PEDULI FAKTA

Twitter @PeduliFakta

Tampilkan postingan dengan label Hendropriyono. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hendropriyono. Tampilkan semua postingan
SEKILAS TENTANG HENDROPRIYONO "PENCIPTA" JOKOWI

SEKILAS TENTANG HENDROPRIYONO "PENCIPTA" JOKOWI

::BONGKAR::

1. Eng ing eeeng ... Siapa sajakah orang2 sekeliling Jokowi? Apa tujuan mereka? Dimana mereka sekarang? Mari kita bahas satu persatu

2. Orang pertama yang "menemukan" Jokowi namanya hendropriono. Kader utama LB Moerdani, Terduga otak pelaku pembunuhan Munir aktivis HAM

3. Hendro juga adalah terduga pencipta, perekayasa serangkaian kegiatan "terorisme" di Indonesia sewaktu menjabat kepala BIN

4. Hendro bermaksud menumpang agenda AS yang sedang melancarkan perang global terhadap terorisme paska pemboman WTC 11/09/01

5. Tujuannya, menarik perhatian AS agar masuk ke Indonesia, kemudian membantu agenda pribadi hendropriyono jadi presiden RI

6. Hendro berharap AS berutang budi atas jasa2 hendro yang "membantu" dalam memenangkan perang menumpas teroris di Indonesia

7. Modusnya, dengan memberikan "legitimasi dan bukti" bhw pengakuan Hambali ( teroris yg ditahan AS di Guantanamo) adalah benar

8. Hambali atas tekanan penyiksaan ala waterboard di penjara Guantanamo akhirnya mengaku pernah 1X kunjungi Ust Abubakar Baasyir di Ngruki

9. Meski Hambali bilang kunjungannya temui Baasyir ke Pesantren Ngruki hnya 1 kali dan tdk bahas apapun, apalagi terorisme, AS tetap waspada

10. Perhatian AS terhadap pesantren ngruki solo, dimanfaatkan Hendro dgn merekayasa serangkaian gerakan terorisme di indonesia, bom meledak

11. Bom meledak dimana2, Bom bali I (12/10/2), Bom BEJ, Bom Kedubes Australia, dan Bom Bali II. Hendro beri stigma RI negara teroris

12. Awalnya, rencana busuk keji hendro sukses. AS, Barat dan Australia setujui perangi terorisme di Indonesia. Solo jadi pusat medan perang

13. Solo dijadikan pusat medan perang terorisme di Indonesia, gara2 Hendro. Orang yg dijadikan Ka BIN oleh Presiden Mega, khianati negara RI

14. Hendopriono adalah kader utama Moerdani. Terkenal sbg ANTI ISLAM, meski Hendro bernama asli abdul mahmud hendropriono, haji lagi !

15. Sebelum jadi master of terrorist Indonesia, hendro bersma 1 batalion pasukannya sukses membantai mati 246 umat islam jamaah warsidi

16. Sebanyak 246 umat islam sedang shalat subuh dibantai Kolonel hendro Danrem Garuda Hitam Lampung atas tuduhan Makar ! Gile lue Ndro !

17. Dalam rangka menjadikan Solo dan Pesantren Ngruki sbg pusat medan perang terorisme (abal2) di Indonesia, Hendro butuh bantuan walikota

18. Meski akhirnya rekayasa Hendro pada "perang terorisme di RI" tercium oleh CIA, FBI dan LSM2 AS, Hendro jalan terus. Join dgn Australia

19. AS yang dikadalin Hendro terkait isu terorisme tdk mau bantu Hendro, AS malah dukung SBY jadi presiden pada 2004 lalu. Hendro marah !

20. Hendro lalu bekerja sama dgn teman2 dan yunior2nya seperti Luhut dan Dai Bachtiar. Mereka dorong bentuk Densus 88, dgn bantuan Aussie

21. Sumber Daya di TNI sdh tdk bisa diharapkan lagi utk "perangi terorisme (palsu)", Hendro tunggangi Polri Cs > Densus 88. Australia bantu

22. Australia mau bantu "perang terorisme" RI krna tekanan politik dalam negeri mereka yg bgtu kuat, apalagi 88 WN aussie mati di BOM BALI I

23. Rakyat Aussie menjadi takut dan anggap terorisme Indonesia sbg ancaman bagi keamanan nasional. Aussie terpaksa rekrut Hendropriono

24. Hendroprioyono jadi agen pemerintah Aussie via ASIS (lembaga intelijen australia). Hendro dipasok uang, logistik, info, jaringan dst

25. Tahu Ahmad Olong? Ga kenal? Kalau ahmad fathonah tahu? Nah itu tahanan LP Berramah Australia yg dibebaskan Hendro dan "ditanam" di PKS

26. Siapa lagi binaan Hendro yg ditanam di PKS? Jangan kaget.. A**** ! Apakah A*****  masih jadi agen Hendro atau tdk, tanya sendiri

27. Jadi, Hendropriono adalah agen pemerintah australia, lihat bgmn hendro selalu bela pemerintah australia dlm setiap isu politik/teroris

28. Hendropriono perwira intelijen yang dibina kader moerdan utk menghancurkan islam di Indonesia : Talangsari, Bom bali I, Bali II, PKS dst

29. Mengenai Talangsari Lampung, silahkan baca >> "HENDROPRIYONO, JENDERAL JAGAL RATUSAN WARGA TALANGSARI http://t.co/UH67VAkfrj

30. Talangsari, Munir, Bom Bali I, II, Bom Kedubes australia, Bom JW Marriot, kerusuhan2 di RI, Ahmad Fatonah dst.. Peran sentral hendro

30. Talangsari, Munir, Bom Bali I, II, BEJ, Kedubes australia, JW Marriot, kerusuhan2, penculikan, Fatonah dst..Peran sentral hendro usut

31. Usut peran sentral hendro pada semua peristiwa yang memfitnah islam, bongkar kaitannya dgn luhut, Jokowi dan sejumlah jendral. Adili

32. Jokowi ditemukan Hendro, dibina sejak Jokowi jadi walikota Solo, lalu dialihkan ke Luhut, pura2 buat PT Rakabu bersama. Join thn 2008

33. Sdh saatnya kebenaran diungkap, apalagi Hendro sdh menuduh Prabowo, korban fitnahnya& genknya, sebagai psikopat. Hukum harus ditegakkan

34. Hendropriono, Luhut, Ansyori, Sumardi, zaenal abidin & jendral2 binaan MOERDANI SANGAT TAKUT jika Prabowo jadi presiden. Habis mereka !

35. Anda tahu siapa sekretaris Timses Jokowi? Namanya DR Andi Widjajanto. Siapa dia ? Anak Mayjen Theo Sjafei, jendral kesyangan Moerdani

36. Ingatkah anda siapa Jend Theo Sjafei ayah kandung Andi Widjajanto? Dia pernah menghina Islam dan Quran. Mau tahu sejarahnya? Nih ..

37. Theo Sjafei, kader emas Moerdani, ayah Andi Widjajanto, sekretaris timses Jokowi, penghina Islam & Quran http://t.co/zz6FvySPZH

38. Terjawab knpa semua jenderal pengkhianat negara, pembenci islam, tukang adu domba, perekayasa teroris, pembunuh aktivis mendukung Jokowi

39. Krna hendroprioyono sdh sebut Prabowo psikopat, skrg mari kita buktikan siapa sesungguhnya yg psikopat? Siapa yg jadi Musuh Rakyat ?

40. Itulah seklias tentang Hendropriono mantan Ka BIN yg jadi "pencipta Jokowi pertama kali", perekayasa terorisme, pembantai umat Islam RI

41. Nanti kita bahas Luhut Panjaitan & Andi Widjajanto sekretaris timses Jokowi, anak Theo Sjafie kader LB Moerdani, penghina Islam & Quran

42. Gunakan akal hati, jgn pernah mau diperdaya para setan durjana. Mereka pakai wajah seribu rupa, tapi kami selalu tahu krn kami tahu hehe..

43. Jangan lupa bantu bebaskan abu bakar baasyir korban kejahatan .antek asing AS dan AUS yg di kendarai juga hendropiyono...

44. Waspadalah...tetap waspada jangan salah tetapkan pilihan anda dalam pilpres kali ini...KASIH MANDAT PADA ORANG YG TEPAT DENGAN JABATAN YG TEPAT PULA...Terima kasih.

Selamatkan Indonesia...

Sebarkaan !!
2014

Siapa Sebenarnya Koalisi Jagoan Korupsi

Siapa Sebenarnya Koalisi Jagoan Korupsi

Mari Berhitung :

★ Korupsi Koalisi Merah Putih

Rp 7,2 T » Kasus Lumpur Lapindo
Rp 1,3 M » Kasus impor daging sapi
Rp 10 juta » Kasus Mahasiswi Maharani
Rp 1 T » Kasus Kuota Haji KeMenAg
Rp 14 M » Kasus Pengadaan Alquran
Rp 79,4 M » Tukar guling hutan Bogor
Rp 89,3 M » Pengadaan Radio SKRT
___________ +
Rp 8,38 Triliun » Total Nilai Korupsi

★Korupsi koalisi Jokowi
(dari banyak Kasus, yang dihitung cukup 2 saja) yaitu :

Rp 600 Triliun » Kasus BLBI
Rp 38,11 Triliun » Kasus BPPN
_________ +
Rp 638,11 Triliun

» Angka ini belum termasuk (jika ditambah) dengan:

1. Kasus disolo
2. kasus bus transjakarta
3. Dijualnya Indosat
4. Kasus Dijualnya Kapal Pertamina
5. Kasus Dijualnya sangat murah
Ladang Gas Tangguh
6. Kasus kredit macet perusahaan2
keluarga JK (saat JK Wapres) dan
7. Kasus Suap pemilihan Deputy
Bank Indonesia

… Kalau ditambah sudah pasti makin panjang (besar) jumlah angkanya,

»» Ternyata juara korupsi di menangkan oleh team Koalisi
JOKOWI «

----------

Besar ataupun kecil ,korupsi tetap haram.

