuk penodaan terhadap agama apa pun.
  4. Bahwa “Murtad” bukan bagian kebebasan beragama, tapi merupakan penodaan agama.
  5. Bahwa “Murtad” adalah perbuatan terkutuk dan merupakan dosa besar yang haram dilakukan oleh umat Islam. Pelakunya wajib bertaubat atau dihukum mati.
  6. Bahwa Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) adalah paham sesat dan menyesatkan bukan dari ajaran Islam.
  7. Bahwa umat Islam haram mencampur-adukan aqidah dan ibadah dengan agama apa pun, termasuk merayakan hari besar umat beragama di luar Islam.
  8. Bahwa Liberal adalah musuh besar Islam dan pembangkangan Liberal terhadap Allah SWT
  9. Bahwa umat Islam wajib tunduk dan patuh kepada Hukum Allah SWT.
  10. Bahwa umat Islam wajib membela agamanya dari segala bentuk penodaan.                               

Selanjutnya
 
  1. Bahwa Film “?” adalah FILM LIBERAL yang sesat dan menyesatkan, sehingga haram ditonton oleh umat Islam dan harus dilarang pemutarannya oleh pemerintah RI.
  2. Bahwa Erick Tohir dengan Mahaka Picture dan Mahaka Media serta Republikanya harus menarik film “?” dari peredaran, dan meminta maaf kepada umat Islam, serta berkomitmen untuk tidak mengulangi kesalahannya. Jika tidak, maka umat Islam diserukan untuk memboikot Erick Tohir dan semua medianya.
  3. Bahwa Hanung Barmantyo harus menghentikan peredaran film “?”, dan bertaubat kepada Allah SWT, serta menyudahi sikap Liberalnya selama ini yang selalu menyerang Islam. Jika tidak, maka umat Islam diserukan untuk menjadikannya sebagai musuh Islam.
  4. Bahwa Lembaga Sensor Film (LSF) tidak boleh meloloskan film apa pun yang merusak aqidah dan akhlaq umat Islam, termasuk film “?”, serta wajib melakukan reformasi kepengurusan agar tidak disusupi atau ditunggangi oleh unsur-unsur Liberal dari kelompok mana pun. Jika tidak, maka bubarkan LSF dan kembalikan wewenang perfilman kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi atau kementerian lain yang berkompeten.
  5. Bahwa semua anggota masyarakat diserukan untuk tidak membeli / menyewa / memutar / menonton / mensponsori film apa pun yang merusak aqidah dan akhlaq umat Islam, termasuk film “?”, dan diserukan pula kepada segenap anggota masyarakat untuk memboikot semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran film yang merusak aqidah dan akhlaq umat Islam, termasuk film “?”
Hanung Bramantyo

Hanung Bramantyo


Bukti Hanung Berjiwa Labil dan Sebarkan Virus Menggoyang Iman

Oleh Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede*

Hanung Bramantyo: “…Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya…” (Hanung Bramantyo ketika diwawancarai radio JIL KBR68H, Rabu tanggal 27 Oktober 2010.

***
Dalam perspektif keimanan, boleh jadi ada yang punya kesan bahwa Hanung Bramantyo tergolong sosok labil yang beruntung. Kesan seperti itu bisa mencuat setelah membaca transkrip wawancara antara Hanung dengan radio milik komunitas liberal yaitu KBR68H.

Wawancara secara live antara Hanung dengan KBR68H berlangsung pada hari Rabu tanggal 27 Oktober 2010, dan turut disiarkan oleh 40 jaringan radio liberal yang ada di kawasan Nusantara ini. Transkrip wawancara tersebut kemudian dipublikasikan melalui situs JIL, beberapa hari setelah wawancara live berlangsung.