Tetapi marilah kita berpikir jernih,siapa yg paling layak menyandang koalisi koruptor.

Belum lagi kasus HAM dikubu jokowi juga banyak,sampai istri munir dan anak widji tukul protes dan marah ,kecewa dengan jokowi karena mau mengangkat AM Hendropriyono di dalam kabinetnya.Sementara AM Hendropriyono diduga kuat sebagai dalang pembunuhan aktifis HAM Munir dan Hendro juga diduga sbg aktor pembantaian Talangsari.

Koper Cak Munir dan AM Hendropriyono

PeduliFakta.Blogspot.com Pejuang Hak Azasi Manusia (HAM) paling kondang usai Reformasi 1998 adalah Munir Said Thalib. Bukan saja para aktivis HAM, melainkan juga masyarakat umum sudah pasti kenal sosok fenomenal ini. Badannya tidak begitu tinggi dibanding rata-rata tinggi badan orang Indonesia, tetapi prestasi kerjanya jauh melampaui kinerja aktivis LSM manapun.

Pria yang akrab disapa Cak Munir itu sudah menggeluti aktivitas keberpihakan pada kaum yang terpinggirkan, sejak ia masih mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Kisah kehidupan Cak Munir semasa mahasiswa di Malang tak pernah hilang dari ingatan para aktivis sepanjang masa.

Karir Munir dalam membela keadilan kian intensif begitu ia menjadi pembela hukum di LBH Surabaya. Siapapun aktivis HAM dan pembela hukum di Surabaya dan sekitarnya bisa dipastikan mengenal Munir di awal dekade ’90-an. Selain giat membela hak-hak buruh, nelayan dan tani, Munir juga aktif menulis di media massa. Ia kerap mengisi diskusi dan pandangan-pandangannya sangat jernih.

Sudah bukan rahasia lagi, kegiatan LBH Surabaya serta aktivitas Munir pun selalu dalam pemantauan aparat keamanan. Suatu ketika di tahun 1993, Cak Munir bersama rekan-rekannya di LBH harus menghadapi kecurigaan aparat, lantaran aksi protes para buruh kian meningkat usai kematian aktivis buruh Marsinah di Sidoarjo. Pangkal kecurigaan aparat berasal dari diskusi-diskusi yang kerap digelar di kantor LBH di Jalan Kidal, Kota Surabaya. Namun, aparat kesulitan membuktikan kecurigaan tersebut.

Skandal DKP
Aktivitas Cak Munir kian bertambah saat ia ditarik ke LBH Jakarta. Terlebih setelah peristiwa penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Jakarta pada 27 Juli 1996 dan kasus-kasus pelanggaran HAM terus bermunculan. Dalam melakukan pembelaan, Cak Munir kerap melakukan penelusuran dan riset. Dari riset ini, banyak fakta baru yang diungkap Cak Munir. Seperti riset lapangan Cak Munir terhadap kasus penculikan aktivis.

Pernyataan Munir yang termuat di Harian Kompas pada 23 Desember 1998 menyebut indikasi keterlibatan aktor-aktor lain. Munir mengikuti secara seksama proses peradilan militer terhadap personil Tim Mawar. Dari pengamatannya yang kritis, Munir berpendapat adanya upaya untuk melokalisir tanggungjawab kasus penculikan tersebut. Patut diduga, pendapat kritis ini tak pelak membuat para aktor-aktor lain yang tak tersentuh hukum kemudian geregetan pada Munir.

Wacana penghilangan paksa para aktivis 1998 itu rupanya menarik minat Munir untuk dijadikan bahan tesis di Universitas Utrecht Belanda pada 2004. Pria berdarah Timur Tengah itu bahkan sudah menyiapkan proposal tesisnya. Walau kasus itu sudah lewat enam tahun, tetapi Munir agaknya mengetahui aktor-aktor kunci dari kasus tersebut. Pengetahuan almarhum pada peristiwa tahun 1998 sangat mendalam. Jika diuraikan dalam persidangan akademis yang terbuka di Universitas Utrecht, maka bisa tersingkap permainan kotor para aktor di balik penghilangan sejumlah aktivis 1998. Rupanya, gerak-gerik Munir terus dipantau pihak-pihak yang hendak ‘melenyapkannya’. Bahkan, sejumlah sumber di Surabaya menyatakan, Munir telah diawasi sejak di LBH Surabaya. Munir dipandang sebagai ancaman bagi kelangsungan rezim status quo.

Munir secara tersirat juga mengomentari keberadaan Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Menurutnya, penyelesaian melalui DKP bukan merupakan langkah maju dari ABRI untuk penegakan hukum (Kompas, 25/8/1998). Bahkan, sedari awal Munir dan Kontras menyatakan, pembentukan DKP mendahului proses persidangan Mahkamah Militer (Mahmil) bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No. 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 (Kompas, 6/8/1998).

Seharusnya, kata Munir, DKP dibentuk sesudah proses persidangan mahmil, bukan sebaliknya. Saat itu, Munir juga melihat kejanggalan lain dari DKP, karena tidak sesuai persyaratan kepangkatan tiga perwira tinggi pemeriksa. Berbagai kejanggalan pada DKP ini kelak kemudian mencuat kembali pada 2014, sejumlah purnawirawan bermartabat tampaknya sepakat dengan logika Cak Munir dalam meluruskan sejarah. Namun demikian, patut diduga, pengungkapan kejanggalan oleh Cak Munir ini bisa meningkatkan ancaman kepada tokoh pembela HAM tersebut.

Skandal ‘Penghilangan’ Theys
Kasus penghilangan paksa lainnya yang menarik perhatian Munir adalah tewasnya Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001. Theys merupakan sosok yang sangat dihormati di Papua. Ia memerjuangkan hak-hak rakyat Papua. Sebagai ketua organisasi yang disegani, Theys mempunyai jejaring kerja yang bagus pada organisasi lainnya.

Ketika Theys mendadak tewas di Muara Tami, Jayapura, kabar pun cepat menyebar. Munir menepis dugaan Theys dibunuh karena urusan bisnis (Tempo, 18/4/2002). Sebaliknya, Munir justru melihat ada kepentingan lain dibalik penghilangan nyawa Theys. Kelak dikemudian hari, setelah Munir tewas diracun, dalam kesaksian di persidangan kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa bekas Deputi V BIN Muchdi Pr di PN Jakarta Selatan pada 16 September 2008, istri Munir, Suciwati, menunjukkan proposal tesis (Detik, 16/9/2008). Proposal itu menukil tema sangat sensitif dalam pelaksanaan HAM di Indonesia dan bakal diuji dalam forum akademis di Universitas Utrecht Belanda.

Sebagai aktivis Kontras, Munir tentu mencermati seksama proses pemeriksaan dalam kasus pembunuhan Theys di Papua itu. Sejumlah perwira Kopassus sedang diperiksa Puspom TNI, meski sempat tersendat-sendat, tetapi pemeriksaan jalan terus. Laporan harian The Jakarta Post pada 27 Juli 2002 menyebut sebuah surat dari seorang purnawirawan bernama Agus Zihof kepada Kepala Staf TNI-AD Jenderal Ryamizard Ryacudu. Agus adalah ayah Kapten Rianaldo, salah seorang perwira terperiksa. Dalam suratnya, Agus menyatakan putranya telah ditekan menantu Kepala BIN saat itu Abdul Makhmud Hendropriyono (AM Hendropriyono), yaitu Mayor Andika Perkasa, agar mengakui pembunuhan terhadap Theys.

The Jakarta Post bahkan menuliskan, Mayor Andika Perkasa mengiming-iming sebuah jabatan kelak kepada Rianaldo di jajaran BIN. Sayangnya, Komandan Puspom TNI Brigjen Hendardji Supandji saat itu menegaskan tidak akan menanyakan kebenaran laporan Agus Zihof itu kepada Andika Perkasa.
Sementara itu, nama Andika Perkasa rupanya juga mencuat ke publik dari pengakuan Muchyar Yara dalam kasus penangkapan teroris Umar Faruq pada 5 Juni 2002 di Masjid Jami’ Bogor (Majalah TEMPO Edisi 25 November – 1 Desember 2002, hal.69-87). Penangkapan Faruq diduga kuat melibatkan operasi CIA di Indonesia. Laporan dari situs Open Society tahun 2013 melansir program penangkapan terduga teroris yang dikomandani CIA pada 2002. Untuk Indonesia, tulis laporan tersebut kembali menyebut keterlibatan Kepala BIN saat itu, AM Hendropriyono dalam program ini.

Kiprah AM Hendropriyono
Abdul Makhmud Hendropriyono menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional dari 9 Agustus 2001 – 8 Desember 2004. Pria yang akrab disapa Hendropriyono itu merupakan putra pasangan Nurrina dan Raden Mas Wahyani Mangkuprabowo. Meskipun Nurrina berasal dari Kalimantan Selatan, tetapi ia bertemu jodoh dengan seorang ningrat dari Yogyakarta, kota kelahiran Hendropriyono. Namun, Hendropriyono justru menjalani pendidikan formal di Kota Jakarta.

Hendropriyono merupakan anak ketiga dari pasangan Nurrina-RM Wahyani Mangkuprabowo. Ada enam saudara kandung dari Hendropriyono, yakni Susetyo Prabowohadi (menikah dengan Endang Suheni, pasangan ini sudah meninggal, Endang meninggal pada 21 Maret 2013), Setioadji, Aryono Setyo Prabowo, Ratna Siti Sundari, Sri Haerulia Priswati dan Djati Nuswanto.

Dalam situs PT Rekayasa Industri (PT Rekind) yang berkantor di Jakarta terdapat nama Aryono Susetyo Prabowo, yang ikut hadir dalam penandatanganan memorandum kesepahaman (MoU) antara PT Rekind dan Iranian Offshore Engineering and Construction Company (IOEC) pada 15 November 2007. IOEC merupakan perusahaan konstruksi asal Iran. Dan si bungsu Djati Nuswanto kini bergabung dengan Hendropriyono Corporation Indonesia yang berlokasi di Gedung Artha Graha Jakarta.

Dari hasil pernikahannya dengan Endang Sari Hartati, Hendropriyono dikaruniai tiga anak. Mereka adalah Diah Erwiani Hendropriyono, Roni Hendropriyono dan Diaz Hendropriyono. Si sulung Diah Erwiani kemudian menikah dengan Andika Perkasa, perwira Kopassus yang kini berpangkat Brigjen dan menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI-AD.

Pasangan itu kemudian memperoleh buah hati bernama Wiratama Akbar Perkasa. Belakangan, nama Diaz dan Andika banyak diekspos media massa terkait ramainya pemberitaan seputar pilpres dan isu Babinsa. Panglima TNI Jenderal Moeldoko tampak berseberangan dengan rilis atas nama Brigjen Andika Perkasa dalam situs resmi TNI AD.

Dalam situs tertanggal 8 Juni 2014 itu, Brigjen Andika menulis institusi TNI AD sudah melakukan pengusutan dan menetapkan Koptu Rusfandi dan Kapten Saliman dari Koramil Gambir telah melakukan pelanggaran disiplin. Padahal, ketentuan pelanggaran terhadap penyelenggaraan pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bappilu). Bukan menjadi kewenangan TNI-AD.

Akibatnya, rilis yang diunggah Brigjen Andika dan ditulis ulang sejumlah media massa itu bisa menimbulkan penafsiran, Babinsa memang bersalah serta tak netral. Namun, hanya berselang dua jam setelah rilis itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menggelar jumpa pers dan menyatakan Bappilu telah menegaskan TNI masih netral.

Peneliti Center For Democracy and Sosial Justice Studies (CeDSoS) Umar Abduh menyatakan, masih ada hubungan kuat antara Hendropriyono dan Andika Perkasa (rmol.com, 10/6/2014). Namun, ketika diwawancara Gatranews (10/6/2014), Brigjen Andika enggan menanggapi soal hubungannya dengan AM Hendropriyono.

Para aktivis HAM di Indonesia tentu tidak akan pernah lupa pada aktivitas intelijen Hendropriyono sepanjang Orde Baru berkuasa. Khususnya dalam tragedi berdarah Talangsari, Lampung, pada 7 Februari 1989. Ketika itu, Hendropriyono menjabat sebagai Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung.
Pembantaian di Talangsari itu tak bisa terliput media massa, karena akses ke lokasi seusai peristiwa sangat sulit. Para insan pers lebih diarahkan sesuai petunjuk Danrem saat itu, yang memberikan informasi sesuai selera penguasa. Keterangan Hendropriyono menjadi satu-satunya informasi tentang peristiwa Talangsari. Peristiwa itu membuat nama Hendropriyono justru melambung, naik pangkat jadi Brigjen dan ia masuk ke lingkungan Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI, menempati posisi sebagai Direktur D (penggalangan).
Hubungan Benny Moerdani dengan Hendropriyono tentu sangat akrab. Hal ini terungkap dari memoar politik Jusuf Wanandi berjudul ‘Menyibak Tabir Orde Baru’ (Februari 2014). Sekitar tahun 1993, menjelang Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, pada 2-6 Desember 1993, Benny Moerdani diam-diam mendorong Hendropriyono dan Agum Gumelar agar mengawal Megawati supaya terpilih.

Baik Hendropriyono maupun Agum Gumelar sebenarnya harus mengikuti jalur komando di bawah Kepala Bais Mayjen Arie Sudewo. Namun entah mengapa, keduanya justru lebih mendengarkan instruksi Benny Moerdani. Brigjen Agum Gumelar yang pernah menjadi ajudan Ali Moertopo berada di Direktorat A (Keamanan Dalam Negeri) Bais, sedangkan pada saat yang sama Hendropriyono berada di Direktorat penggalangan.

Kerja tandem dua jenderal intelijen itu pun akhirnya terbukti berhasil mendorong Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI tahun 1993, menggulingkan Soerjadi yang didukung pemerintah. Para aktivis PDI waktu itu tak ada yang berani memprotes penggalangan yang dilakukan dua jenderal ini, termasuk ketika pemerintah kemudian menggelar kongres di Medan pada Juni 1996.

Di bawah pemerintahan Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004), Hendropriyono kembali ke panggung politik. Ia ditunjuk sebagai kepala BIN. Selama masa pemerintahan Megawati ini, kelompok muslim acap gencar dicap sebagai ‘teroris’ dan ‘radikal’, meski tanpa bukti atau bukti minim. Berbagai sumber menyebutkan hubungan Hendropriyono dengan lembaga-lembaga intelijen Australia dan AS terjalin begitu erat dan dekat. Tukar menukar informasi intelijen berlangsung tanpa diketahui publik, hingga kemudian mencuat berbagai rekayasa penangkapan yang mengikutsertakan elemen-elemen lembaga intelijen asing, seperti CIA.


Dalam sebuah acara di Hotel Satelit Surabaya sekitar awal tahun 2004, almarhum Munir sudah mengungkapkan sinyalemennya tentang rekayasa-rekayasa ini, meski ia belum memberikan gambaran utuh tentang hal itu. Sayangnya, Cak Munir sudah tiada, sedangkan publik kini layak bertanya, dimana gerangan isi koper Cak Munir yang berisi dokumen-dokumen untuk bahan penulisan tesis itu? Jawabannya masih harus menunggu keseriusan pemerintah menuntaskan masalah pembunuhan Munir tersebut. TIM

(Yudisamara.org)

BEREDAR REKAMAN HENDROPRIYONO PROVOKASI PENDUKUNG PDIP UNTUK MAKAR

PeduliFakta.Blogspot.com ---


Melawan Lupa (3): 'License To Kill' Muslim Talangsari Lampung 1989

Saat itu, tepatnya tahun 1989 diluar negeri sana tengah rilis film terbaru agen intelijen asal Inggris, James Bond. Film James Bond dengan judul "License To Kill" tengah hangat diperbincangkan. Entah suatu kebetulan atau tidak pada tema dengan kejadian yang menimpa umat Islam di Indonesia pada tahun yang sama.

Nampaknya tidak, karena film James Bond 'License To Kill" dirilis pada saat musim panas 'summer' di pertengahan tahun di negeri-negeri barat sedangkan musibah kemanusiaan dan tragedi berdarah Talangsari terjadi di awal tahun 1989 justru lebih dulu terjadi, yaitu tepatnya pada bulan Februari 1989.
Lalu apa hubungannya?

Peristiwa Talangsari mengingatkan kita pada salah satu pelanggaran berat atas Hak asasi manusia (gross violation of human rights).

Kekerasan militer yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah merupakan bentuk tindakan eksesif yang dilakukan sebagai kelanjutan dari kebijakan-kebijakan pemerintahan Suharto. Hal ini bisa dilihat pada proses penanganan yang dilakukan pemerintah yang cenderung membenarkan berbagai cara yang digunakan dari mulai penangkapan, penyiksaan, penahanan, pengadilan, dan  puncaknya adalah adanya serangan militer yang dilakukan pada perkampungan tersebut.
Peristiwa yang terjadi di Lampung Tengah tersebut terjadi akibat kecurigaan pemerintah orba Rezim Soeharto dan LB Moerdani terhadap pengajian Islam. Kemudian pemerintah mengambil jalan kekerasan sebagai alternatif penyelesaian atas permasalahan tersebut.
Tak lain serial Melawan Lupa (1)(2) dan yang ketiga (3) dan (4) ini mencoba memberikan gambaran secara komprehensif dan kekejian tragedi berdarah baik dari mantan pelaku (1), saksi palsu (2) dan kronologis (3) hingga sang aktor (4) yang telah melakukan pembunuhan keji kepada umat Islam yang dapat dimaknai sebagai bentuk melestarikan "License To Kill" pergerakan dakwah Islam di Indonesia. 

Berikut Kronologis Talangsari, 1989 :

~Januari Minggu kedua tahun 1989~ 

Saat itu terjadi perpindahan sejumlah warga dari kota Solo, Boyolali, Sukoharjo, Jakarta dan beberapa tempat di Jawa Barat ke Dusun Cihideung, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Tengah. 

~Rabu, 12 Januari 1989~ 
Lewat surat bernomor 25/LP/EBL/I/1989, Kepala Desa Rajabasa Lama, Amir Puspa Mega, setelah mendapat informasi dari Kepala Dusun (Kadus) Talangsari, Sukidi dan kaum melaporkan kegiatan jama’ah Talangsari yang disebutnya sebagai pengajian yang dipimpin Jayus dan Warsidi tanpa ada laporan ke pamong setempat ke Camat Way Jepara, Drs. Zulkifli Maliki. Surat ditembuskan ke Danramil dan Kapolsek Way Jepara. 

Hari itu juga Camat Way Jepara membalas surat Kades Rajabasa Lama lewat surat bernomor 451.48/078/09/331.1/1989 yang memerintahkan 3 hal, yaitu 

1. Kades agar menghadap Camat hari ini juga dengan membawa 4 orang yang namanya tercantum dibawah ini. 

2. Orang-orang tersebut adalah: Jayus, Warsidi, Mansur (warga setempat) dan Sukidi (Kadus Talangsari III). 

3. Kades harus menghentikan dan melarang adanya kegiatan pengajian tersebut. Apalagi mendatangkan orang-orang dari luar daerah yang tidak diketahui/sepengetahuan pemerintah. 

4.Surat yang akhirnya diantar oleh Sukidi tersebut juga ditembuskan kepada Danramil dan Kapolres Way Jepara. 

~Jum'at, 20 Januari 1989~ 

Warsidi mengirim surat balasan yang isinya menjelaskan 3 hal: 

1. Tidak bisa hadir dengan alasan kesibukan memberi materi pengajian di beberapa tempat. 

2. Memegang hadits yang berbunyi “Sebaik-baiknya umaro ialah yang mendatangi ulama dan seburuk-suruknya ulama yang mendatangi umaro.” 