Hanung yang berasal dari keluarga Islam dan bersekolah mulai TK hingga SMA di lembaga pendidikan milik ormas Islam, bahkan sempat nyantri di salah satu ponpes yang dikelola ormas Islam, ternyata tidak luput dari pasang surut iman yang membawanya kepada dunia sekuler. Selama bertahun-tahun ia tidak shalat dan tak shaum di bulan Ramadhan, termasuk saat menggarap film Ayat-ayat Cinta: “…Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya…”

Jadi, ketika Hanung menggarap film Ayat-ayat Cinta yang katanya bernuansa Islami itu, ia sama sekali tidak punya motif agamis, tapi murni demi duit, popularitas dan seni. Satu-satunya motif non pamrih dan non materi yang mendorong Hanung menggarap film itu adalah pesan ibunya, mualaf cina yang pernah berpesan: “…kamu kalau sudah bisa membuat film, tolong buat film untuk agama kamu…”

Dalam keadaan tidak shalat dan tidak shaum Ramadhan itulah, proses pembuatan film Ayat-ayat Cinta banyak mengalami kendala. Bahkan ketika film itu rampung dan siap diputar di berbagai bioskop, Hanung masih was-was.

Kalau saja boleh berandai-andai film Ayat-ayat Cinta gagal secara komersial, dan produsernya menanggung rugi, serta kredibilitas Hanung sebagai sutradara muda runtuh, boleh jadi Hanung akan semakin jauh dari agamanya, yang sudah ia tinggalkan sejak SMA, apalagi sejak ia menuntut ilmu di IKJ (Institut Kesenian Jakarta).

Tidak syak (diragukan) lagi, Allah Maha Mengetahui segala hal. Astaghfirullah, ternyata film Ayat-ayat Cinta laris manis. Bahkan berhasil mencatatkan jumlah penonton terbanyak, sebelum akhirnya dikalahkan oleh film Laskar Pelangi. Maka Hanung pun menuai rupiah yang tak terduga. Kesuksesan film Ayat-ayat Cinta menjadi titik balik Hanung di dalam mengakui Allah. Hanung pun umrah. “…Ketika masuk ke gerbang Masjidil Haram melihat Ka’bah, oh ya Allah, merinding sekali. Saat melihat Ka’bah, lutut saya tidak bisa digerakkan. Saya langsung jatuh, bruk. Di situ itu saya baru bilang, Allahu Akbar…”

Boleh jadi bagi Hanung, film Ayat-ayat Cinta banyak memberi kejutan. Tidak hanya berupa materi dan popularitas, tetapi juga protes. Terutama dari kalangan aktivis perempuan yang anti poligami. Menurut mereka, film Ayat-ayat Cinta diangap berpihak kepada konsep poligami melalui adegan-adegan yang manusawi dan alasan-alasan yang tidak bisa ditolak. Sejumlah wanita yang semula menyikapi poligami begitu sinis dan emosional, setelah menyaksikan film Ayat-ayat Cinta sikap mereka jadi lebih proporsional dan manusiawi.

Kejutan lain yang dituai Hanung dari kesuksesan film Ayat-ayat Cinta adalah kehidupan cintanya mulai berbunga kembali. Hanung adalah duda satu anak yang sempat menyia-nyiakan istri dan anaknya saat ia masih berada di dunia ala jahiliyah, kemudian mendapat tambatan hati seorang perawan berjilbab gaul yang suka menghisap rokok, dan salah satu pendukung film Ayat-ayat Cinta juga. Kini mereka sudah menikah dan punya seorang anak.

Rupanya, Hanung adalah sosok yang terkesan konsisten membela kekafiran berfikir ala aktivis kesetaraan gender dan aktivis liberal. Kesuksesan film Ayat-ayat Cinta yang dianggap mengkampanyekan poligami, langsung dia balas sendiri dengan membuat film Perempuan Berkalung Sorban. Menurut Hanung, “…Film ini adalah hutang saya pada kaum perempuan yang sebelumnya kecewa dengan film AAC yang dianggap sangat berpihak pada poligami.” (http://www.nahimunkar.com/nomena-sinetron-dan-film-indonesia-bertendensi-merusak-citra-islam/#more-242)

Menurut Tabloid Suara Islam, film Perempuan Berkalung Sorban selain mengisahkan kebobrokan pesantren dan kiyainya, juga terkesan mendukung Komunisme. Misalnya, sebagaimana terlihat adanya pencitraan bahwa sejumlah santri menjadikan buku-buku sastrawan kiri sebagai bacaan wajib. Padahal itu tidak ada dalam novelnya (yang diangkat jadi film itu). Bagi Taufiq Ismail, sastrawan senior, melalui film Perempuan Berkalung Sorban ini, Hanung terkesan “…ingin menunjukkan dirinya kreatif, super-liberal, berfikiran luas, tapi dengan mendedahkan kekurangan-kekurangan dan cacat-cela ummat, yang dilakukannya dengan senang hati. Bahkan mengarang-ngarang hal yang tidak ada…”

Boleh jadi Hanung tidak peduli dengan kegusaran Taufiq Ismail. Bahkan tidak peduli dengan kegusaran kita. Terbukti, pada film Sang Pencerah (tentang KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah), Hanung menjadikan Lukman Sardi sebagai pemeran utama. Lukman Sardi sang murtadin (murtad dari Islam dan menjadi Kristen) ini merupakan salah satu putra dari pebiola Idris Sardi. (wawancara suaraislam.com dikutip nahimunkar.com, Hanung, Kau Keterlaluan: Pesantren dan Kiyai Begitu Kau Burukkan…….September 26, 2010 10:59 pm, http://www.nahimunkar.com/hanung-kau-keterlaluan-pesantren-dan-kiyai-begitu-kau-burukkan%E2%80%A6%E2%80%A6/#more-3394)

Sikap konsisten Hanung membela kekafiran berfikir ala aktivis kesetaraan gender dan aktivis liberal, nampaknya sudah terbentuk sejak ia remaja. Sejak remaja ia konsisten ingin menjadi ledhek. Khususnya dunia teater. Minat besar Hanung ternyata tidak mendapat dukungan kondusif dari lingkungan sekolahnya, sehingga ia putus asa, kemudian menolak Islam, sekaligus tidak suka dengan Muhammadiyah. Bahkan “murtad”. Sebuah gambaran jiwa yang labil.

Meski labil, Hanung masih beruntung, karena pengakuannya terhadap Allah masih bersemi manakala film garapanya Ayat-ayat Cinta laris manis di pasaran. Barangkali begitulah cara Yang Maha Kuasa memasukkan hidayah kepada hamba-Nya yang materialistis. Harus dengan duit dan popularitas.
Meski kasih sayang Allah sudah terbukti tercurah kepada Hanung, ia tetap saja betah dengan kekafiran berfikirnya. Sebagaimana terlihat melalui film terbarunya yang diberi judul “?” (tanda tanya). Menurut KH A. Cholil Ridwan (Ketua MUI Bidang Budaya), film garapan Hanung tersebut menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama.

Sedangkan menurut Adian Husaini, film “?” sangat merusak, berlebihan, dan melampaui batas. Adian yang sudah menyaksikan langsung film tersebut, berkesimpulan, Hanung ingin menggambarkan kerukunan, tapi justru memberi stereotype yang buruk tentang Islam. Selain itu, menurut Adian, Hanung terkesan meremehkan proses murtad. “Dalam pandangan Islam, orang murtad itu serius, tidak bisa main-main. Tapi dalam film ini, pilihan murtad seolah bukan hal yang serius, yang biasa saja jika orang yang keluar dari agama Islam.”