3. Mempersilahkan camat untuk datang mengecek langsung ke Cihideung agar lebih jelas. 

~Sabtu, 21 Januari 1989~ 

Warsidi menjelaskan orang-orang yang datang ke Talang Sari kepada Camat, Kades Rajabasa Lama, Kadus Talangsari beserta staf pamong praja seluruhnya sekitar 7 orang yang pada saat itu datang meninjau lokasi transmigrasi di Talang Sari. 

Pertemuan yang berakhir dengan baik dan memenuhi keinginan yang dimaksud oleh kedua belah pihak, membicarakan konfirmasi camat soal surat balasan Warsidi dan ditutup dengan undangan camat kepada warsidi. 

~Minggu, 22 Januari 1989~ 

Tengah malam, Sukidi, Serma Dahlan AR dan beberapa orang aparat keamanan mendatangi perkampungan, Sukidi dan Serka Dahlan yang bersenjata api masuk ke Musholla al Muhajirin tanpa membuka sepatu laras dan Serma Dahlan AR mencaci maki, mengumpat dengan perkataan “ajaran jama’ah itu bathil, menentang pemerintah, perkampungannya akan dihancurkan” bahkan mengacungkan senjata api dan menantang para jama’ah. 

Sekitar 10-an orang jama’ah yang antara lain terdiri dari Arifin, Sono, Marno, Diono, Usman berusaha menahan diri untuk tidak terpancing. Setengah jam kemudian melihat tidak ada respon dari jama’ah, kedua aparat tersebut pergi meninggalkan musholla. 

~Kamis, 26 Januari 1989~ 

Kepala Desa Labuhan Ratu I melayangkan surat bernomor 700.41/LI/I/89 Camat Zulkifli soal Usman, anggota jama’ah Warsidi yang dianggap meresahkan pondok pesantren Al-Islam. 

~Jum’at, 27 Januari 1989~ 

Camat Zulkifli mengirim surat bernomor 220/165/12/1989 kepada Danramil 41121 Way Jepara, Kapten Sutiman untuk meneliti Usman, Jayus dan Anwar yang dalam surat tersebut menurut mereka ketiga orang tersebut mengadakan kegiatan mengatasnamakan agama tanpa sepengetahuan pemerintah. 

Dalam surat yang ditembuskan ke Kapolsek dan Kepala KUA Way Jepara, Kades Labuhan Ratu I dan Rajabasa Lama 

~Sabtu, 28 Januari 1989~ 

Kapten Sutiman memerintahkan Kades Labuhan Ratu I, Kades Lanuhan Ratu Induk dan Kades Rajabasa Lama lewat surat bernomor B/313/I/1989 agar menghadapkan ketiga orang jama’ah tersebut pada hari Senen, 30 Januari 1989 atau selambat-lambatnya 1 Februari 1989. 

Surat yang ditembuskan kepada Dandim 0411 Metro, oloto pimpinan kecamatan Way Jepara dan Kepala KUA Way Jepara meminta Sukidi untuk menyerahkan daftar nama-nama jema’ah yang pernah dicatatnya bersama Bagian Tata Usaha Koramil 41121 Way Jepara. 

~Minggu, 29 Januari 1989~ 

Jama’ah memperoleh informasi mengenai keputusan Muspika untuk menyerbu perkampungan jama’ah di Cihideung dari Imam Bakri, Roja’I suami ibu lurah Sakeh, salah seorang lurah yang mengikuti pertemuan tersebut. Informasi itu juga diterima jama’ah lainnya yaitu: Joko dan Dayat lewat salah seorang anggota Koramil 41121 Way Jepara yang mengingatkan bahwa dalam minggu-minggu ini perkampungan akan diserbu. 

Tak lama kemudian Jayus, salah seorang jama’ah menyaksikan Kepala desa Cihideung dan masyarakat yang berada disekitar perkampungan mengungsi karena tidak merasa melanggar peraturan, jama’ah tetap tinggal di Cihideung untuk menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan, jama’ah melaksanakan ronda malam. 

~Rabu, 1 Februari 1989~ 

Kades Rajabasa Lama mengirim surat dengan nomor 40/LP/RBL/1989 kepada Danramil 41121 Way Jepara, Kapt. Sutiman yang meminta untuk membubarkan pondok pesantren jama’ah dengan alasan pengajian gelap dan para anggota jama’ah telah menanti kedatangan aparat untuk memeriksa mereka dengan mempersiapkan bom Molotov. Surat tersebut ditembuskan kepada Kapolsek dan Camat Way Jepara. 

Mendapat surat tersebut Kapt. Sutiman langsung menyurati Dandim 0411 Metro dengan nomor surat B/317/II/1989 yang isinya antara lain melaporkan informasi-informasi yang diterima, meminta petunjuk untuk mengambil tindakan dalam waktu dekat dan menyarankan agar menangkapi ke semua jema’ah pada waktu malam hari. 

Surat tersebut ditembuskan kepada Muspika Way Jepara, Danrem 043 Garuda Hitam di Tanjung Karang, Kakansospol TK II Lampung Tengah dan Kakandepag TK II Lampung Tengah. 

~Kamis, 2 Februari 1989~ 

Camat Zulkifli menyampaikan informasi lewat surat bernomor 220/207/12/1989 kepada Bupati KDH TK II dan Kakansospol Lampung Tengah yang melaporkan seluruh perkembangan yang mereka dapatkan dan aksi kordinasi dengan Muspika Way Jepara untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya. 

Pada saat yang sama di pondok Cihideung sekitar Pk 12.00 siang, anak lelaki tak dikenal dengan dengan ciri fisik sangat kekar singgah di pondok. Orang tersebut mengaku habis melihat ladangnya di sekitar Gunung Balak lengkap dengan golok dan pakaian petani yang biasa dikenakan anak lelaki. 

Selama di perkampungan orang tersebut sempat makan dirumah Jayus, sholat dzuhur berjama’ah, mendengarkan ceramah di mushola Mujahidin dan bolak-balik ke rumah Jayus-Mushola. Jama’ah menyambut baik tanpa rasa curiga. 

~Minggu, 5 Februari 1989~ 

Sekitar pukul 23.45 – petugas yang terdiri dari Serma Dahlan AR (Ba Tuud Koramil 41121 Way Jepara), Kopda Abdurrahman, Ahmad Baherman (Pamong Desa), Sukidi (Kadus Talangsari III), Poniran (Ketua RW Talangsari III), Supar (Ketua RT Talangsari III) dibantu masyarakat yaitu, Kempul, Sogi dan 2 orang lainnya menyergap salah satu pos ronda jama’ah. 

7 orang jama’ah yaitu: Sardan bin Sakip (15 th), Saroko bin Basir (16 th), Parman bin Bejo (19 th), Mujiono bin Sodik (16 th), Sidik bin Jafar (16 tahun), Joko dan Usman ditangkap, Joko terluka parah dihantam popor senjata. Tapi kemudian Joko dan Usman berhasil meloloskan diri. 

Malam itu juga, Warsidi dan sekitar 20-an jama’ah berkumpul dan mengirim 11 orang jama’ah: Fadilah, Heriyanto, Tardi, Riyanto, Munjeni, Sugeng, Muchlis, Beni, Sodikin, Muadi dan Abadi Abdullah untuk membebaskan kelima orang jama’ah yang ditangkap. 

~Senin, 6 Februari 1989~ 

Pukul 08.30 – Serma Dahlan AR menyerahkan ke lima orang tersebut ke Kodim 0411 Metro. Kemudian Kasdim Mayor Oloan Sinaga mengirim berita ke Muspika dan melapor ke Danrem 043 Gatam tentang rencana penyergapan lanjutan ke Cihideung. 

Pukul 09.30 – Kasdim bersama 9 anggotanya antara lain Sertu Yatin, Sertu Maskhaironi, Koptu Muslim, Koptu Sumarsono, Koptu Taslim Basir, Koptu Subiyanto dan Pratu Kastanto (pengemudi jeep), Pratu Idrus dan Pratu Gede Sri Anta, tiba di Rajabasa Lama. 

Muspika menyampaikan situasi dan keadaan di lokasi Talangsari III, Kasdim oloto petunjuk dan pengarahan kepada rombongan sebelum berangkat ke lokasi. 

Sekitar Pukul 11.00 – Rombongan bersama Muspika, Kades Rajabasa Lama, Kadus Talangsari III dengan menggunakan 2 buah kendaraan jenis jip dan 5 buah sepeda motor Danramil Way jepara Kapten Sutiman, beserta 2 regu pasukannya, menyerbu Cihideung. 

Tanpa didahului dialog dan memberikan peringatan terlebih dahulu, mereka menembaki perkampungan pada saat jama’ah baru tiba dari sawah dan oloto. Penyerbuan diawali dengan tembakan 1 kali dari rombongan aparat. Kemudian disambut pekik takbir oleh jama’ah. 

Pekik takbir itu dibalas dengan tembakan beruntun oleh aparat. Melihat serbuan molotov, masyarakat yang masih berpakaian dan memegang alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, golok dan lain-lain berusaha mempertahankan diri. 

Dalam penyerbuan yang berlangsung sekitar setengah jam. Kapten Sutiman tewas, sertu Yatin cedera, Mayor Sinaga dan pasukannya kabur, Jip dan 4 sepeda motor ditinggal dilokasi.
Dipihak jama’ah, dua orang cedera berat. Ja’far tertembak dan jama’ah dari Jawa Barat cedera dibacok Sutiman yang membawa senjata api dan senjata tajam sekaligus. 

Pukul 12.30 – Rombongan Sinaga sampai di Puskesmas untuk menyerahkan Sertu Yatin lalu melaporkan kejadian tersebut ke Korem 043 Gatam dan Polres Lampung Tengah. 

Pukul 14.00 – Fadilah mewakili kelompok 11 melaporkan kegagalan upaya pembebasan 5 orang yang disergap karena kesiangan. 

Fadilah kemudian diperintahkan Warsidi ke Zamzuri di Sidorejo untuk mengabarkan: 

berita serbuan Danramil dan terbunuhnya Kapt. Sutiman; 

Instruksi untuk membuat aksi yang dapat mengalihkan perhatian aparat agar mereka dapat mengungsi dan menyelamatkan diri dari kemungkinan adanya rencana penyerbuah lanjutan. 

Pukul 15.00 – Wakapolres Lampung Tengah bersama anggotanya tiba di Rajabasa Lama. 

Pukul 17.00 – Kasrem 043 Gatam, Letkol Purbani bersama anggotanya tiba di Rajabasa Lama dan memimpin pengintaian. Pada saat yang sama, Fadila tiba di Sidorejo. 

Pukul 18.00 – Bupati Lampung Tengah Pudjono Pranyoto bersama rombongan tiba di Rajabasa Lama. 

Pukul 18.30 – Danrem 043 Gatam, Kolonel Hendropriyono beserta pasukan tiba di Rajabasa Lama. 

Pukul 20.30 – 11 orang jama’ah mencarter Bus Wasis untuk digunakan sebagai transportasi ke Metro. Didalam bus tersebut jama’ah menemukan Pratu budi Waluyo. Setelah terjadi dialog, Pratu Budi mengaku berasal dari Way Jepara. Karena dianggap termasuk orang yang menculik 5 orang jama’ah anggota TNI itu dibunuh. 

Mayatnya dibuang didaerah Wergen antara Panjang dan Sidorejo. Jema’ah juga mencederai supir dan kenek bus tersebut. 

Pukul 24.00 – Riyanto melemparkan bom molotov ke kantor redaksi Lampung Pos yang memberitakan kasus secara tidak berimbang dan cenderung mendeskreditkan korban. Aksi tersebut juga memang di niatkan untuk mengalihkan perhatian aparat. 

~Selasa, 7 Februari 1989~ 

Pukul 24.00 -- Terdengar 2 kali suara tembakan dari arah Timur. Sugeng (jama’ah Jakarta) membalas sekali tembakan dengan pistol yang ditinggal tewas Kapt. Soetiman. 

Pukul 03.00 -- Salim seorang jama’ah yang melakukan ronda di pos sebelah selatan memergoki 2 orang tentara yang ingin mendekat ke lokasi jama’ah. Karena dipergoki kedua orang tentara tersebut melarikan diri. 

Pukul 05.30 -- Danrem 043 Garuda Hitam Kol. Hendropriyono bersama lebih dari satu batalion pasukan infantri dibantu beberapa Kompi Brimob, CPM dan Polisi setempat mengepung dan menyerbu perkampungan Cihideung dengan posisi tapal kuda. Dari arah Utara (Pakuan Aji), Selatan (Kelahang) & timur (Kebon Coklat, Rajabasa Lama). Sementara arah barat yang ditumbuhi pohon singkong dan jagung dibiarkan terbuka.
Pasukan yang dilengkapi senjata modern M-16, bom pembakar (napalm), granat dan dua buah helikopter yang membentengi arah barat.
Pasukan yang dilengkapi senjata modern M-16, bom pembakar (napalm), granat dan dua buah helikopter yang membentengi arah barat. Melihat penyerbuan terencana dan besar-besaran, dan tidak ada jalan keluar bagi jama'ah untuk meyelamatkan diri, jama'ah hanya bisa membentengi diri dengan membekali senjata seadanya. Tanpa ada dialog dan peringatan, penyerangan dimulai. 

Pukul 07.00 -- Karena kekuatan yang tidak seimbang, pasukan yang dipimpin mantan menteri Transmigrasi Hendropriono ini berhasil menguasai perkampungan jama'ah dan memburu jama'ah. 

Dalam perburuan itu, aparat memaksa Ahmad (10 th) anak angkat Imam Bakri sebagai penunjuk tempat-tempat persembunyian dan orang yang disuruh masuk kedalam rumah-rumah yang dihuni oleh ratusan jema’ah yang kebanyakan terdiri dari wanita dan anak-anak. 

Setelah menggunakan Ahmad, aparat berhasil mengeluarkan paksa sekitar 20 orang ibu-ibu dan anak-anak dari pondok Jayus. Ibu Saudah, salah satu korban yang dikeluarkan paksa sudah melihat sekitar 80-an mayat yang bergelimpangan disana-sini hasil serangan aparat sejak pukul 05.30 tadi pagi.

Ibu Saudah, salah satu korban yang dikeluarkan paksa sudah melihat sekitar 80-an mayat yang bergelimpangan disana-sini hasil serangan aparat sejak pukul 05.30 tadi pagi.
Setelah dikumpulkan ke-20-an ibu-ibu dan anak-anak dipukul dan ditarik jilbabnya sambil dimaki-maki aparat “Ini istri-istri PKI”. Didepan jama’ah seorang tentara mengatakan “perempuan dan anak-anak ini juga harus dihabisi, karena akan tumbuh lagi nantinya”. 

Pukul 07.30 -- Tentara mulai membakar pondok-pondok yang berisi ratusan jama’ah dan anak-anak rumah panggung, dengan memaksa Ahmad menyiramkan bensin dan membakarnya. 

Dibawah ancaman senjata aparat, Ahmad berturut-turut diperintahkan untuk membakar rumah Jayus, Ibu Saudah, pondok pesantren dan bangunan-bangunan yang diduga berisi 80-100 orang terdiri dari bayi, anak-anak, ibu-ibu banyak diantaranya yang masih hamil, remaja dan orang tua dibakar disertai dengan tembakan-tembakan untuk meredam suara-suara teriakan lainnya.

Dibawah ancaman senjata aparat, Ahmad berturut-turut diperintahkan untuk membakar rumah Jayus, Ibu Saudah, pondok pesantren dan bangunan-bangunan yang diduga berisi 80-100 orang terdiri dari bayi, anak-anak, ibu-ibu banyak diantaranya yang masih hamil, mayat Pak Warsidi dan Imam Bakri ditemukan setelah Purwoko hampir membolak-balik 80-an mayat. 
Sambil membakar rumah-rumah tersebut, Purwoko (10 th) dipaksa aparat untuk mengenali wajah Warsidi dan Imam Bakri diantara mayat-mayat jama’ah yang bergelimpangan. Mayat Pak War dan Imam Bakri ditemukan setelah Purwoko hampir membolak-balik 80-an mayat. 

Pukul 09.30 -- Setelah ditemukan, kedua mayat tersebut kemudian diterlentangkan di pos jaga jama’ah dengan posisi kepala melewati tempat mayat tersebut diterlentangkan (mendengak-leher terbuka-). Tak berapa lama, seorang tentara kemudian menggorok leher kedua mayat tersebut. 

Pukul 13.00 -- Kedua puluhan ibu dan anak-anak tadi kemudian berjalan kaki sekitar 2 Km untuk dibawa ke Kodim 0411 Metro . 

Pukul 16.00 -- Hendropriyono mengintrogasi ibu-ibu tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan: Ikut pengajian apa? Apa yang diajarkan? Gurunya siapa? Dan menerangkan bahwa jama’ah Warsidi batil karena menentang Pancasila dan mengamalkan ajaran PKI. 

Pukul 17.00 -- Jama’ah kemudian dimasukan ke dalam penjara. 

Sementara di Sidorejo pada pagi harinya atas informasi, Sabrawi, supir bis Wasis, aparat bersama warga mengepung rumah Zamjuri. Bersama Zamzuri ada 8 orang jema’ah yaitu: Munjeni, Salman Suripto, Soni, Diono, Roni, Fahrudin, Isnan dan Mursalin Karena dituduh perampok oleh aparat, terjadilah bentrok dengan Polsek Sidorejo. Serma Sudargo (Polsek Sidorejo), Arifin Santoso (Kepala Desa Sidorejo) tewas. 

Dipihak jama'ah, Diono, Soni dan Mursalin tewas, sedangkan Roni terluka tembak. 

~Kamis, 9 Februari 1989~ 

Pukul 08.40 -- Jama'ah yang marah mendengar kebiadaban dan penahanan jama’ah di Kodim 0411 Metro tersebut menyerbu Kodim dan Yonif 143. 

Dalam penyerbuan itu, 6 orang jama'ah tewas. Sedangkan dipihak aparat pratu Supardi, Kopda Waryono, Kopda Bambang Irawan luka-luka terkena sabetan golok. Satu sepeda motor terbakar dan kaca depan mobil kijang pick up pecah. 

Dua minggu kemudian Tahanan ibu-ibu di Kodim dipindahkan ke Korem 043 Gatam. Di Korem, Hendropriyono memerintahkan anak buahnya untuk melepas paksa jilbab-jilbab ibu-ibu jama’ah sambil berkata “tarik saja, itu hanya kedok”.
Di Korem, Hendropriyono memerintahkan anak buahnya untuk melepas paksa jilbab-jilbab ibu-ibu jama’ah sambil berkata “tarik saja, itu hanya kedok”.
Penangkapan sisa-sisa anggota jama'ah oleh aparat dibantu masyarakat oleh operasi yang disebut oleh Try Sutrisno Penumpasan hingga ke akar-akarnya. 

Penangkapan para aktivis islam di Jakarta, Bandung, solo, Boyolali, Mataram, Bima & Dompu melalui operasi intelejen yang sistematis, sehingga banyak diantaranya sama sekali tidak mengetahui kejadian tersebut. 