Begitulah bila sosok yang masih labil diserahi menggarap film bertema serius, maka yang akan dihasilkan adalah kesan mempermainkan agama. Apalagi bila sosok labil itu punya bakat sombong, maka ia akan semakin terjerumus ke dalam kekafiran berfikir, bahkan mengajak orang lain untuk juga terjerumus ke dalam kekafiran berfikir yang sama. Sebab, orang yang sombong cenderung menolak masukan dari orang lain, sehingga ia tidak menyadari kesombongannya, serta tidak menyadari kekafiran berikirnya. (haji/tede)

***

Baca juga di: http://www.nahimunkar.com/bukti-hanung-berjiwa-labil-dan-sebarkan-virus-menggoyang-iman/#ixzz2o2OiYJf4 Follow us: @nahimunkarcom on Twitter | NahiMunkar.com on Facebook

MUI: Film Karya Hanung Mendukung Orang Murtad

MUI: Film Karya Hanung Mendukung Orang Murtad

“Setelah saya menyaksikan film TANDA TANYA, karya Hanung, produksi Mahaka Picture (Kelompok Republika), saya menyatakan; “Film itu menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama,” demikian disampaikan KH A.Cholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya kepada redaksihidayatullah.com, Kamis (07/3) malam.
***

Untuk kesekian kali, sutradara Hanung Bramantyo kembali menuai kecaman. Setidaknya, dua institusi besar, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Banser Nahdlatul Ulama menyatakan kekecewaannya.

Film terbaru garapan Hanung yang berjudul ‘?’ (baca:Tanda Tanya) yang mulai menghiasi layar lebar di Indonesia pada 7 April 2011 dan diputar perdana di Planet Hollywood, Jakarta Selatan dinilai MUI telah menyebarkan paham syirik modern bernama “pluralisme agama”.


“Setelah saya menyaksikan film TANDA TANYA, karya Hanung , produksi Mahaka Picture (Kelompok Republika), saya menyatakan; “Film itu menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama,” demikian disampaikan KH A.Cholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya kepada redaksi hidayatullah.com, Kamis (07/3) malam.

Selain itu, Kiai Cholil juga meminta kaum Muslim agar waspada terhadap propaganda kemusyrikan berkedok membina kerukunan seperti film yang telah dikampanyekan Hanung tersebut. Kiai Cholil mengingatkan, dalam al-Quran Surat Al An’am: 112 telah disebutkan, bahwa Allah telah menjadikan setan-setan dari jenis manusia yang selalu membisikkan kata-kata indah untuk menipu.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ [الأنعام/112]

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” [Quran Surat 6:112]

Sementara itu di tempat berbeda, Banser Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Kota Surabaya juga mengecam penayangan film tersebut yang dinilai telah mendiskreditkan sosok Banser.

Sekretaris Satkorcab Banser Kota Surabaya M Hasyim As’ari, Rabu (6/4) mengatakan, protes tersebut dilakukan karena dalam film tersebut Hanung menukil peran Soleh sebagai sosok Banser dengan beragam perannya sesuai fakta di masyarakat.

Menurut Hasyim, Hanung harus meminta maaf kepada para tokoh Banser sekaligus merevisi film tersebut. “Banyak yang tidak terima penggunaan seragam Banser yang tanpa meminta izin itu,” kata Hasyim dikutip Antara.

Sebelum ini, sejumlah tokoh Islam pernah mengecam film karyanya yang berjudul Perempuan Berkalung Sorban (PBS). KH. Prof Dr Ali Mustafa Yakub, Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang dinilai telah mendiskreditkan pesantren.

Sementara itu, sineas Chaerul Umam berkesimpulan, film PBS sarat dengan propaganda paham liberalisme, budaya jahiliyah, bahkan nilai-nilai Kristiani. Dicontohkannya, dalam salah satu adegan film itu, Annisa (santriwati tokoh utama PBS yang diperankan Revalina S. Temat) mengajak bekas pacarnya, Khudori, untuk berzina di kandang kuda. Meski Khudori menolak, namun keduanya sudah kadung ketangkap basah. Hanya dengan bukti jilbab Annisa yang terlepas dari kepala, massa menuntut keduanya dihukum rajam.*

Foto: pnri
Sumber :Red: Cholis Akbar

Sumber: Hidayatullah.comKamis, 07 April 2011  dengan diberi teks ayat oleh nahimunkar.com.