Berdasarkan data Korban hasil verifikasi investigasi Kontras 2005, yakni : 

1. Korban Penculikan : 5 orang 

2. Korban Pembunuhan di luar proses hukum : 27 orang 

3. Korban Penghilangan Paksa : 78 orang 

4. Korban Penangkapan Sewenang-wenang : 23 orang 

5. Korban Peradilan yang Tidak Jujur : 25 orang 

6. Korban Pengusiran (Ibu dan Anak) : 24 orang.
Biadab, pengajian dan dakwah Islam diberangus oleh tindakan pembunuhan massal.
Tindakan keji pada sekelompok warga sipil tak bersenjata diberangus dengan tindakan ala perang militer yang sadis.
Tindakan ini bukan semata-mata pengajian yang difitnah ada unsur JI sebagaimana tudingan Riyanto disini Melawan Lupa (1): Kasus Talangsari, Jama'ah Islamiyah dan Komnas HAM 01. Tulisan ini menjadi fakta untuk membantah tulisan Riyanto bahwa ada kekerasan dalam doktrin agama.
Rakyat sipil, ibu-ibu, anak-anak dan warga tak berdosa dilumat ketamakan dan kekejaman aktor intelektualnya. Dengan dalih apapun, kekerasan pada anak-anak dan kaum lemah tak berdosa tak bisa dibenarkan.

Faktanya ada 'license to kill' dan menghantarkan komandannya ke tampuk kekuasaan pada saat mendatang.
Sudah lebih dari 25 tahun kasus Talangsari berlalu. Bahkan tahun 2008 silam satu per satu pihak yang terkait kasus itu diperiksa Komnas HAM. Selama 2,5 jam, mantan Menkopolkam Sudomo diperiksa Komnas HAM.


Dalam pemeriksaan itu, Sudomo mengaku tidak mengetahui pasti yang terjadi di lapangan. Saat itu yang bertanggung jawab di lapangan adalah Komandan Korem yang dijabat Hendropriyono.

"Yang mengetahui itu Koramil, Korem, Kodam, KSAD, dan Panglima. Itu urutan pertanggungjawabannya, bukan hanya di sini (pusat) tapi di sana (daerah). Yang pertama tahu Korem. Saya sifatnya berkoordinasi sebagai Menkopolkam," ujar Sudomo.

Hal itu dia sampaikan usai diperiksa oleh dua orang komisioner Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo dan Supriadi di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2008).

Sudomo mengatakan, dia dimintai keterangan untuk menjelaskan peristiwa kasus Talangsari yang terjadi pada tahun 1989.
Saat itu ada sebuah pondok pesantren yang menempati hutan lindung di wilayah Talangsari, Lampung. "Korem saat itu dijabat Hendropriyono. Dia yang mengecek ke sana. Saat itu warga menolak dan ada anggota yang dibacok. Jadi ada miss understanding dengan warga karena kita ingin melakukan sosialiasi dan mengetahui latar belakang, lantas ada peristiwa itu (pembataian)," ujar mantan KSAL ini.

Saat peristiwa itu terjadi tidak langsung dibentuk tim investigasi untuk melakukan tindakan. Hal itulah yang menjadi kesulitan.
Sudomo menjelaskan, peristiwa Talangsari saat itu tidak ada kaitannya dengan politik. Jika akan dibawa ke pengadilan, yang bertanggung jawab dan yang terlibat akan diketahui.

"Peristiwa itu diketahui setelah ada kejadian dan ada laporan, tapi saya waktu itu minta agar Menhankam/Panglima ABRI seharusnya dipisah. Tetapi saat itu dijabat 1 orang untuk menyelesaikan persoalan itu," jelasnya.

"Mengenai perintah tembak di tempat bagaimana Pak?" tanya wartawan. "Saya tidak tahu karena yang bertanggung jawab di lapangan itu Danrem yakni Pak Hendro. Pak Hendro seharusnya datang hari ini untuk memberikan keterangan. Tetapi saya tidak tahu," tandasnya.

Peristiwa Talangsari Lampung terjadi pada 6-7 Februari pada 1989. Saat itu terjadi serangan yang dilakukan Korem Garuda Hitam 043 Lampung terhadap sebuah kelompok pengajian di Way Jepara, Talangsari Lampung.

Kelompok tersebut dituduh sebagai kelompok yang ingin mendirikan negara Islam dan sebaliknya dianggap anti Pancasila. Bahkan distigma dengan Islam sesat. Akibat dari serangan tersebut banyak korban berjatuhan. Padahal hanya permainan sang aktor kristen anti Islam LB Moerdani melalui anak muridnya Hendropriono.

Sang Aktor Kebencian LB Moerdani, Hingga  Hendropriono. Barisan Anti Islam meski pada sebuah sajadah

Hartono Mardjono sebagaimana dikutip Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa rekrutan perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam, misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non Islam dan dua dari Islam.

Perilaku sadis tak hanya ditampakkan anak didiknya Hendropriono, benci yang teramat dalam juga ditunjukkan seniornya LB Moerdani. Banyak buku sejarah yang sudah membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa kepanglimaan Benny.

Saat Benny menginspeksi ruang kerja perwira bawahan dia melihat sajadah di kursi dan bertanya "Apa ini?", jawab sang perwira, "Sajadah untuk shalat, Komandan." Benny membentak "TNI tidak mengenal ini." Benny juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Penelitian Salim Said juga menemukan hal yang sama bahwa para perwira yang menonjol keislamannya, misalnya mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau sering menghadiri pengajian diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat kesempatan sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu karir militernya suram.

Silakan perhatikan siapa para perwira tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos penting pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong Panjaitan; Try Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM Hendropriyono; Agum Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan; Ryamizard Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri; Adolf Rajagukguk; Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah pola tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap "fanatik" atau berada dalam golongan "islam santri" menurut versi Benny).

Sudah belasan tahun kasus Talangsari berlalu. Kini satu per satu pihak yang terkait kasus itu diperiksa Komnas HAM. Selama 2,5 jam, mantan Menkopolkam Sudomo diperiksa Komnas HAM.

Dalam pemeriksaan itu, Sudomo mengaku tidak mengetahui pasti yang terjadi di lapangan. Saat itu yang bertanggung jawab di lapangan adalah Komandan Korem yang dijabat Hendropriyono.

"Yang mengetahui itu Koramil, Korem, Kodam, KSAD, dan Panglima. Itu urutan pertanggungjawabannya, bukan hanya di sini (pusat) tapi di sana (daerah). Yang pertama tahu Korem. Saya sifatnya berkoordinasi sebagai Menkopolkam," ujar Sudomo.

Hal itu dia sampaikan usai diperiksa oleh dua orang komisioner Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo dan Supriadi di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2008).

Sudomo mengatakan, dia dimintai keterangan untuk menjelaskan peristiwa kasus Talangsari yang terjadi pada tahun 1989. Saat itu ada sebuah pondok pesantren yang menempati hutan lindung di wilayah Talangsari, Lampung.
"Korem saat itu dijabat Hendropriyono. Dia yang mengecek ke sana. Saat itu warga menolak dan ada anggota yang dibacok. Jadi ada miss understanding dengan warga karena kita ingin melakukan sosialiasi dan mengetahui latar belakang, lantas ada peristiwa itu (pembataian)," ujar mantan KSAL ini.

Menurut Sudomo, kasus Talangsari dibuka kembali mungkin karena ada tuntutan dari korban atau untuk mencari data. Saat peristiwa itu terjadi tidak langsung dibentuk tim investigasi untuk melakukan tindakan. Hal itulah yang menjadi kesulitan. - See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/06/08/30822/am-hendropriono-dalang-pembunuhan-tragedi-munir-talangsari-lampung/#sthash.vbUusU8c.yvIEbSht.dpuf
Kesaksian Salim Said ini merupakan titik tolak paling penting guna membongkar berbagai kerusuhan yang tidak terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan 13-14 Mei 1998, yang akan kita bongkar di bawah ini menjadi rajutan ke kekerasan Tanjung Priok 1984 & Talangsari 1989 dengan aktor intelektual yang sama.
Kedekatan CSIS dan Sofjan Wanandi sudah terbangun puluhan tahun, ia yang mengumpulkan massa menyerbu kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto ternyata agen ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum Gumelar dan AM Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati atas perintah Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari CSIS dalam Memoirnya, A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.

Bila dihubungkan dengan grup yang berkumpul di sisi Jokowi maka sudah jelas bahwa CSIS; PDIP; Budiman Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris; Megawati; Sutiyoso ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi upaya Prabowo naik ke kursi presiden.

Tidak heran kelompok status quo dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo karena yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu dengan membentuk ICMI.

Mengapa Benny Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?

Karena CSIS didirikan oleh agen CIA, Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis, namun setelah komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, "Hijau ABRI" dan "Hijau Islam".

Lalu, Peter Beek menyimpulkan ABRI bisa dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka berdirilah CSIS yang dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul, Sofjan Wanandi, Jusuf Wanandi, Harry Tjan Silalahi, mewakili ABRI: Ali Moertopo, dan Hoemardani (baca kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).

Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis namun setelah komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, "Hijau ABRI" dan "Hijau Islam"
Tidak percaya gerakan anti Prabowo di kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan dengan kelompok anti Islam santri yang dihancurkan Prabowo?

Silakan perhatikan satu per satu nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard Ryacudu (menantu mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila Presiden Soeharto mangkat).

Ada Agum Gumelar-Hendropriyono (dua malaikat pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani); ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut Panjaitan; ada Sutiyoso; ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.

Lho, Wiranto anak buah Benny Moerdani? Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi mencatat bahwa Wiranto menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai KSAD pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut:

"Jadi, kau harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia tahu."

(Salim Said, halaman 320)

1. Menjatuhkan lawan menggunakan "gerakan massa" adalah keahlian Ali Moertopo (guru Benny Moerdani) dan CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari meletus karena provokasi Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal Soemitro yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).
2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98 penggerak lapangan adalah orang berkarakter militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-ciri orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik Wiranto maupun Prabowo adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan saat itu hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan menggerakan kerusuhan skala besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang dibangun Ali Moertopo

Melawan Lupa (6): Hendropriono, Dalangnya Jokowi & Teroristainment Densus 88


Sebagai umat Islam yang mayoritas tinggal di Indonesia rasanya kita semakin gerah dengan black campaing yang merusak citra Islam. Ada saja aktifis atau mujahid yang ditangkapi manakala kejahatan penguasa akan terungkap.

Ternyata itu bukan sebuah kebetulan, memang sejak jaman Ali Moertopo era Malari, dan muridnya 'ABRI merah' Leonardus Benny Moerdani yang menggandeng CSIS pada era Orde Baru terus membuat dakwah Islam menjadi momok menakutkan. Hal ini akibat agen spin doctor pengolah isu dan terus di bawah mata-mata ABRI Merah dukungan kristen dan katholik.

Pasca Ali Moertopo, kekaisaran ABRI Merah dilestarikan LB Moerdani dan Try Sutrisno tak diragukan lagi telah membuat umat Islam bergelimangan darah pada kasus Tanjung Priok 1984 dan anak muridnya AM Hendropriono memuntahkan darah para syuhada Talangsari dan aktor dibelakang #teroristainment Densus 88 yang penuh dagelan dan rekayasa. Mengutip media, tak ayal gelar Jenderal Jagal disematkan pada barisan ABRI Merah ini.

Nama Moerdani kian cemerlang karena berhasil mengatasi pembajakan pesawat Garuda Woyla di Bangkok, Thailand. Keberhasilan menggagalkan pembajakan ini melambungkan nama Letkol Sintong Panjaitan sebagai komandan pasukan. Letjen LB Moerdani yang terjun langsung dalam operasi itu, juga menuai pujian dari mana-mana.
 
Beberapa pihak menganggap, karena LB Moerdani menikmati pujian lebih banyak dari panglimanya, Jenderal M. Jusuf. Kivlan Zen menulis bahwa konflik Jusuf - Moerdani muncul tahun 1981 setelah peristiwa pembajakan itu. Saat itu, Letjen Moerdani menjabat Asintel dan Kepala BAIS (Badan Intelijen Strategis). Pada tanggal 30 Maret, Jenderal M Jusuf melakukan commanders call ABRI di Ambon. Letjen Moerdani tidak mengikutinya, karena ada pembajakan pesawat Garuda Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok.

Dalam drama pembajakan ini, Letjen Benny menggalang pasukan sendiri dengan bantuan pasukan Kopassus yang di rekrut mendadak. Letkol Sintong Panjaitan dan Mayor Subagyo HS adalah perwira yang terlibat dalam operasi ini, sehingga mendapat anugerah kehormatan. Dan diberitakan bahwa Subagyo HS sempat kecewa karena tidak terpilih mengikuti pendidikan antiteror di Jerman bersama Luhut Panjaitan dan Prabowo Subianto, tapi kemudian malah mendapat kesempatan terlibat dalam operasi yang berharga itu.

Operasi pembebasan sandera itu meraih sukses besar. Para pembajak di taklukan dalam serbuan yang taktis dan kilat. Peristiwa ini membuka mata dunia bahwa Indonesia pun memiliki pasukan khusus (special forces) yang kemampuan setara dengan SWAT (Strategic Weapon and Tactics) milik Amerika Serikat.

Tapi, segala pujian dan kredit diarahkan kepada Letjen Benny Moerdani, intelijen yang ada dalam kendalinya, serta Kopassus. Ini konon membuat Jenderal M Jusuf tidak berkenan. Muncul tudingan bahwa BAIS sengaja menggalang kekuatan ekstrem Islam untuk menggerakkan aksi pembajakan, untuk kemudian ditumpas sendiri oleh Letjen Benny Moerdani.

Menanggapi isu bahwa pembajakan itu rekayasa BAIS, Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf di dampingi Letjen LB Moerdani memberikan keterangan di depan rapat kerja gabungan komisi-komisi DPR RI. Sambil menoleh kepada Benny yang duduk di sampingnya, Jenderal M Jusuf berkata, "Bukan dia yang bikin. kalau dia yang bikin...., saya pecat dia hari ini juga." Benny Moerdani diam, tidak memberikan reaksi.

Pasca drama pembajakan Woyla, nama LB Moerdani langsung meroket. Juga nama Sintong Panjaitan dan Subagyo HS. Tetapi dalam level elit politik, Benny Moerdani lah yang mendapat kredit poin terbesar. Presiden Soeharto menjadi sangat memercayainya, karena jasanya yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di jagat Internasional.

Menurut Prof. Robert Edward Elson, naiknya Moerdani disebabkan oleh karena Soeharto memerlukan aliansi baru, setelah pudarnya Ali Moetopo akibat serangan jantung pada 1978 dan meninggal dunia tahun 1984, serta semakin surutnya pengaruh Sudjono Humardani setelah masuknya para birokrat profesional. Sejalan dengan hal itu, Soeharto mulai mencari-cari gaya kepemimpinan militer yang baru

ABRI Merah Dilestarikan
Kekuatan ABRI Merah eksis tak lepas sebagai bentuk ketakutan akan bangkitnya Islam, Islamphobia. Baru-baru ini sebuah koran yang cukup berpengaruh di Timur Tengah yaitu koran Aljazeera Post ''Dalam sebuah kolom tertulis bahwa bagaimana Amerika cukup terkejut dengan dukungan berbagai unsur ulama yang menyokong Prabowo-Hatta menjadi pemimpin Indonesia''.

...Amerika cukup terkejut dengan dukungan berbagai unsur ulama yg menyokong Prabowo-Hatta menjadi pemimpin Indonesia''.
Dalam kolom tersebut Amerika mengatakan jika Prabowo-Hatta terpilih maka Amerika cukup takut kalau kebangkitan Islam akan muncul di Indonesia dan bahkan mungkin Indonesia akan menjadi salah satu negara Islam terkuat didunia yang tidak bisa di otak atik oleh mereka untuk itu Amerika lewat CIA nya telah mengelontorkan miliyaran dolar kepada LSM di Indonesia untuk membuat fitnah kepada Prabowo dengan harapan Prabowo-Hatta tidak terpilih.

''Kalau sampai terpilih menurut dokumen itu maka ini akan menjadi ancaman kepada Amerika dan sekutunya Australia yang memang dari dulu mau membuat indonesia ini hancur" ungkap tulis wartawati senior mantan timses Gubernur Jokowi Nanik S Deyang pada linimasa Facebooknya.

Berikut murid-murid LB Moerdani mewarisi sifat "Sang Jenderal Jagal":

1) Agum Gumelar-Hendropriyono (dua malaikat pelindung atau bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani);
2) ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama kali dilontarkan Benny Moerdani);
3) Luhut Panjaitan; bersama AM Hendropriono membentuk kaderisasi 'Jokowi' 
4) Sutiyoso,
5) Wiranto,
6) AM Hendropriono dan menantu Kadispenad Adhika Perkasa,
7) Try Sutrisno dan menantu Try Sutrisno, Ryamizard Ryacudu,
8) Susilo Bambang Yudhoyono yang belakangan pecah kongsi dengan AM Hendropriyono. Amerika mendukung SBY dan Hendro mencari 'makan' ke Australia.
9) Theo Sjafei yang kristen

Fokus ABRI Merah 2014 : Haji AM Hendropriono

Peneliti  Cedsos sekaligus pengamat intelejen, Umar Abduh dari CENTRE for Democracy and Social Justice Studies (CeDSos), sempat mengggelar konferensi pers berjudul “Manuver Hendropriyono dan Andika Perkasa Berpotensi Mengancam Ummat Islam, Kesatuan TNI dan Bangsa Indonesia”, Selasa (10/6) di Jakarta.

Konferensi pers ini diadakan untuk mengingatkan kembali umat Islam, TNI, dan Bangsa Indonesia terhadap sepak terjang Hendropriono dan menantunya Kadispenad Aktif Andika Perkasa agar jangan sampai membiarkan keduanya melancarkan trick dan manuvernya. Kolaborasi Mertua dan mantunya Andika Perkasa dalam kasus penangkapan Omar Farouq, eliminasi Tengku Fauzi Hasbi Geudong, dan dukungan kepada pesantren Ma’had Al-Zaytun. Selain itu kasus genosida pada jamaah Warsidi di Talangsari Lampung 1989.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriono merupakan sosok yang penting dalam tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) ini kerap melanggar HAM dan menjalankan kepentingan CIA dan asing dalam melanggengkan isu terorisme atau lebih tepatnya teroristainment untuk meraih simpati AS.

Konferensi pers ini diadakan untuk mengingatkan kembali umat Islam, TNI, dan Bangsa Indonesia terhadap sepak terjang Hendropriono dan menantunya Kadispenad Aktif Andika Perkasa agar jangan sampai membiarkan keduanya melancarkan trick dan manuvernya.
CeDSos: Hendropriono Jalankan Misi CIA & Ancam Kedaulatan Bangsa

Umar Abduh, peneliti dan pengamat intelijen dari CENTRE for Democracy and Social Justice Studies (CeDSos) mengggelar konferensi pers berjudul “Manuver Hendropriono dan Andika Perkasa Berpotensi Mengancam Ummat Islam, Kesatuan TNI dan Bangsa Indonesia”Umar Abduh hadir sebagai pembicara dengan moderator pengamat intelijen, Al-Chaidar.

Dalam  konferensi pers tersebut ia inging mengingatkan kembali umat Islam, #melawanlupa pada sepak terjang Hendropriyono dan mantunya Kadispenad Aktif Andika Perkasa yang akan melancarkan trick dan manuvernya.

Kelicikan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono ini tak peduli dengan nasib umat Islam, meski Hendro sudah naik haji ia gelap mata menjalankan kepentingan asing, CIA dalam melanggengkan isu terorisme di Indonesia. Kolaborasi mertua dan mantunya Andika Perkasa dalam kasus penangkapan Umar Farouq, eliminasi Tengku Fauzi Hasbi Geudong, dan dukungan kepada pesantren Ma’had Al-Zaytun. Yang paling fenomenal adalah proyek pembentukan Densus 88.