Beberapa kali nahimunkar.com mempersoalkan karya Hanung. Di antaranya dapat dibaca di Hanung, Kau Keterlaluan: Pesantren dan Kiyai Begitu Kau Burukkan……., http://www.nahimunkar.com/hanung-kau-keterlaluan-pesantren-dan-kiyai-begitu-kau-burukkan%E2%80%A6%E2%80%A6/#more-3394
Adapun mengenai kaitan Hanung dengan Muhammadiyah, dan juga film Perempuan Berkalung Sorban, disoroti pula:

Muhammadiyah Satu Abad, Mau Dibawa ke Mana?
June 30, 2010 12:59 am

Sementara itu Hanung Bramantyo adalah sutradara yang diprotes keras oleh tokoh di MUI Pusat, karena film Perempuan Berkalung Sorban jelas bernuansa feminisme liberal yang diangkat dari novel yang didanai the Ford Foundation.Menurut Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999.Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia. (lihat nahimunkar.com, February 10, 20098:46 pm, Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).

Masalah liberal, bahkan pluralisme agama bukanlah masalah kecil dalam Islam. Bahkan MUI telah mengharamkan faham pluralisme agama itu dalam fatwanya tahun 2005. Namun faham yang diharamkan MUI itu kadang justru menyusup ke lembaga-lembaga Islam, kemungkinan pula Muhammadiyah. Maka perlu waspada.

Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam
February 10, 2009 8:46 pm

Adanya fenomena Hanung dan filmPerempuan Berkalung Sorbanmembuat umat Islam harus lebih tegas. Apa-apa yang dilakukan Hanung bukan sekedar berkreasi dengan bebas, tetapi memangada unsur memfitnah Islam.

Demikianlah kecaman-kecaman terhadap Hanung yang jualan kemusyrikan baru dengan nama bukan dari Islam yakni pluralism agama lewat film, menurut Ketua MUI bidang Budaya, seperti dikutip hidayatullah.com di atas.

(nahimunkar.com)
  • Amin N hidayat
    harusnya hanung lebih jeli untuk memilah alur cerita, tak perlu seperti itulah penggambarannya, baik memang intinya mendewasakan masyarakat untuk bertoleransi antar agama, tapi toh banyak jalan lain untuk menggambarkannya ….. sungguh diisesalkan, menambah kisruh di panasnya hati rakyat indonesia yg selalu dibakar dan dibakar untuk kepentingan tertentu …
  • Mahfud
    saya sangat senang bahwasanya para ulama dan masyarakat indonesia masih sangat peduli dengan hal-hal yang dapat menggoyahkan aqidah keislaman…salah satunya dengan mengkritisi dunia perfilman khususnya film "TANDAN TANYA" karya hanung bramantyo…alhamdulillah
    tapi yang sangat disayangkan, ketika film-film semacam ini dikecam bahkan dilarang tayang dan sejenisnya…Lalu dimana reaksi dan kecaman "para pengecam" terhadap film-film horor made in indonesia yang tidak dapat dipungkiri jelas-jelas menampilkan kemaksiatan, kesyirikan dan merusak agama…dapat kita lihat dalam film horor tersebut, para wanita yang memakai pakaian ala kadarnya dengan menampilkan aurat mereka, kita lihat pula bagaimana dukun-dukun dijadikan kawand-kawand mereka bahkan dijadikan panutan, selain itu, bagaimana kyai atau pun ustadz dalam film tersebut hanya digunakan sebagai pengusir jin atau syetan…!!
    lalu dimana kecaman mu kepada hal-hal yang lebih jelas kemaksiatannya, lebih jelas kesyirikannya, dan lebih-lebih jelas merusak moral bangsa ini…

Melalui Film, Hanung Bramantyo Merusak dan Memanipulasi Sejarah Islam


Siapa yang tak kenal Hanung Bramantyo? Sutradara perfilman yg sudah banyak menghasilkan karyanya di bioskop-bioskop Indonesia. Namun, ada kejanggalan dari hasil-hasil karyanya. Semakin hari, karya sutradara Hanung Bramantyo semakin menunjukkan upaya untuk memojokkan umat Islam di Indonesia.