Apalagi kasus Hendropriono? simak daftar ini:
Hendropriono perwira intelijen yang dibina kader Benny Moerdani untuk menghancurkan Islam di Indonesia

1. 1989 : Jamaah Waridi, Talangsari, Lampung
2. Bom bali I,
3. Bali II,
4. PKS dst
5. Munir,

6. Bom Kedubes australia,
7. Bom JW Marriot,
8. Kerusuhan-kerusuhan di RI,
9. Ahmad Fatonah
10. Kasus penculikan aktivis
Kolaborasi mertua dan mantunya Andika Perkasa dalam kasus penangkapan Omar Farouq, eliminasi Tengku Fauzi Hasbi Geudong, dan dukungan kepada pesantren Ma’had Al-Zaytun. Yang paling fenomenal adalah Densus 88
Penangkapan Umar Farouq di Masjid Jami’ Bogor oleh pasukan elite Sandhi Yudha Koppassus dipimpin Andika Perkasa, pada 5 Juni 2005. Operasi itu  dilakukan atas perintah sang mertua Hendropriono tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku, yakni melakukan koordinasi dengan pihak Polri, BAIS, dan Menko Polhukam.

Atas nama kepala BIN, kata Umar, Hendropriono mengekstradisi langsung dan menyerahkan Omar Farouq kepada CIA di Bandara Halim Perdana Kusuma tanggal 6 Juni 2002 untuk selanjutnya dibawa ke penjara Baghram Afghanistan.

“Di sini Hendro sebagai kepala BIN secara sadar atau tidak sadar, sesungguhnya telah melakukan pelanggaran dan berkhianat kepada Undang-Undang Pertahanan Keamanan dan Kedaulatan Republik Indonesia,” ujarnya.
Sekilas Tentang Sepak Terjang Hendropriono Sang Dalang "Pencipta Jokowi"

Orang pertama yang "menemukan" Jokowi adalah mantan Kepala BIN dan murid Benny Moedani bernama Hendropriono. Kader utama LB Moerdani ini, terduga otak pelaku pembunuhan Munir aktivis HAM dan pembantaian ratusan syuhada jamaaah Warsidi Talangsari Lampung 1989 dan pembentukan teroristainment ala Densus 88.

Hendro juga adalah terduga pencipta, perekayasa serangkaian kegiatan "terorisme" atau lebih tepatnya aksi live show #teroristainment di Indonesia sewaktu menjabat kepala BIN.

Hendro bermaksud menumpang agenda AS yang sedang melancarkan perang global terhadap terorisme paska pemboman WTC 11/09/01. Tujuannya, menarik perhatian AS agar masuk ke Indonesia, kemudian membantu agenda pribadi Hendropriono jadi Presiden RI. Hendro berharap AS berutang budi atas jasa-jasa Hendro yang "membantu" dalam memenangkan perang menumpas teroris di Indonesia.


Tujuannya, menarik perhatian AS agar masuk ke Indonesia, kemudian membantu agenda dan ambisi pribadi Hendropriono jadi Presiden RI
Modusnya, dengan memberikan "legitimasi dan bukti" bahwa pengakuan Hambali (mujahid yang dijerat #terorostainment dan ditahan AS di Guantanamo) adalah benar. Hambali atas tekanan penyiksaan ala waterboard di penjara Guantanamo akhirnya mengaku pernah 1X kunjungi Ust Abubakar Baasyir di Ngruki. Meski Hambali bilang kunjungannya temui Baasyir ke Pesantren Ngruki hanya satu kali dan tidak bahas apapun, apalagi terorisme, AS tetap waspada.

Perhatian AS terhadap pesantren Al Mukmin Ngruki Solo Jawa Tengah, dimanfaatkan Hendro dengan merekayasa serangkaian gerakan terorisme alias teroristainment di Indonesia, dan buktinya bom meledak. Bom yang meledak dimana-mana ditunggani Hendro seperti Bom bali I (12/10/2), Bom BEJ, Bom Kedubes Australia, dan Bom Bali II itu lalu dimanfaatkan untuk kepentingan Hendro serta memberikan stigma RI negara teroris.


Awalnya, rencana busuk keji Hendro sukses. AS, Barat dan Australia setujui perangi terorisme di Indonesia. Solo jadi pusat medan perang.
Solo dijadikan pusat medan perang terorisme di Indonesia, gara-gara Hendro. Orang yang dijadikan Ka BIN oleh Presiden Mega, khianati negara RI. Hendopriono adalah kader utama Moerdani. Yang terkenal sebagai ANTI ISLAM, meski Hendro bernama asli Abdul Mahmud Hendropriono, haji lagi!

Sebelum jadi master of terrorist Indonesia, Hendro bersama 1 batalion pasukannya 'sukses' membantai mati 246 umat Islam jamaah Warsidi di Talangsari Lampung tahun 1989. Selengkapnya disini


Tragis pada 1989, Sebanyak 246 umat Islam jamaah Waridi sedang shalat subuh dibantai Kolonel Hendro Danrem Garuda Hitam Lampung atas tuduhan Makar ! Gile lue Ndro !

Mengapa Hendropriono Membentuk Densus 88


Dalam rangka menjadikan Solo dan Pesantren Al Mukmin Ngruki sebagai pusat medan perang terorisme (abal-abal) di Indonesia, Hendro butuh bantuan Walikota Jokowi yang kini menjadi boneka Hendro.

Meski akhirnya rekayasa Hendro pada "perang terorisme di RI" tercium oleh CIA, FBI dan LSM-LSM AS, Hendro jalan terus. Join dengan Australia

AS yang 'dikadalin' Hendro terkait isu terorisme tidak mau bantu Hendro, AS malah mendukung SBY jadi Presiden RI pada 2004 lalu dan berimbas pada marahnya Hendro! Hendro lalu bekerja sama dengan teman-teman dan yunior-yuniornya seperti Luhut Panjaitan dan Dai Bachtiar. Mereka dorong bentuk Densus 88, dengan bantuan Australia.


Sumber Daya di TNI sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk "perangi terorisme (palsu)", Hendro tunggangi Polri Cs untuk membentuk Densus 88. Australia bantu. Maka sejak itulah ABRI Merah mendompleng Polri yang terus dicaci maki karena tindakan teroristainment yang berlebih. Seiring dengan terbentuk Densus 88 maka umat Islam kini mengalihkan perhatiannya dari ABRI merah, tak tahunya masih di dalangi oleh Jenderal jagal yang sama, darah titisan Benny Moerdani Cs.

Seiring dengan terbentuk Densus 88 maka umat Islam kini mengalihkan perhatiannya dari ABRI merah, tak tahunya masih di dalangi oleh Jenderal jagal yang sama, darah titisan Benny Moerdani Cs.
AKhirnya Australia mau membantu "perangi terorisme abal-abal" di Indonesia karena tekanan politik dalam negeri mereka yang begitu kuat, apalagi korban bom Bali I menewaskan 88 WN Aussie. Kekhawatiran rakyat Aussie baga bola salju dan menganggap terorisme Indonesia sebagai ancaman bagi keamanan nasional. Karenanya Aussie terpaksa rekrut Hendropriono

Selanjutnya bisa tebak, Hendroprioono jadi agen pemerintah Aussie via ASIS (lembaga intelijen Australia). Hendro dipasok uang, logistik, info, jaringan dan lainnya.

Ahmad Fathonah Ada Hubungan Dengan Hendro?


Tahu Ahmad Olong? Ga kenal? Kalau Ahmad Fathonah tahu? Nah itu tahanan LP Berramah Australia ygan dibebaskan Hendro dan "ditanam" di PKS. Siapa lagi binaan Hendro yg ditanam di PKS? Jangan kaget.. Anis Matta ! Apakah Anis Matta masih jadi agen Hendro atau tidak, tanya sendiri? 

Jadi, Hendropriono adalah agen pemerintah Australia, lihat bagaimana Hendro selalu bela pemerintah Australia dalam setiap isu politik, penyadapan dan terorisme bualan.

Boneka Hendropriono = Jokowi

Usut peran sentral hendro pada semua peristiwa yang memfitnah islam, bongkar kaitannya dengan luhut, Jokowi dan sejumlah jendral.

Jokowi ditemukan Hendropriono lalu dibina sejak Jokowi jadi Walikota Solo, lalu dialihkan ke Luhut, pura-pura buat PT Rakabu bersama pada tahun 2008.

Sudah saatnya kebenaran diungkap, apalagi Hendro sudah menuduh Prabowo, korban fitnahnya & genknya, sebagai psikopat. Hukum harus ditegakkan. Hendropriono, Luhut Panjaitan, Ansyori, Sumardi, Zaenal Abidin & jendral-jenderal binaan Benny Moerdani sangat takut jika Prabowo jadi presiden. Habis mereka!

Anda tahu siapa sekretaris Timses Jokowi? Namanya DR Andi Widjajanto. Siapa dia ? Anak Mayjen Theo Sjafei, Jendral kesayangan Moerdani. Ingatkah anda siapa Jenderal Theo Sjafei ayah kandung Andi Widjajanto? Dia pernah menghina Islam dan Quran. Mau tahu sejarahnya? Nih ..

Theo Sjafei, kader emas Moerdani, ayah Andi Widjajanto, sekretaris timses Jokowi, penghina Islam & Quran http://t.co/zz6FvySPZH

Barisan ABRI Merah, Jenderal Pengkhianat Negara


Terjawab kenapa semua Jenderal pengkhianat negara, pembenci Islam, tukang adu domba, perekayasa teroris, pembunuh aktivis kini mendukung Jokowi. Tak lain karena peran persaudaraan murid-murid Benny Moerdani.

Itulah seklias tentang Hendropriono mantan Ka BIN yang menjadi "pencipta Jokowi pertama kali, perekayasa terorisme, pembantai umat Islam RI. Gunakan akal hati, jangan pernah mau diperdaya para setan durjana. Mereka pakai wajah seribu rupa.


Jangan lupa bantu bebaskan ustadz Abu Bakar Baasyir korban kejahatan antek asing AS dan Australia yang di kendarai juga oleh Hendropriono.