Dalam film Sang Pencerah misalnya, Hanung begitu berambisi mereduksi perjuangan gerakan Islam modernis menjadi sekedar persoalan pemahaman tekstual dan kontekstual belaka. Sementara dalam film Perempuan Berkalung Sorban, Hanung begitu bersemangat menyudutkan sistem pendidikan Islam yang sudah lama mengakar dan memberikan kontribusi pada pembangunan karakter bangsa.

Kini, kata aktivis muda Muhammadiyah, Supriadi Jae, upaya Hanung menyudutkan umat Islam Indonesia terlihat semakin jelas dalam film Soekarno.


Dalam film itu ada salah satu adegan yang mempertontonkan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang ini, Hanung menggambarkan ada sosok yang bersorban kemudian berteriak-teriak mau menegakkan syariat Islam Indonesia dengan alasan pemeluk Islam Indonesia merupakan mayoritas. Pasca orang ini berpidato, suasana menjadi rusuh, sebelum akhirnya ditenangkan oleh Soekarno.

Menurut Suja, biasa Supriadi Jae disapa, adagen ini benar-benar membalikkan sejarah. Secara faktual berdasarkan data-data sejarah, sidang yang digelar pada 29 Mei-1 Juni 1945 ini berjalan tertib, dengan gagasan ideologis kebangsaan yang menonjol. Sidang ini pada awalnya dihadiri oleh 60 anggota, dengan tiga pimpinan sidang, yaitu Radjiman Wediodinigrat sebagai ketua, serta Itibangase Yosio dan RP Soeroso sebagai wakil ketua sidang. Pada masa berikutnya, sidang dihadiri oleh 69 anggota, karena ada enam anggota tambahan yang terdiri dari orang-orang Jepang.

Anggota BPUPKI itu, lanjut Suja, kemudian dibagi menjadi lima golongan, yaitu golongan pergerakan, golongan Islam, golongan birokrat, wakil kerajaan, pangreh praja, dan golongan peranakan. Untuk golongan peranakan, hadir empat orang peranakan Tionghoa, satu orang peranakan Arab dan satu orang peranakan Belanda.
Dalam hal merespons permintaan ketua sidang mengenai dasar negara, ada beberapa tokoh yang mengemukakan tentang pentingnya Ketuhanan sebagai dasar kenegaraan. Mereka adalah Muhammad Yamin, Wiranatakoesuma, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, Dasaad, KS Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykarama, Abdul Kadir, KS Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo dan Muhammad Hatta.

“Lalu siapa orang yang bersorban apa adanya di film Hanung yang berteriak-teriak mau menegakkan syariat Islam itu? Benar-benar film murahan, karena sejatinya dasar-dasar negara itu di dialogkan secara elegan dan penuh kesantunan, dan masih dalam bingkai kebangsaan,” kata Suja kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 19/12).

Suja pun bertanya, apa motif dan alasan Hanung menampilkan perwakilan Islam dalam sidang BPUPKI itu secara murahan.
“Apakah Hanung tidak paham sejarah atau secara sadar dan sengaja memutarbalikkan sejarah? Bila dasar pertama yang menjadi alasan, maka Hanung tak pantas membuat film sejarah. Bila alasan kedua yang menjadi alasan, maka Hanung benar-benar berbuat kejahatan kenegaraan karena mau memanipulasi sejarah,” sambung Suja dengan tegas.

Bahkan, Suja menambahkan, penggemaran sosok Fatwamati dalam film itu benar-benar nista. Fatmawati, kader Muhammadiyah yang juga puteri dari tokoh Muhammadiyah Bengkulu, Hassan Din, digambarkan oleh Hanung sebagai sosok yang tidak jauh beda dengan figur Abege dalam sinetron-sinetron kacangan yang selama ini beredar.

“Memang tak aneh, produser film Soekarno ini juga adalah Ram Punjabi, yang biasa membuat film kacangan,” demikian Suja. [ysa/rmol/dp/dais]